Beberapa hari telah berlalu setelah malam
Promnite. Malam Promnite itu adalah kegiatan terakhir yang di dapan Siswa di
kampus sebelum memasuki Libur musim dingin. Seharusnya Jessy merasa senang
dengan hal itu, tetapi hal yang terjadi pada gadis itu justru sebaliknya.
Kejadian di malam Prom itu membuat Jessy tampak kacau sekarang. Bagai mana
tidak, Jessy kehilangan dua sahabatnya pada malam itu. Sahabatnya adalah
segalanya untuk gadis itu setelah hal yang terjadi di Kanada dulu. Jessy begitu
menghargai persahabatannya dan tidak ingin kehilanagan itu. Tapi kini karena
sebuah masalah ia haru kehilangan dua orang yang ia sayangi, Jade dan Tristan.
Dua sahabatnya itu menjauhi gadis itu setelah malam itu. Tidak ada message,
tidak ada telfon dan bahkan mereka terlihat sangat menghindarinya.
Jessy memendamkan kepalanya kedalam bantal empuknya dan berteriak kencang di
dalam sana. Ia berharap dengan berteriak bisa menghilangkan sedikit rasa
sedihnya, tetapi sepertinya hal itu tidak berhasil karena rasa itu tidak juga
berkurang dari hatinya. Gadis itu tampak kacau sekarang. Ia tampak puat karena
tidak menyentuh makanannya sama sekali sejak semalam, dan di sekitar matanya
tampak hitam seperti panda menandakan kalau gadis itu kekurangan waktu
istirahatnya. Bagaiamana bisa ia makan dan tidur dengan tenang dengan semua
masalah ini.
Jessy masih dalam posisi yang sama, memendamkan kepalanya ke dalam bantal saat
suara ketukan pintu terdengar dari pintu kamarnya. Gadis itu tetap terdiam di
posisinya sampai ketukan itu kembali terdengar.
“Oh Mom, please jangan ganggu aku. Aku tidak lapar dan aku sedang ingin
sendirian sekarang”, teriak gadis itu dengan tetap berusaha berbicara sesopan
mungkin.
“Jess”, suara berat dan serak terdengar
dari balik pintu itu menyebut nama Jessy. Gadis itu tersentak saat tau siapa
pemilik suara itu. Dengan cepat gadisi itu bangkit dari kasurnya dan membuka
pintu kamarnya yang langsung di sambut dengan tatapan khawatir dari wajah
lelaki di hadapannya. Jessy langsung menghaburkan diri kedalam pelukan lelaki
itu yang tengah memegang sepiring makanan. Justin agak kaget dengan tindakan
gadis itu yang sangat tiba-tiba, tapi dengan perlahan lelaki itu pun membalas
pelukan gadi itu. Justin mengelus lembut punggu Jessy dengan tangan yang tidak
memegang piring saat gadis itu mulai terisak dalam pelukannya.
“Syuuuuut.. sudah jangan menangis.
Semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin mereka akan segera kembali padamu.”
Hibur lelaki itu dengan lembut. Jessy masih saja terisak membuat Justin
memejamkan matanya, merasakan dadanya yang berdesis karena melihat Gadis di
depannya sedih. Justin seakan bisa merasakan rasa sakit yang gadi itu rasakan
sekarang.
Justin masih terdiamkan membiarkan
Jessy yang terisak di dalam pelukannya hingga dengan perlahan suara isakan itu
tidak lagi terdengar. Justin melepaskan pelukannya dan menatap ke wajah pucat
gadis di depannya itu. Gadis itu benar benar terlihat sangat kacau dengan
rambut ya kusut dan lingkaran hitam di matanya. Dengan perlahan Justin
mengusapkan ibu jarinya di pipi gadis itu, mengusap air mata yang membasahi
pipi pucat itu.
“Kau terlihat kacau” Tangan Justin
mengelus lembut pipi Jessy.
“Dan terlihat pucat. Kau harus makan”,
lanjut peria itu.
“Aku tidak lapar justin” tolak Jessy
dengan suara lemah.
“Kau sudah sangat pucat Jes. Kau bisa
sakit jika terus menolak untuk makan”
“Aku baik-baik saja Justin” Dusta gadis
itu.
“Bagai mana bisa kau mengatakan kau baik-baik
saja di saat jelas-jelaskau terlihat sangat kacau.” Jessy hanya terdiam
mendengar ucapan peria di depannya yang tengah menatapnya khawatir.
“Ayolah. Sesuap saja. Paling tidak
sudah ada makan yang masuk ke lambung mu itu.”, pinta Justin. Jessy membuang
nafas berat kemudian hanya bisa menggangguk pasrah. Dia memang paling tidak
bisa menolak kemauan Justin sejak dulu. Justin pun menarik Jessy masuk ke dalam
kamarnya dan menjatuhkan bokongnya di atas kasur empuk gadis itu setelah
menutup pintu kamar. Jessy juga telah berada di atas kasur itu, menyandarkan
diri ke kepala ranjang itu. Justin menyodorkan piring yang sejak tadi ia bawa
kepada Jessy, tetapi gadis itu hanya teridam menatap piring itu tanpa ada
keinginan untuk mengambilnya. Pada akhirnya Justin pun menusuk daging yang ada
di piring itu dengan garpu dan mengarahkan daging itu ke mulut Jessy. Gadis itu
masih tampak menutup mulutnya sampai akhirnya Justin menatapnya memohon dan
gadis itu pun membuka mulutnya, membiarkan Justin menyuapi daging itu ke
padanya. Dalam hitungan menit makanan itu pun telah habis di santap oleh Jessy.
Justin pun tersenyum menatapp gadis itu yang sudah mau menghabiskan makanannya.
“Aku punya lagu untukmu.” Justin
menarik lengan Jessy agar duduk lebih mendekat dengannya.
“Lagu untukku? Lagi?”
“Ya, Pada dasarnya semua laguku memang
terinspirasi dari mu. Jadi mau mendengar lagu ku?” Jessy menganggukkan
kepalanya sekali dan mulai terdiam membiarkan Justin untuk mulau menyanyi. Lelaki
itu tersenyum manis ke arah gadis itu sebelum akhirnya pun mulai membuka
suaranya, menyanyikan sebuah bait lagu ciptaannya tanpa satu pun alat musik
mengiringinnya. Tapi tanpa alat musik sekali pun lagu itu sudah terdengar indah
di telinga Jessy.
“Ah ah ah oh
Ah ah ah oh
I always knew you were the
best
The coolest girl i know
So prettier than all the
rest
The star of my show
So many time i wished
You’d be the one for me
But never knew you’d get
like this
Girl what you do to me
You’re who i’m thinking of
Girl you ain’t my runner up
And no matter what you’re
always number one
My prize possession
One and only
Adore ya girl i want ya
The one i can’t live without
That’s you that’s you
You’re my special little
lady
The one that makes me crazy
Of all the girls i’ve ever
know
It’s you, it’s you
My favorite, my favorite
My favorite, my favorite
girl
My favorite girl”
Justin bernyanyi sambil menunjuk kepada jessy sehingga membuat gadis itu tersipu.
Jessy benar benar merasa tersanjung karena lagu yang di nyanyikan Justin. Lagu
itu menggambarkan seberapa spesialnya ia untuk Justin.
“You’re used to going out your way
To impress these Mr. Wrongs
But you can be yourself with
me
I’ll take you as you are
I know they said believe in
love
It’s a dream that cant be
real
So girl let’s write a
fairytale
And show’um how we feel
You’re who i’m thinking of
Girl you ain’t my runner up
And no matter what you’re
always number one
My prize possession
One and only
Adore ya girl i want ya
The one i can’t live without
That’s you that’s you
You’re my special little
lady
The one that makes me crazy
Of all the girls i’ve ever
know
It’s you, it’s you
My favorite, my favorite
My favorite, my favorite
girl
My favorite girl
Baby it’s you
My favorite, my favorite
My favorite, my favorite
girl
My favorite girl
You take my breath away
With verything you say
I just wanna be with you
My baby my baby
Promise to play no games
Treat you no other way
Than you deserve ‘cause
you’re the girl of my dreams
My prize possession
One and only
Adore ya girl i want ya
The one i can’t live without
That’s you that’s you
You’re my special little
lady
The one that makes me crazy
Of all the girls i’ve ever
know
It’s you, it’s you
My prize possession
One and only
Adore ya girl i want ya
The one i can’t live without
That’s you that’s you
You’re my special little
lady
The one that makes me crazy
Of all the girls i’ve ever
know
It’s you, it’s you
My favorite, my favorite
My favorite, my favorite
girl
My favorite girl
My favorite, my favorite
My favorite, my favorite
girl
My favorite girl”
Justin baru saja menyelesaikan lagunya. Sambil menyunggingkan senyum lebar di
wajahnya lelaki itu menatap tepat ke mata gadis di depannya yang jug melakukan
hal yang sama padanya. Tangan Justin meraih tangan lembut Jessy dan
menggenggamnya erat seakan tidak ingin kehilangan tangan itu lagi.
“I love your smile” sebelah tangan lelaki itu menyentuh bibir gadis di depannya
itu dengan perlahan. Jari-jarinya berjlan menelusuri selruh bagian dari bibir
pink gadis itu.
“I love your nose, i love your eyes, i love your soft cheek, i love your brown
hair” tangan lelaki itu berpindah menyentuh hidung, mengecup sekilas pinggiran
mata gadis itu, mengelus lembut pipi gadis itu dan berakhi memilin rambut
coklat panjang milik gadis di depannya itu tampa menghilangkan sama sekali
senyumnya dari wajahnya. Jessy hanya terdiam mebiarkan lelaki di hadapannya itu
melakukan semua itu.
“I love everything about you” lanjut lelaki itu membuat senyuman di wajah Jessy
terukir semakin lebar.
“Aku tidak mau kehialanganmu lagi hanya karena kebodohan ku. Au tidak mau lagi
melihat mu menangis dan terluka karena ku. Aku berjanji akan menjaga mu dan
tidak akan melukai mu lagi. Aku bersumpah untuk kali ini aku tidak akan
mengingkari janji ku lagi. Sekarang aku telah dewasa, bukan anak kecil yang
lugu seperti dulu, yang tidak mengerti makana dari janji sehingga
mengingkarinya. Mau kah kamu memberiku kesepatan kedua untuk menepati janji
lama ku itu?” Justin mengulurkan jari kelingkinnya ke rah Jessy, menanti gadis
itu untuk mengaitkan kelingkinya sebagai tanda janji mereka. Hal seperti itu
memang biasa di lakukan anak kecil, tapi apa salahnya jika hal itu juga di
lakukan oleh remaja seperti mereka.
Jessy terdiam menatap jari kelingkin Justin. Gadis itu tamk berfikir sejenak
hingga akhirnya senyum kembali terkir di wajahnya dan dengan perlahan gadis itu
pun mulai mengaitkan kelingkingnya di kelingking Justin. Ini ke dua kalinya
gadis itu melakukan janji jari kelingking setelah yang pertama ketika ia
berumur 5 tahun. Melakukan janji dengan orang yang sama dengan umur yang telah
berbeda, gadis itu hanya berharap kalau lelaki di depannya itu akan benar-benar
terus menepati janjinya itu. Jessy terlalu takut untuk terluka untuk ke dua
kalinya, oleh sebab itu ia belum bisa mempercayai lelaki itu sepenuhnya.
Mereka pun melepas kaitan jari kelingking mereka dan kemudian Justin segera
meraih tubuh mungil Jessy dan menenggelamkannya dalam pelukannya yang hangat.
Rasa bahagia tidak bisa di tutupi dari wajah peria itu yang terus menerus
menyunggingkan senyum bahagianya. Setelah menit dei menit berlalu dalam pelukan
Justin, jessy pun akhirnya melepas pelukan lelaki itu dan menatap wajah bahagia
lelaki di hadapannya itu. Seakan virus yang menular, senyuman bahagia lelaki
itu menular padagadis itu yang kini ikut terus tersenyum. Mereka berdua saling
terdiam sambil terus menyunggingkan senyum hingga akhirnya Justin kembali
membuka suaranya.
“Ada yang ingin ku katakan”, ucap lelaki itu yang segera merubah wajahnya
menjadi serius membuat Jessy menaikkan sebelah alisnya.
“Aku tau ini tidak seharusnya ku ucapkan saat kita baru saja kembali bersama
setelah semua masalah yang terjadi, tapi jujur aku tidak bisa menahan semuanya
lagi.” Jessy hanya terdia mendengarkan setiap kata-kata yang di keluarkan dari
mulut lelaki di depannya itu.
“Aku... sudah lama menyukai mu. Aku tidak tau sejak kapan perasaan ini muncul,
tapi aku baru menyadari perasaan ini ketika melihatmu bersama David. Aku kesal,
aku.. Cemburu. I Love You Jessica Athena Jhonson, do you want to be my
girlfriend?”, pernyataan Justin membuat Jessy sangat kaget. Dia tidak ernah
menduga kalau Justin akan memintanya menjadi kekasihnya secepat ini. Di memang
tau tentang lelaki itu yang memiliki perasaan yang sama sepertinya hanya saja
memintanya mejadi kekasihnya? Bahkan itu belum terfikirkan olehnya, terlebih
setelah masalahnya yang terjadi bersama kedua sahabatnya.
Jessy hanya bisa terdiam tetapi fikirannya saling beradu pendapat. Mungkin
jessy akan mengatakan iya dengan cepat jika Justin memintanya ketika di Kanada,
tapi sekarang? Gadis itu tapak bimbang. Kedua sahabatnya tidak menyukai jika ia
bersama dengan Justin, terebih lagi ia masih belum bisa sepenuhnya percaya
dengan lelaki itu.
Justin masih setia menatap gadis di hadapannya, menanti jawaban yang akan
keluar dari mulut gadis itu. Janting lelaki itu sejak tadi berdetak dua kali
lebih cepat karena penantian itu. Senyum yang sejak tadi terus terukir di wajah
lelaki itu perlahan-lahan menghilang saat melihat gadis di depannya membuang
nafas berat. Lelaki itu tidak yakin dengan apa yang akan di katakan gadis itu.
“Aku... tidak bisa Justin” jawab Jessy dengan suara yang pelan, bahkan
terdengar seperti bisikan tetapi cukup terdengar oleh Justin. Wajah sedih dan
kecewa tergambar jelas di wajah lelaki itu setelah mendengar jawaban Gadis itu.
“Kenapa? Apa kamu takut aku akan menyakitimu lagi? Apa kah kamu belum bisa
percaya dengan ku? Apa—apa kau tidak percaya dengan janji tadi? ” Justin tidak
terima dengan jawaban yang di berikan oleh Jessy itu dan malah memberikan
rentetan pertanyaan yang menggambarkan kekecewaannya.
“Bu—bukan begitu Justin.” Bantah Jessy.
“Lalu kenapa? Apa memang tidak ada kesempatan untukku memiliki mu? Aku berjanji
dengan segenap perasaan ku, aku tidak akan mengecewakan mu, tidak akan
menyakitimu lagi.”
“Aku percaya dengan mu Justin. Aku percaya. Mungkin.. Aku masih sedikit takut,
tapi aku mencoba untuk percaya dengan mu. Hanya saja... Kau tau kan kalau..
Kedua sahabat ku tidak suka jika aku bersama mu. Keadaannya tidak tepat.”
“Apa kau masih mencintai ku? Atau kau hanya menggunakan keadaan ini untuk
menolakku karena kau sudah tdak memiliki perasaan apa pun pada ku?” Ucapan
Justin itu membuat Jessy yang menundukkan kepalanya sejak tad langsung menatap
lelaki itu dengan tatapan terkejut. Kemudian gais itu menggeleng2 kan kepalanya
dengan cepat.
“Tidak! Tidak seperti itu justin! Perasaan ku masih sama seperti sebelumnya,
bahkan setelah semua hal yang telah terjadi aku tidak bisa menghilangkan
perasaan itu dengan mudah. Aku tidak menggunakan semua ini sebagai alasan untuk
menolaknya. Sejujurnya aku mau menjawab ya jika tidak sepert sekarang ke
adaannya.” Justin hanya bisa membuang nafas mendengar jawaban Jessy. Paling
tidak Gadis itu masih mencitainya, pikir lelaki itu.
“Aku akan membuktikan pada mereka dan pada mu”, ucap lelaki itu tiba-tiba
setelah keheningan yang terjadi beberapa saat. Lelaki itu bangkit dari kasur
Jessy.
“Membuktikan?”
“Ya, membuktikan. Membuktikan kalau aku sudah berubah, kalau aku berebeda
dengan aku yang dulu dan aku tidak akan pernah menyakiti mu lagi.” Justin hanya
tersenyum singkat pada Jessy setelah mengatakan hal itu dan perg begitu saja
dari kamar gadis itu membuat Jessy hanya bisa terdiam sambil menatap
punggung lelaki itu yang lama kelamaan menjauh dengan heran.
***
Seminggu telah berlalu semenjak Jessy menolak Justin untuk menjadi kekasih
lelaki itu. seminggu itu pula Justin tidak pernah lagi menampakkan batang
hidungnya di hadapan Jessy, membuat gadis itu bingung. Terlebih lagi dengan
kata-kata terakhir yang di sampaikan lelaki itu padanya.
“Aku akan membuktikan kalau aku sudah berubah, kalau aku berebeda dengan aku
yang dulu dan aku tidak akan pernah menyakiti mu lagi”
Jessy tidak mengerti dengan maksud dari lelaki itu karena lelaki itu langsung
pergi meninggalkannya setelah mengatakan hal itu. Sesungguhnya Jessy ingin
sekali menemui lelaki itu, menanyakan maksud dari lelaki itu sekalilgus
menghilangkan rasa rindunya karena tidak melihat wajah lelaki itu selama
seminggu ini, tetapi Jessy tidak tau alamat tempat tinggal lelaki itu di Paris.
Jessy tengah Bersandar di pagar berandanya menatap partikel-partikel salju yang
turun dari langit malam. Sesekali gadis itu mengulurkan tangannya untuk meraih
partikel salju itu agar terjatuh tepat ke atas telapak tangannya, menimbulkan
sensasi dingin yang menelusuk ke sela-sela kulit lembutnya. Malam natal sudah
dekat dan Jessy merasa tidak ada yang spesial di natal tahun ini, terlebih lagi
tanpa kedua sahabatnya. Bahkan Justin pun tidak muncul kembali. Ia benar-benar
merasa kesepian sekarang. Jessy membuang nafasnya menimbulkan uap asap tercipta
di sekitar mulutnya. Gadis itu melipat tangannya di atas pagar beranda dan
meletakkan kepala di atas tangannya itu, memejamkan matanya sambil menghirup
udara dingin di malam yang sunyi itu. Stelah beberapa menit terdiam dalam
kesunyiannya Jessy pun mulai bersenandung kecil dilanjutkan dengan menyanyikan
lagu WhenYou're Gone milik Avril Lavigne.
“I always needed time on my own
I never thought i’d need you
there when i cry
And the days feel like years
when i’m alone
And the bed where you lie is
made up on your side
When you walk away i count
the steps that you take
Do you see how much i need
you right now
When you’re gone
The pieces of my heart are
missing you
When you’re gone
The face i came to know is
missing too
When you’re gone the words i
need to hear to always
get me through the day and
make it ok
I miss you
I’ve never felt ths way
before
Everything that i do reminds
me of you
And the clothes you left,
they lie on the floor
And they smell just like
you, i love the things that you do
When you walk away i count
the steps that you take
Do you see how much i need
you right now
When you’re gone
The pieces of my heart are
missing you
When you’re gone
The face i came to know is
missing too
When you’re gone the words i
need to hear to always
get me through the day and
make it ok
I miss you
We were made for each other
Out here forever
I know we were, yeah
All i ever wanted was for
you to know
Everything i’d do, i’d give
my hert and soul
I can hardly breathe i need
to feel you here with me, yeah
When you’re gone
The pieces of my heart are
missing you
When you’re gone
The face i came to know is
missing too
When you’re gone the words i
need to hear to always
get me through the day and
make it ok
I miss you”
Begitu menyelesaikan lagu tersebut, dengan tanpa komando air mata gadis itu
terjatuh begitu saja, membasahi pipi gadis itu yang telah dingin karena udara
malam di musim dingin. Gadis itu benar-benar merindukan dan membutuhkan lelaki
itu sekarang, Jessy membuthkan Justin untuk berada di sampingnya, menghiburnya
yang tengah kesepian tanpa kedua sahabatnya yg tengah menjauhinya, terlebih
lagi Megan telah pulang ke negara asalnya filipina selama liburan musim dingin
itu. Jessy benar-benar merindukan justin sekarang. Kemana lelaki itu sebenarnya
selama seminggu ini? guma Jessy. Pada akhirnya Jessy memutuskan untuk masuk ke
dalam kamarnya karena udara malam musim dingin malam itu semakin menusuk ke
dalam kulitnya. Gadis itu tertidur membawa segala kesedihan dan kesendiriannya
malam itu dan berharap akan mendapatkan mimpi yang indah.
***
Cahaya matahari pagi masuk ke dalam sela gorden kamar gadis yang masih terlelap
dalam mimpi-mimpinya. Suara ketukan pintu terdengar membangunkan gadis itu dari
tidurnya yang nyenyak.
“Jenny sayang. Bangun sayang.” Ucap Mom Clara membangunkan Putri tunggalnya
tersebut.
“Ehmm.. ya mom, sebentar lagi” Guma Jessy malas-malas masih dengan memejamkan
matanya.
“Makanan sudah siap sayang, dan Dad menunggu mu di bawah untuk makan bersama.”
“Ya mom, Aku akan segera ke bawah setelah mandi”, Jessy bangkit dari kasurnya
dengan malas dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Setelah itu ia pun segera turun ke ruang makan. Di meja makan itu telah duduk
Dad nya yang sedang sibuk membaca Koran sedangkan Mom nya terlihat tengah
mengangkat Pancake dari wajan dan meletakkannya di atas piring Dad nya.
“Good Morning Dad, Mom” sapa Jessy kemudian menghamoiri Dadnya dan mencium pipi
lelaki berusia hampir 40an itu, lelaki itu pun membalas sebuah senyuman kepada
putrid satu-satunya itu yang tengah mendudukan diri di kursinya. Setelah Semua
piring telah terisi dengan Pancake masing-masing Mom Clara pun segera
mendudukan diri di kursinya bergabung dengan yang lain. Sebelum menyantap
makanan mereka melakukan ritual berdoa terlebih dahulu dan setelah itu dalam
hitungan menit kemudian Pancake yang ada di piring itu sedikit-demi sedikit
telah habis di santap oleh mereka semua. Jessy yang terlebih dahulu
menghabiskan makanannya pun segera meletakkan piring kotornya di bak cuci
piring dan mencuci piring itu. Mom Clara masih sibuk menyantap makanannya
sambil memperhatikan putrinya yang tampak murung beberapa hari itu.
“Sayang, Mom menyarankan mu untuk pergi keluar hari ini. Tidak baik terus
mengurung diri di kamar terus menerus. Pergilah melakukan aktifitas remaja mu
seperti biasa. Ajak Jade atau Tristan untuk pergi bersama mu”, Jessy hanya bisa
menatap Mom nya dengan tatapan sedih ketika Mom nya mengucap nama Jade dan
Tristan. Jessy memang tidak menceritakan tentang pertengkarannya dengan kedua
sahabatnya itu. Jessy bahkan tidak pernah menceritakan masalahnya kepada
Momnya. Sesekali ia memang sering bercerita pada Momnya, tetapi hanya tentang
masa-masa bahagianya bersama ketiga sahabatnya dan selebihnya gadis it uterus
memendam semuanya sendirian terkecuali dengan sahabatnya yang selalu mendapat
cerita lengkap kehidupannya.
“Ya Mom, Aku akan keluar bersama mereka nanti”, Dusta gadis itu yang kemudian
pamit kepada kedua orang tuanya untuk kembali ke kamarnya.
Jam telah menunjukkan angka 11. Jessy telah siap dengan baju hangatnya untuk
pergi keluar. Gadis itu tidak mau Momnya tau kalau ia sedang memiliki masalah
dengan Kedua sahabatnya oleh sebab itu ia menuruti Mom nya untuk berjalan-jalan
tapi tentunya tidak dengan kedua sahabatnya. Gadis itu pergi sendirian ke pusat
kota yang ramah. Jalan tampak lebih ramai dari biasanya karena malam nanti
adalah malam natal. Dengan langkah perlahan gadis itu melewati orang-orang yang
berjalana di sepanjang jalan yang ada di pusat kota itu, memasuki beberapa toko
hanya untuk sekedar melihat-lihat atau membeli sesuatu. Sesungguhnya Jessy
memang tidak memiliki tujuan yang pasti, ia hanya ingin tampak terlihat keluar
rumah tanpa memastikan akan pergi kemana, tapi tampaknya ia tidak akan pulang
dengan tangan kosong karena sekarang ia telah membawa beberapa kantong
belanjaan yang berisi kado natal untuk Mom dan Dadnya. Bahkan gadis itu tampak
ikut membeli kado natal Untuk Justin dan kedua sahabatnya meski ia tidak yakin
akan memberikan kado itu saat Natal, atau bahkan tidak akan memeberikannya sama
sekali.
Waktu telah menunjukan lewat tengah hari dan perut gadis itu tampak terasa
lapar sekarang. Jessy pun segera melangkahkan kakinya menuju Café yang biasanya
ia datangi jika pergi bersama temannya. Ia memilih untuk duduk di meja yang
berada di pojok ruangan untuk meminimalisir orang-orang yang akan berlalu
lalang. Tampa berlama-lama lagi gadis itu pun segera memesan beberapa menu yang
memang sudah menjadi langganannya di Café itu. Tanpa perlu menunggu lama menu
yang ia pesan pun telah terhidang di mejanya. Gadis itu memakan makan makanan
yang ia pesan dengan perlahan dengan sesekali menatap keluar jendela yang
berada di sampingnya, memperhatikan keramaian jalan di luar Café. Sekilas
bayangan tentang kebersamaannya dengan ketiga sahabatnya berlalu dalam otaknya,
membuat wajah murung mulai terukir di wajah itu. Ia benar-benar merindukan
sahabatnya itu sekarang. Sudah lama mereka tidak pernah berkumpul bersama-sama
lagi tertawa dan bercanda bersama mereka. Membayangkan semua kegiatan
menyenangkan yang pernah terjadi itu membuat setitik air mata membasahi mata
gadis itu tapi dengan cepat gadis itu menyekatnya. Ia tidak mau menanis
sekarang. Tidak di tempat umum seperti ini.
Jessy pun kemabali menatap makanan di depannya, dan ketia baru saja ia akan
menyantap kembali makanannya sebuah suara sapaan menghentikan aktifitasnya itu.
“Hi.” Jessy menatap ke sumber suara itu dan dalam hitungan detik mata gadis itu
membelalak begitu melihat Jade dan Tristan tengah berdiri di sebelah mejanya.
Air mata yang tadi ia tahan pun kini mengalir begitu saja bersamaan dengan
tubuhnya yang langsung memeluk kedua sahabatnya itu dengan erat. Kedua orang
itu membalas pelukan gadis itu sejenak dan kemudian melepaskannya. Jade menatap
wajah Jessy yang tampak lebih kurus dari biasanya dan gadis itu pun dapat
menemukan kantung mata pada mata gadis itu. Jade hanya bisa mendesis ketika
melihat kekacauan sahabatnya itu karenanya.
“Sudah, sudah, jangan menangis lagi”, ucap Jade sambil mengusap air mata gadis
di depannya itu sedangkan Tristan dengan lembut mengusap kepala Jessy yang
masih memangis itu.
“Aku—aku senang kalian ada di sini. Hiks. Ku kira kalian akan terus menjauhi
ku. Aku tidak bisa jika tidak ada kalian”. Jessy berbicara dengan suara yang
bergetar membuat Jade kembali menenggelamkan gadis itu dalam pelukannya.
“Sudah, kami sudah ada di sini sekarang. Jangan menangis lagi. Kami tidak akan
menjauhi mu lagi.” Jade mengusap punggung Jessy dan membiarkan gadis itu
memangis di pelukannya. Cukup lama mereka terdiam dalam keadaan seperti itu
sampai akhirnya tangisan Jessy berhenti dan gadis itu menarik dirinya dari
pelukan sahabatnya itu.
“Aku membuat baju mu basah” gadis itu berucap dengan polos membuat jade dan
Tristan tertawa. Jessy pun menghapus air matanya dan mempersilahkan Jade dan
Tristan duduk di kursi kosong lainnya yg ada di meja nya. Jade dan Tristan
memanggil pelayan untuk memesan makanan dan begitu selesai mereka pun kembali
menatap ke arah Jessy yang sedang memperhatikan mereka dengan senyuman terukir
di wajah gadis itu.
“Kau tampak Kacau”, Tristan membukan perbincangan dengan mengomentari keadaan
Jessy. Jade mengangguk membenarkan ucapan Tristan tersebut.
“Yah, begitu lah.”
“kau tidak tidur berapa hari?” Tristan kembali berbicara.
“Entah lah, aku tidak mengingatnya, tapi aku mendapatkan tidur yang nyenyak
semalam dan aku merasa lebih baik hari ini”
“Gezz.. kantung mata mu itu tampaknya cukup menjelaskan kalau kamu sudah tidak
tidur selama beberapa malam. Dan.. Ku rasa kau harus lebih banyak makan. Kau
tampak lebih kurus.” Komentar Jade.
“Ternyata pengaruh kita terlalu hebat untuknya” lanjut Tristan dengan nada
humornya membuat Jessy terkekeh.
“Aku senang kalian di sini” ucap jessy dengan senyumannya membuat Jade dan Tristan
menatap ke arahnya. Sedetik kemudian Jade terlihat membuang nafasnya.
“Berterimakasih lah pada sahabat mu yang popular itu.” Jessy mengankat sebelah
alisnya mendengar ucapan Jade tersebut.
“Sahabatku yang popular? Maksudmu… Justin?”, Tanya gadis itu dengan nada
ragu-ragu menyebut nama itu di depan kedua sahabatnya itu.
“Ya” jawab Jade singkat.
“Memangnya ada apa dengan dia?”
“Dia mendatangi kami selama seminggu berturut-turur, memohon untuk memaafkan
mu, dan bahkan dia terus bersumpah dan berjanji untuk tidak akan menyakitimu.
Bahkan dia bilang dia bersedia mendapatkan balasan apa pun dari kami jika ia
menyakiti mu lagi”, jelas Tristan membuat Jassy mengaga mendengar perbuatan
Justin tersebut. Jadi hal itu yang lelaki itu lakukan sehingga menghilang
selama seminggu. Guma Jessy dalam hati.
“Awalnya aku berhasil mengacuhkannya dan membentaknya untuk pulang, tapi dia
tetap bersikukuh bertahan di luar rumah ku, gezz.. parahnya lagi di aterus
mengikutiku ke mana pun aku pergi. Aku memang pernah mengaguminya dulu tapi aku
bisa gila lama-lama jika ia terus melakukan hal itu terhadapku”. Tristan
tertawa mendengar pengungkapan Jade tersebut membuat Jessy ikut tertular
tawanya.
“Jadi…” jessy terdiam tidak melanjutkan ucapannya sambil menatap ke dua sahabat
di depannya bergantian. Trsitan dan jade tampak mengangkat kedua bahunya sambil
tersenyum membuat jessy bingung dengan maksud mereka.
“Kau cukup membaca ini saja.” Tristan
meletakkan sebuah kartu di atas meja membuat lagi-lagi gadis di depannya
kebingungan.
“Apa itu?”, Tanya jessy tanpa menyentuh
kartu yang di letakkan Tristan itu dan hanya memperhatikannya.
“Tidak usah berkomentar lagi dan lekas
baca kartu itu” perintah Jade yang tampak kesal karena gadis di depannya itu
terlalu banyak bertanya. Pada akhirnya jessy pun mengambil kartu itu dan mulai
mebukanya.
To: My Beautiful girl Jessy
I‘ll pick up you at
8 o’clock. Don’t be late! ;)
P.s. I Love You.. xxx
-J-
Membaca isi kartu itu membuat senyum gadis itu terkembang lebar di wajahnya.
Tampaknya pemikiran tentang malam natal yang membosankan akan segera berubah
setelah membaca surat dari Justin itu, bagai mana tidak?! Justin akan mengajak
Jessy berkencan pada malam natal.
“Dan aku juga mendapatkan ini darinya”, Ucap Jade yang meletakkan sebuah kotak
yang terbungkus kertas kado catik dan sebuah pita yang mengikatnya di atas
meja.
“Apa ini?”, Tanya jessy tampak terkejut dengan kotak di hadapannya itu.
“Sudah ku katakana untuk tidak banyak berkomentar. Aku juga tidak tau apa
isinya, jadi coba kau buka saja.” Jessy hanya menggangguk dan kemudian meraih
kotak itu.
“Tapi sepertinya aku akan membukanya di rumah” ucap gadis itu kemudian dengan
wajah bahagianya.
Kemudian mereka pun mulai melakukan
pembicaraan yang seru antara satu sama lain. Banyak cerita yang mereka
ceritakan tentang beberapa hari yang berlalu saat mereka tengah bertengkar.
Saat pembicaraan tampak seru seorang waiters yang membawakan pesanan Jade dan
Tristan datang membuat mereka mengehntikan perbincangan mereka sejanak. Setelah
Waiters itu pergi meninggalkan meja mereka, mereka pun melanjutkan perbincangan
mereka sambil menyantap makanan mereka masing-masing. Hingga tidak terasa waktu
telah menunjukkan sore hari. Sudah 3 jam lebih mereka menghabiskan waktu mereka
untuk saling bercerita di Café itu. Tapi semua itu harus segera berakhir karena
mereka memiliki acara masing-masing setelah ini, terlebih lagi Jessy yang akan
di jemput oleh Justin jam 8 nanti. Gadis itu benar-benar harus merias dirinya
sebaik mungkin sebelum bertemu dengan lelaki itu. Pada akhirnya mereka pun
pamit untuk pulang ke rumah masing-masing.
Jessy sampai di rumahnya pukul 6 tepat.
Wajah gadis itu tampak berseri-seri ketika memasuki rumahnya sambil memeluk
kotak pemberian Justin membuat Mom dan Dad yang melihatnya hanya bisa
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Mom, aku akan pergi dengan Justin mala
mini. Dia akan menjemputku jam 8. Aku boleh pergi kan?”, Tanya Jessy meminta
Izin kepada mom nya.
“Tentu saja saying. Lakukan apa yang
membuat mu senang di malam natal ini. Tapi Mom harap malam nanti kamu bisa
mengajak Justin untuk ikun makan malam bersama di sini.”, Jessy hanya
mengangguk menyetujui ucapan momnya itu sembari memeluk dan mencium pipi wanita
itu dengan sayang.
“Sekarang bersiap lah. Kau harus tampak
cantik malam ini.”, perintah Mom Carla pada anak gadisnya itu. Dan dengan
langkah cepat jessy pun pergi menuju kamarnya membaringkan dirinya di atas
kasurnya sambil memutar-mutar kotak pemberian Justin di atas kasurnya.
“Kira-kira isi nya apa ya?”, Tanya gadis
itu pada diri sendiri. Kemudain dengan perlahan gadis itu pun mulai membuka
bungkus kado cantik yang membungkus kotak tersebut hingga akhirnya terbuka
seutuhnya mebuat gadisi itu dapat dengan jelas melihat isi dari kotak tersebut.
“OMG!” pekik gadis itu saat melihat apa
yang ada di dalam kotak itu. Sebuah gaun cantik berwarna ungu dengan sebuah
high hells berwarna senada tergeletak rapih di dalam kotak itu. Terdapat kartu
juga di dalam kotak itu yang segera di baca oleh Jessy.
To: My Beautiful girl jessy
Kenakan semua itu malam ini
untuk membuat mu lebih cantik. ;)
P.s. I love you
-J-
Lagi-lagi kartu pemberian Justin itu sukses membuat Gadis itu tersenyum-senyum
sendiri bacanya. Lelaki itu benar-benar sangat romantic. Tampaknya Jessy tidak
membutuhkan lagi pangeran khayalan dalam dunia dongeng karena ia telah memiliki
Justin yang tidak kalah hebatnya dari pangeran khayalan dunia khayalan itu.
Setelah lama terdiam dalam dunia khayalannya sendiri gadi itu pun menatap jam
di Iphonenya yang telah menunjukkan pukul 7 lewat, dengan cepat gadis itu pun
segera berlari menuju kamar mandi untuk bersiap. Setelah menit demi menit telah
berlalu untuk mempercantik diri Jessy pun telah siap. Gadis itu tengah berdiri
di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang berbalutkan Dress berwarna ungu
selutut dengan high hell warna senada yang sangat cantik. Gadis itu membiarkan
rambut coklat ikalnya tergerai indah dengan sedikit mengepang beberapa bagian
rambutnya, membuat rambutnya semakin terlihat indah. Jessy tampak tersenyum
menatap dirinya sendiri di depan cermin sampai suara ketokan pintu menghentikan
tindakannya.
“Justin sudah menunggu mu di bawah sayang”, ucap Mom nya dari balik pintu yang
membuat senyum gadis itu bertambah lebar. Dengan cepat gadis itu pun meraih
cardigan dan tas kecilnya dan segera turun ke bawah. Dari tangga Jessy dapat
melihat Justin dengan balutan kaos hitam dan jaket kulit hitamnya yang mebuat
lelaki itu terkesan lebih tampan sedang menatap kagum ke arahnya. Senyuman
terukir di bibir lelaki itu yang kini telah mengulur tangannya kepada Jessy
yang di balas gadis itu dengan menerima uluran tangan itu. Justin membawa Jessy
ke hadapan Mom dan Dad gadis itu dan meminta izin untuk membawa gadis itu pergi
keluar malam itu.
“Aku ingin meminta izin untuk membawa pergi Putri mu keluar malam ini Mr and
Mrs. Jhonson” Justin berucap dengan sangat sopan seperti layaknya orang yang
baru pertama kali bertemu dengan orang tua dari kekasihnya, hal itu sukses
membuat Jessy terkekeh. Mr dan Mrs. Jhonson hanya menjawab dengan senyum dan
anggukan. Setelah mendapat izin dari orang tua Jessy Justin pun mulam mewaba
gadis itu pergi ke suatu tempat di pusat kota. Selama perjalanan Justin tampak
beberapa kali melirik kea rah Jessy yang duduk di sebelahnya kemudian
menyunggingkan senyum manisnya.
“Kau tampak sangat cantik malam ini”, puji lelaki itu yang membuat gadis itu
tersipu.
“Terimakasih untuk sepatu dan gaunnya Justin”, jessy pun mulai membuka
suaranya.
“kau menyukainya? Tampak sangat pas di tubuhmu”
“Sangat! Ini sangat.. Cantik!” Justin hanya tersenyum dan beberapa kali
mengangguk-anggukan kepalanya.
Setelah beberapa lama perjalanan akhirnya Justin pun memarkirkan mobilnya di
parkiran. Kemudial lelaki itu membukakan pintu untuk Jessy dan meraih lengan
gadis itu, menuntunnya menuju tempat yang ia tuju. Sebuah pesta dansa yang
cukup ramai terpampang di hadapan Justin dan Jessy. Jessy hanya bisa menatap
tempat itu dengan muka terkejutnya, tetapi raut bahagia juga dapat terlihat
jelas di wajahnya yang tidak sama sekali menghilangkan senyum di wajahnya.
Justin membawa gadisi itu tepat ketengah-tengah tempat dansa itu dan lelaki itu
mengulurkan tangannya kea rah gadis itu layaknya lelaki yang mengajak untuk
berdansa. Dengan senang hati Jessy pun meraih tanang lelaki itu dan mulai
melingkarkan tangan mungilnya di belakang leher lelaki itu, memeluknya dengan
erat sehingga tidak ada lagi jarak di antara badan mereka. Justin melakukan hal
yang sama dengan melingkarkan lengan kekarnya di pinggang gadis itu dan mereka
mulai menggerakkan badan mereka mengikuti alunan lagu di tempat itu. Mereka
terus berdansa pelan hingga akhirnya mereka telah berdansa tepat di bawah
sebuah daun Mistletoe yang tergantung tepat di atas kepala mereka. Justin
melirik seklias daun itu dan kemudian menatap tepat kea rah gadis di hadapannya
itu. Sedikit demi sedikit jaram antara muka mereka menghilang membuat kini
hidung mereka bersentuhan. Jessy tampak mulai memejamkan matanya saat bibir
lembut Justin menyapu bibir pink mungilnya, memberikan perasaan menggelitik di
perut gadis itu. Gadi itu dapat merasakan Justin tersenyum di dalam ciuman
mereka hingga akhirnya ciuman mereka pun berakhir. Pipi gadis itu bersemu merah
setelah kejadian itu membuat Justin terkekeh menatap gadis di hadapannya itu.
Justin mengusap lembut pipi gadis itu yang dingin karena udara malam itu.
Mereka pun kembali meneruskan dansa mereka hingga akhirnya Justin mengajak
Jessy menuju ke pinggiran tempat tersebut. Lelaki it uterus menatap kea rah
gadis itu dengan senyumannya. Pada akhirnya lelaki itu pun membuka suaranya.
“Ini malam yang Indah, dengan hal Indah di depan ku saat ini” lagi-lagu ucapan
peria itu berhasil membuat pipi gadis itu merah karena tersipu.
“Hal Indah ini benar-benar membuat ku menyesal karena pernah menyia-nyiakan mu.
Aku bersumpah tidak akan pernah mengulang hal bodoh itu lagi. Kau terlalu Indah
untuk di sakiti.” Ucap lelaki itu membuat senyuman kembali terukir di wajah
Jessy.
“Aku tau aku pernah mengatakan ini sebelumnya padamu dan aku mendapatkan
kekecewaan. Mungkin aku akan tersu mengatakan hal ini jika hal itu terjadi lagi
saat ini, tapi aku harap tidak hal itu tidak terjadi.” Lanjut Justin sedangkan
Jessy tetap terdiam mendengarkan lelaki itu hingga menyelesaikan ucapannya itu.
“I love you, I love you with all my heart. It’s hurt when I see you sad and
cry.” Jsutin tampak terdiam sejenak, memberikan jedah dalam kata-katanya.
“Jessica Athena Jhonson, Do you want to be my girlfriend?”
Jessy tampak terdiam setelah mendengar pertanyaan itu kembali terlontar dari
bibir lelaki itu. Gadis itu tampaknya memang sudah tau apa yang akan di
katakana lelaki itu tapi entah kenapa ia tetap merasa terkejut dengan kata-kata
itu. Tapi kali ini tanpa ragu lagi Jessy menganggukan kepalanya dengan yakin
hingga akhirnya menjawab dengan lantang.
“Yes. Yes Justin. I want to be your girlfriend.” Jawaban dari gadis itu
benar-benar sukses membuat nafas lelaki itu terhenti sejenak, membuat lelaki
itu tampak susah payah menarik nafas untum menadatkan oksigen. Tapi kemudian
senyum lebar terkembang di wajah gembira lelaki itu yang kemudian memeluk erat
gadis di hadapannya yang kini telah menjadi miliknya. Justin melepas pelukannya
setelah mengingat seuatu hal yang telah ia siapan untuk gadisnya itu. Dan
dengan cekatan Justin merogoh kantong celananya, mengeluarkan sebuah kotak
kecil berwarna merah dan membuka kotak itu di hadapan gadis itu yang membuat
gadis itu tampak sangat terkejut.
“Ini untuk mu. Aku sudah menyiapkan semua ini lama sekali” ucap lelaki itu yang
kemudain meraih tangan Gadis itu dan memakaikan cincin cantik bertaburkan
permata kecil ke jari manis gadis itu.
“Ini memang bukan cinci mahal, Tapi aku berjanji akan membelikan yang asli
untukmu secepatnya” lanjut lelaki itu yang di teruskan dengan membisikan kata
cinta di telinga gadis itu, membuat air mata bahagia menetes dari mata biru
gadis itu. Kemudian dengan perlahan dan penuh Cinta justin kembali menyatukan
bibirnya dengan bibir gadis yang kini telah menjadi miliknya. Cinta mereka
memang penuh dengan perjuangan. Melawan ego masing-masing untuk saling
mengungkapkan hingga akhirnya kebahagian berhasil mereka raih. Cinta memang
butuh pengorbana dan akan berakhir dengan indah jika kita dapat melewati semua
kerikil yang menghalang. Cinta seperti Rollercoaster yang membuatmu ingin
segera turun dari kereta itu, tetapi jika kau melakukan hal itu makan kamu
tidak akan tau perasaan senang yang akan di dapat dari menaikinya saat kamu
mencoba menikmati perjalanan itu. Dan hal yang terpenting, cinta itu akan indah
pada waktunya.
-The
End-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar