Selasa, 18 Februari 2014

Dear Diary Part 12 (END)





           Beberapa hari telah berlalu setelah malam Promnite. Malam Promnite itu adalah kegiatan terakhir yang di dapan Siswa di kampus sebelum memasuki Libur musim dingin. Seharusnya Jessy merasa senang dengan hal itu, tetapi hal yang terjadi pada gadis itu justru sebaliknya. Kejadian di malam Prom itu membuat Jessy tampak kacau sekarang. Bagai mana tidak, Jessy kehilangan dua sahabatnya pada malam itu. Sahabatnya adalah segalanya untuk gadis itu setelah hal yang terjadi di Kanada dulu. Jessy begitu menghargai persahabatannya dan tidak ingin kehilanagan itu. Tapi kini karena sebuah masalah ia haru kehilangan dua orang yang ia sayangi, Jade dan Tristan. Dua sahabatnya itu menjauhi gadis itu setelah malam itu. Tidak ada message, tidak ada telfon dan bahkan mereka terlihat sangat menghindarinya.
            Jessy memendamkan kepalanya kedalam bantal empuknya dan berteriak kencang di dalam sana. Ia berharap dengan berteriak bisa menghilangkan sedikit rasa sedihnya, tetapi sepertinya hal itu tidak berhasil karena rasa itu tidak juga berkurang dari hatinya. Gadis itu tampak kacau sekarang. Ia tampak puat karena tidak menyentuh makanannya sama sekali sejak semalam, dan di sekitar matanya tampak hitam seperti panda menandakan kalau gadis itu kekurangan waktu istirahatnya. Bagaiamana bisa ia makan dan tidur dengan tenang dengan semua masalah ini.

            Jessy masih dalam posisi yang sama, memendamkan kepalanya ke dalam bantal saat suara ketukan pintu terdengar dari pintu kamarnya. Gadis itu tetap terdiam di posisinya sampai ketukan itu kembali terdengar.

            “Oh Mom, please jangan ganggu aku. Aku tidak lapar dan aku sedang ingin sendirian sekarang”, teriak gadis itu dengan tetap berusaha berbicara sesopan mungkin.

            “Jess”, suara berat dan serak terdengar dari balik pintu itu menyebut nama Jessy. Gadis itu tersentak saat tau siapa pemilik suara itu. Dengan cepat gadisi itu bangkit dari kasurnya dan membuka pintu kamarnya yang langsung di sambut dengan tatapan khawatir dari wajah lelaki di hadapannya. Jessy langsung menghaburkan diri kedalam pelukan lelaki itu yang tengah memegang sepiring makanan. Justin agak kaget dengan tindakan gadis itu yang sangat tiba-tiba, tapi dengan perlahan lelaki itu pun membalas pelukan gadi itu. Justin mengelus lembut punggu Jessy dengan tangan yang tidak memegang piring saat gadis itu mulai terisak dalam pelukannya.

            “Syuuuuut.. sudah jangan menangis. Semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin mereka akan segera kembali padamu.” Hibur lelaki itu dengan lembut. Jessy masih saja terisak membuat Justin memejamkan matanya, merasakan dadanya yang berdesis karena melihat Gadis di depannya sedih. Justin seakan bisa merasakan rasa sakit yang gadi itu rasakan sekarang.
            Justin masih terdiamkan membiarkan Jessy yang terisak di dalam pelukannya hingga dengan perlahan suara isakan itu tidak lagi terdengar. Justin melepaskan pelukannya dan menatap ke wajah pucat gadis di depannya itu. Gadis itu benar benar terlihat sangat kacau dengan rambut ya kusut dan lingkaran hitam di matanya. Dengan perlahan Justin mengusapkan ibu jarinya di pipi gadis itu, mengusap air mata yang membasahi pipi pucat itu.

            “Kau terlihat kacau” Tangan Justin mengelus lembut pipi Jessy.
            “Dan terlihat pucat. Kau harus makan”, lanjut peria itu.
            “Aku tidak lapar justin” tolak Jessy dengan suara lemah.
            “Kau sudah sangat pucat Jes. Kau bisa sakit jika terus menolak untuk makan”
            “Aku baik-baik saja Justin” Dusta gadis itu.
            “Bagai mana bisa kau mengatakan kau baik-baik saja di saat jelas-jelaskau terlihat sangat kacau.” Jessy hanya terdiam mendengar ucapan peria di depannya yang tengah menatapnya khawatir.
            “Ayolah. Sesuap saja. Paling tidak sudah ada makan yang masuk ke lambung mu itu.”, pinta Justin. Jessy membuang nafas berat kemudian hanya bisa menggangguk pasrah. Dia memang paling tidak bisa menolak kemauan Justin sejak dulu. Justin pun menarik Jessy masuk ke dalam kamarnya dan menjatuhkan bokongnya di atas kasur empuk gadis itu setelah menutup pintu kamar. Jessy juga telah berada di atas kasur itu, menyandarkan diri ke kepala ranjang itu. Justin menyodorkan piring yang sejak tadi ia bawa kepada Jessy, tetapi gadis itu hanya teridam menatap piring itu tanpa ada keinginan untuk mengambilnya. Pada akhirnya Justin pun menusuk daging yang ada di piring itu dengan garpu dan mengarahkan daging itu ke mulut Jessy. Gadis itu masih tampak menutup mulutnya sampai akhirnya Justin menatapnya memohon dan gadis itu pun membuka mulutnya, membiarkan Justin menyuapi daging itu ke padanya. Dalam hitungan menit makanan itu pun telah habis di santap oleh Jessy. Justin pun tersenyum menatapp gadis itu yang sudah mau menghabiskan makanannya.

            “Aku punya lagu untukmu.” Justin menarik lengan Jessy agar duduk lebih mendekat dengannya.
            “Lagu untukku? Lagi?”
            “Ya, Pada dasarnya semua laguku memang terinspirasi dari mu. Jadi mau mendengar lagu ku?” Jessy menganggukkan kepalanya sekali dan mulai terdiam membiarkan Justin untuk mulau menyanyi. Lelaki itu tersenyum manis ke arah gadis itu sebelum akhirnya pun mulai membuka suaranya, menyanyikan sebuah bait lagu ciptaannya tanpa satu pun alat musik mengiringinnya. Tapi tanpa alat musik sekali pun lagu itu sudah terdengar indah di telinga Jessy.

“Ah ah ah oh
  Ah ah ah oh

  I always knew you were the best
  The coolest girl i know
  So prettier than all the rest
  The star of my show
  So many time i wished
  You’d be the one for me
  But never knew you’d get like this
  Girl what you do to me

  You’re who i’m thinking of
  Girl you ain’t my runner up
  And no matter what you’re always number one

  My prize possession
  One and only
  Adore ya girl i want ya
  The one i can’t live without
  That’s you that’s you
  You’re my special little lady
  The one that makes me crazy
  Of all the girls i’ve ever know
  It’s you, it’s you
  My favorite, my favorite
  My favorite, my favorite girl
  My favorite girl”

            Justin bernyanyi sambil menunjuk kepada jessy sehingga membuat gadis itu tersipu. Jessy benar benar merasa tersanjung karena lagu yang di nyanyikan Justin. Lagu itu menggambarkan seberapa spesialnya ia untuk Justin.


“You’re used to going out your way
  To impress these Mr. Wrongs
  But you can be yourself with me
  I’ll take you as you are
  I know they said believe in love
  It’s a dream that cant be real
  So girl let’s write a fairytale
  And show’um how we feel

  You’re who i’m thinking of
  Girl you ain’t my runner up
  And no matter what you’re always number one

  My prize possession
  One and only
  Adore ya girl i want ya
  The one i can’t live without
  That’s you that’s you
  You’re my special little lady
  The one that makes me crazy
  Of all the girls i’ve ever know
  It’s you, it’s you
  My favorite, my favorite
  My favorite, my favorite girl
  My favorite girl
  Baby it’s you
  My favorite, my favorite
  My favorite, my favorite girl
  My favorite girl

  You take my breath away
  With verything you say
  I just wanna be with you
  My baby my baby
  Promise to play no games
  Treat you no other way
  Than you deserve ‘cause you’re the girl of my dreams

  My prize possession
  One and only
  Adore ya girl i want ya
  The one i can’t live without
  That’s you that’s you
  You’re my special little lady
  The one that makes me crazy
  Of all the girls i’ve ever know
  It’s you, it’s you

  My prize possession
  One and only
  Adore ya girl i want ya
  The one i can’t live without
  That’s you that’s you
  You’re my special little lady
  The one that makes me crazy
  Of all the girls i’ve ever know
  It’s you, it’s you
  My favorite, my favorite
  My favorite, my favorite girl
  My favorite girl
  My favorite, my favorite
  My favorite, my favorite girl
  My favorite girl”

            Justin baru saja menyelesaikan lagunya. Sambil menyunggingkan senyum lebar di wajahnya lelaki itu menatap tepat ke mata gadis di depannya yang jug melakukan hal yang sama padanya. Tangan Justin meraih tangan lembut Jessy dan menggenggamnya erat seakan tidak ingin kehilangan tangan itu lagi.

            “I love your smile” sebelah tangan lelaki itu menyentuh bibir gadis di depannya itu dengan perlahan. Jari-jarinya berjlan menelusuri selruh bagian dari bibir pink gadis itu.
            “I love your nose, i love your eyes, i love your soft cheek, i love your brown hair” tangan lelaki itu berpindah menyentuh hidung, mengecup sekilas pinggiran mata gadis itu, mengelus lembut pipi gadis itu dan berakhi memilin rambut coklat panjang milik gadis di depannya itu tampa menghilangkan sama sekali senyumnya dari wajahnya. Jessy hanya terdiam mebiarkan lelaki di hadapannya itu melakukan semua itu.

            “I love everything about you” lanjut lelaki itu membuat senyuman di wajah Jessy terukir semakin lebar.
            “Aku tidak mau kehialanganmu lagi hanya karena kebodohan ku. Au tidak mau lagi melihat mu menangis dan terluka karena ku. Aku berjanji akan menjaga mu dan tidak akan melukai mu lagi. Aku bersumpah untuk kali ini aku tidak akan mengingkari janji ku lagi. Sekarang aku telah dewasa, bukan anak kecil yang lugu seperti dulu, yang tidak mengerti makana dari janji sehingga mengingkarinya. Mau kah kamu memberiku kesepatan kedua untuk menepati janji lama ku itu?” Justin mengulurkan jari kelingkinnya ke rah Jessy, menanti gadis itu untuk mengaitkan kelingkinya sebagai tanda janji mereka. Hal seperti itu memang biasa di lakukan anak kecil, tapi apa salahnya jika hal itu juga di lakukan oleh remaja seperti mereka.

            Jessy terdiam menatap jari kelingkin Justin. Gadis itu tamk berfikir sejenak hingga akhirnya senyum kembali terkir di wajahnya dan dengan perlahan gadis itu pun mulai mengaitkan kelingkingnya di kelingking Justin. Ini ke dua kalinya gadis itu melakukan janji jari kelingking setelah yang pertama ketika ia berumur 5 tahun. Melakukan janji dengan orang yang sama dengan umur yang telah berbeda, gadis itu hanya berharap kalau lelaki di depannya itu akan benar-benar terus menepati janjinya itu. Jessy terlalu takut untuk terluka untuk ke dua kalinya, oleh sebab itu ia belum bisa mempercayai lelaki itu sepenuhnya.

            Mereka pun melepas kaitan jari kelingking mereka dan kemudian Justin segera meraih tubuh mungil Jessy dan menenggelamkannya dalam pelukannya yang hangat. Rasa bahagia tidak bisa di tutupi dari wajah peria itu yang terus menerus menyunggingkan senyum bahagianya. Setelah menit dei menit berlalu dalam pelukan Justin, jessy pun akhirnya melepas pelukan lelaki itu dan menatap wajah bahagia lelaki di hadapannya itu. Seakan virus yang menular, senyuman bahagia lelaki itu menular padagadis itu yang kini ikut terus tersenyum. Mereka berdua saling terdiam sambil terus menyunggingkan senyum hingga akhirnya Justin kembali membuka suaranya.

            “Ada yang ingin ku katakan”, ucap lelaki itu yang segera merubah wajahnya menjadi serius membuat Jessy menaikkan sebelah alisnya.
            “Aku tau ini tidak seharusnya ku ucapkan saat kita baru saja kembali bersama setelah semua masalah yang terjadi, tapi jujur aku tidak bisa menahan semuanya lagi.” Jessy hanya terdia mendengarkan setiap kata-kata yang di keluarkan dari mulut lelaki di depannya itu.
            “Aku... sudah lama menyukai mu. Aku tidak tau sejak kapan perasaan ini muncul, tapi aku baru menyadari perasaan ini ketika melihatmu bersama David. Aku kesal, aku.. Cemburu. I Love You Jessica Athena Jhonson, do you want to be my girlfriend?”, pernyataan Justin membuat Jessy sangat kaget. Dia tidak ernah menduga kalau Justin akan memintanya menjadi kekasihnya secepat ini. Di memang tau tentang lelaki itu yang memiliki perasaan yang sama sepertinya hanya saja memintanya mejadi kekasihnya? Bahkan itu belum terfikirkan olehnya, terlebih setelah masalahnya yang terjadi bersama kedua sahabatnya.
            Jessy hanya bisa terdiam tetapi fikirannya saling beradu pendapat. Mungkin jessy akan mengatakan iya dengan cepat jika Justin memintanya ketika di Kanada, tapi sekarang? Gadis itu tapak bimbang. Kedua sahabatnya tidak menyukai jika ia bersama dengan Justin, terebih lagi ia masih belum bisa sepenuhnya percaya dengan lelaki itu.
            Justin masih setia menatap gadis di hadapannya, menanti jawaban yang akan keluar dari mulut gadis itu. Janting lelaki itu sejak tadi berdetak dua kali lebih cepat karena penantian itu. Senyum yang sejak tadi terus terukir di wajah lelaki itu perlahan-lahan menghilang saat melihat gadis di depannya membuang nafas berat. Lelaki itu tidak yakin dengan apa yang akan di katakan gadis itu.

            “Aku... tidak bisa Justin” jawab Jessy dengan suara yang pelan, bahkan terdengar seperti bisikan tetapi cukup terdengar oleh Justin. Wajah sedih dan kecewa tergambar jelas di wajah lelaki itu setelah mendengar jawaban Gadis itu.
            “Kenapa? Apa kamu takut aku akan menyakitimu lagi? Apa kah kamu belum bisa percaya dengan ku? Apa—apa kau tidak percaya dengan janji tadi? ” Justin tidak terima dengan jawaban yang di berikan oleh Jessy itu dan malah memberikan rentetan pertanyaan yang menggambarkan kekecewaannya.
            “Bu—bukan begitu Justin.” Bantah Jessy.
            “Lalu kenapa? Apa memang tidak ada kesempatan untukku memiliki mu? Aku berjanji dengan segenap perasaan ku, aku tidak akan mengecewakan mu, tidak akan menyakitimu lagi.”
            “Aku percaya dengan mu Justin. Aku percaya. Mungkin.. Aku masih sedikit takut, tapi aku mencoba untuk percaya dengan mu. Hanya saja... Kau tau kan kalau.. Kedua sahabat ku tidak suka jika aku bersama mu. Keadaannya tidak tepat.”
            “Apa kau masih mencintai ku? Atau kau hanya menggunakan keadaan ini untuk menolakku karena kau sudah tdak memiliki perasaan apa pun pada ku?” Ucapan Justin itu membuat Jessy yang menundukkan kepalanya sejak tad langsung menatap lelaki itu dengan tatapan terkejut. Kemudian gais itu menggeleng2 kan kepalanya dengan cepat.
            “Tidak! Tidak seperti itu justin! Perasaan ku masih sama seperti sebelumnya, bahkan setelah semua hal yang telah terjadi aku tidak bisa menghilangkan perasaan itu dengan mudah. Aku tidak menggunakan semua ini sebagai alasan untuk menolaknya. Sejujurnya aku mau menjawab ya jika tidak sepert sekarang ke adaannya.” Justin hanya bisa membuang nafas mendengar jawaban Jessy. Paling tidak Gadis itu masih mencitainya, pikir lelaki itu.

            “Aku akan membuktikan pada mereka dan pada mu”, ucap lelaki itu tiba-tiba setelah keheningan yang terjadi beberapa saat. Lelaki itu bangkit dari kasur Jessy.
            “Membuktikan?”
            “Ya, membuktikan. Membuktikan kalau aku sudah berubah, kalau aku berebeda dengan aku yang dulu dan aku tidak akan pernah menyakiti mu lagi.” Justin hanya tersenyum singkat pada Jessy setelah mengatakan hal itu dan perg begitu saja dari kamar gadis itu membuat Jessy hanya bisa terdiam sambil menatap punggung  lelaki itu yang lama kelamaan menjauh dengan heran.

***

            Seminggu telah berlalu semenjak Jessy menolak Justin untuk menjadi kekasih lelaki itu. seminggu itu pula Justin tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya di hadapan Jessy, membuat gadis itu bingung. Terlebih lagi dengan kata-kata terakhir yang di sampaikan lelaki itu padanya.

            “Aku akan membuktikan kalau aku sudah berubah, kalau aku berebeda dengan aku yang dulu dan aku tidak akan pernah menyakiti mu lagi”

            Jessy tidak mengerti dengan maksud dari lelaki itu karena lelaki itu langsung pergi meninggalkannya setelah mengatakan hal itu. Sesungguhnya Jessy ingin sekali menemui lelaki itu, menanyakan maksud dari lelaki itu sekalilgus menghilangkan rasa rindunya karena tidak melihat wajah lelaki itu selama seminggu ini, tetapi Jessy tidak tau alamat tempat tinggal lelaki itu di Paris.

            Jessy tengah Bersandar di pagar berandanya menatap partikel-partikel salju yang turun dari langit malam. Sesekali gadis itu mengulurkan tangannya untuk meraih partikel salju itu agar terjatuh tepat ke atas telapak tangannya, menimbulkan sensasi dingin yang menelusuk ke sela-sela kulit lembutnya. Malam natal sudah dekat dan Jessy merasa tidak ada yang spesial di natal tahun ini, terlebih lagi tanpa kedua sahabatnya. Bahkan Justin pun tidak muncul kembali. Ia benar-benar merasa kesepian sekarang. Jessy membuang nafasnya menimbulkan uap asap tercipta di sekitar mulutnya. Gadis itu melipat tangannya di atas pagar beranda dan meletakkan kepala di atas tangannya itu, memejamkan matanya sambil menghirup udara dingin di malam yang sunyi itu. Stelah beberapa menit terdiam dalam kesunyiannya Jessy pun mulai bersenandung kecil dilanjutkan dengan menyanyikan lagu WhenYou're Gone milik Avril Lavigne.


“I always needed time on my own
  I never thought i’d need you there when i cry
  And the days feel like years when i’m alone
  And the bed where you lie is made up on your side

  When you walk away i count the steps that you take
  Do you see how much i need you right now

  When you’re gone
  The pieces of my heart are missing you
  When you’re gone
  The face i came to know is missing too
  When you’re gone the words i need to hear to always
  get me through the day and make it ok
  I miss you

  I’ve never felt ths way before
  Everything that i do reminds me of you
  And the clothes you left, they lie on the floor
  And they smell just like you, i love the things that you do

  When you walk away i count the steps that you take
  Do you see how much i need you right now

  When you’re gone
  The pieces of my heart are missing you
  When you’re gone
  The face i came to know is missing too
  When you’re gone the words i need to hear to always
  get me through the day and make it ok
  I miss you

  We were made for each other
  Out here forever
  I know we were, yeah
  All i ever wanted was for you to know
  Everything i’d do, i’d give my hert and soul
  I can hardly breathe i need to feel you here with me, yeah

  When you’re gone
  The pieces of my heart are missing you
  When you’re gone
  The face i came to know is missing too
  When you’re gone the words i need to hear to always
  get me through the day and make it ok
  I miss you”

            Begitu menyelesaikan lagu tersebut, dengan tanpa komando air mata gadis itu terjatuh begitu saja, membasahi pipi gadis itu yang telah dingin karena udara malam di musim dingin. Gadis itu benar-benar merindukan dan membutuhkan lelaki itu sekarang, Jessy membuthkan Justin untuk berada di sampingnya, menghiburnya yang tengah kesepian tanpa kedua sahabatnya yg tengah menjauhinya, terlebih lagi Megan telah pulang ke negara asalnya filipina selama liburan musim dingin itu. Jessy benar-benar merindukan justin sekarang. Kemana lelaki itu sebenarnya selama seminggu ini? guma Jessy. Pada akhirnya Jessy memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya karena udara malam musim dingin malam itu semakin menusuk ke dalam kulitnya. Gadis itu tertidur membawa segala kesedihan dan kesendiriannya malam itu dan berharap akan mendapatkan mimpi yang indah.

***

            Cahaya matahari pagi masuk ke dalam sela gorden kamar gadis yang masih terlelap dalam mimpi-mimpinya. Suara ketukan pintu terdengar membangunkan gadis itu dari tidurnya yang nyenyak.

            “Jenny sayang. Bangun sayang.” Ucap Mom Clara membangunkan Putri tunggalnya tersebut.
            “Ehmm.. ya mom, sebentar lagi” Guma Jessy malas-malas masih dengan memejamkan matanya.
            “Makanan sudah siap sayang, dan Dad menunggu mu di bawah untuk makan bersama.”
            “Ya mom, Aku akan segera ke bawah setelah mandi”, Jessy bangkit dari kasurnya dengan malas dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah itu ia pun segera turun ke ruang makan. Di meja makan itu telah duduk Dad nya yang sedang sibuk membaca Koran sedangkan Mom nya terlihat tengah mengangkat Pancake dari wajan dan meletakkannya di atas piring Dad nya.

            “Good Morning Dad, Mom” sapa Jessy kemudian menghamoiri Dadnya dan mencium pipi lelaki berusia hampir 40an itu, lelaki itu pun membalas sebuah senyuman kepada putrid satu-satunya itu yang tengah mendudukan diri di kursinya. Setelah Semua piring telah terisi dengan Pancake masing-masing Mom Clara pun segera mendudukan diri di kursinya bergabung dengan yang lain. Sebelum menyantap makanan mereka melakukan ritual berdoa terlebih dahulu dan setelah itu dalam hitungan menit kemudian Pancake yang ada di piring itu sedikit-demi sedikit telah habis di santap oleh mereka semua. Jessy yang terlebih dahulu menghabiskan makanannya pun segera meletakkan piring kotornya di bak cuci piring dan mencuci piring itu. Mom Clara masih sibuk menyantap makanannya sambil memperhatikan putrinya yang tampak murung beberapa hari itu.

            “Sayang, Mom menyarankan mu untuk pergi keluar hari ini. Tidak baik terus mengurung diri di kamar terus menerus. Pergilah melakukan aktifitas remaja mu seperti biasa. Ajak Jade atau Tristan untuk pergi bersama mu”, Jessy hanya bisa menatap Mom nya dengan tatapan sedih ketika Mom nya mengucap nama Jade dan Tristan. Jessy memang tidak menceritakan tentang pertengkarannya dengan kedua sahabatnya itu. Jessy bahkan tidak pernah menceritakan masalahnya kepada Momnya. Sesekali ia memang sering bercerita pada Momnya, tetapi hanya tentang masa-masa bahagianya bersama ketiga sahabatnya dan selebihnya gadis it uterus memendam semuanya sendirian terkecuali dengan sahabatnya yang selalu mendapat cerita lengkap kehidupannya.
            “Ya Mom, Aku akan keluar bersama mereka nanti”, Dusta gadis itu yang kemudian pamit kepada kedua orang tuanya untuk kembali ke kamarnya.

            Jam telah menunjukkan angka 11. Jessy telah siap dengan baju hangatnya untuk pergi keluar. Gadis itu tidak mau Momnya tau kalau ia sedang memiliki masalah dengan Kedua sahabatnya oleh sebab itu ia menuruti Mom nya untuk berjalan-jalan tapi tentunya tidak dengan kedua sahabatnya. Gadis itu pergi sendirian ke pusat kota yang ramah. Jalan tampak lebih ramai dari biasanya karena malam nanti adalah malam natal. Dengan langkah perlahan gadis itu melewati orang-orang yang berjalana di sepanjang jalan yang ada di pusat kota itu, memasuki beberapa toko hanya untuk sekedar melihat-lihat atau membeli sesuatu. Sesungguhnya Jessy memang tidak memiliki tujuan yang pasti, ia hanya ingin tampak terlihat keluar rumah tanpa memastikan akan pergi kemana, tapi tampaknya ia tidak akan pulang dengan tangan kosong karena sekarang ia telah membawa beberapa kantong belanjaan yang berisi kado natal untuk Mom dan Dadnya. Bahkan gadis itu tampak ikut membeli kado natal Untuk Justin dan kedua sahabatnya meski ia tidak yakin akan memberikan kado itu saat Natal, atau bahkan tidak akan memeberikannya sama sekali.
            Waktu telah menunjukan lewat tengah hari dan perut gadis itu tampak terasa lapar sekarang. Jessy pun segera melangkahkan kakinya menuju Café yang biasanya ia datangi jika pergi bersama temannya. Ia memilih untuk duduk di meja yang berada di pojok ruangan untuk meminimalisir orang-orang yang akan berlalu lalang. Tampa berlama-lama lagi gadis itu pun segera memesan beberapa menu yang memang sudah menjadi langganannya di Café itu. Tanpa perlu menunggu lama menu yang ia pesan pun telah terhidang di mejanya. Gadis itu memakan makan makanan yang ia pesan dengan perlahan dengan sesekali menatap keluar jendela yang berada di sampingnya, memperhatikan keramaian jalan di luar Café. Sekilas bayangan tentang kebersamaannya dengan ketiga sahabatnya berlalu dalam otaknya, membuat wajah murung mulai terukir di wajah itu. Ia benar-benar merindukan sahabatnya itu sekarang. Sudah lama mereka tidak pernah berkumpul bersama-sama lagi tertawa dan bercanda bersama mereka. Membayangkan semua kegiatan menyenangkan yang pernah terjadi itu membuat setitik air mata membasahi mata gadis itu tapi dengan cepat gadis itu menyekatnya. Ia tidak mau menanis sekarang. Tidak di tempat umum seperti ini.
            Jessy pun kemabali menatap makanan di depannya, dan ketia baru saja ia akan menyantap kembali makanannya sebuah suara sapaan menghentikan aktifitasnya itu.

            “Hi.” Jessy menatap ke sumber suara itu dan dalam hitungan detik mata gadis itu membelalak begitu melihat Jade dan Tristan tengah berdiri di sebelah mejanya. Air mata yang tadi ia tahan pun kini mengalir begitu saja bersamaan dengan tubuhnya yang langsung memeluk kedua sahabatnya itu dengan erat. Kedua orang itu membalas pelukan gadis itu sejenak dan kemudian melepaskannya. Jade menatap wajah Jessy yang tampak lebih kurus dari biasanya dan gadis itu pun dapat menemukan kantung mata pada mata gadis itu. Jade hanya bisa mendesis ketika melihat kekacauan sahabatnya itu karenanya.

            “Sudah, sudah, jangan menangis lagi”, ucap Jade sambil mengusap air mata gadis di depannya itu sedangkan Tristan dengan lembut mengusap kepala Jessy yang masih memangis itu.
            “Aku—aku senang kalian ada di sini. Hiks. Ku kira kalian akan terus menjauhi ku. Aku tidak bisa jika tidak ada kalian”. Jessy berbicara dengan suara yang bergetar membuat Jade kembali menenggelamkan gadis itu dalam pelukannya.
            “Sudah, kami sudah ada di sini sekarang. Jangan menangis lagi. Kami tidak akan menjauhi mu lagi.” Jade mengusap punggung Jessy dan membiarkan gadis itu memangis di pelukannya. Cukup lama mereka terdiam dalam keadaan seperti itu sampai akhirnya tangisan Jessy berhenti dan gadis itu menarik dirinya dari pelukan sahabatnya itu.

            “Aku membuat baju mu basah” gadis itu berucap dengan polos membuat jade dan Tristan tertawa. Jessy pun menghapus air matanya dan mempersilahkan Jade dan Tristan duduk di kursi kosong lainnya yg ada di meja nya. Jade dan Tristan memanggil pelayan untuk memesan makanan dan begitu selesai mereka pun kembali menatap ke arah Jessy yang sedang memperhatikan mereka dengan senyuman terukir di wajah gadis itu.

            “Kau tampak Kacau”, Tristan membukan perbincangan dengan mengomentari keadaan Jessy. Jade mengangguk membenarkan ucapan Tristan tersebut.
            “Yah, begitu lah.”
            “kau tidak tidur berapa hari?” Tristan kembali berbicara.
            “Entah lah, aku tidak mengingatnya, tapi aku mendapatkan tidur yang nyenyak semalam dan aku merasa lebih baik hari ini”
            “Gezz.. kantung mata mu itu tampaknya cukup menjelaskan kalau kamu sudah tidak tidur selama beberapa malam. Dan.. Ku rasa kau harus lebih banyak makan. Kau tampak lebih kurus.” Komentar Jade.
            “Ternyata pengaruh kita terlalu hebat untuknya” lanjut Tristan dengan nada humornya membuat Jessy terkekeh.

            “Aku senang kalian di sini” ucap jessy dengan senyumannya membuat Jade dan Tristan menatap ke arahnya. Sedetik kemudian Jade terlihat membuang nafasnya.
            “Berterimakasih lah pada sahabat mu yang popular itu.” Jessy mengankat sebelah alisnya mendengar ucapan Jade tersebut.
            “Sahabatku yang popular? Maksudmu… Justin?”, Tanya gadis itu dengan nada ragu-ragu menyebut nama itu di depan kedua sahabatnya itu.
            “Ya” jawab Jade singkat.
            “Memangnya ada apa dengan dia?”
            “Dia mendatangi kami selama seminggu berturut-turur, memohon untuk memaafkan mu, dan bahkan dia terus bersumpah dan berjanji untuk tidak akan menyakitimu. Bahkan dia bilang dia bersedia mendapatkan balasan apa pun dari kami jika ia menyakiti mu lagi”, jelas Tristan membuat Jassy mengaga mendengar perbuatan Justin tersebut. Jadi hal itu yang lelaki itu lakukan sehingga menghilang selama seminggu. Guma Jessy dalam hati.
            “Awalnya aku berhasil mengacuhkannya dan membentaknya untuk pulang, tapi dia tetap bersikukuh bertahan di luar rumah ku, gezz.. parahnya lagi di aterus mengikutiku ke mana pun aku pergi. Aku memang pernah mengaguminya dulu tapi aku bisa gila lama-lama jika ia terus melakukan hal itu terhadapku”. Tristan tertawa mendengar pengungkapan Jade tersebut membuat Jessy ikut tertular tawanya.
            “Jadi…” jessy terdiam tidak melanjutkan ucapannya sambil menatap ke dua sahabat di depannya bergantian. Trsitan dan jade tampak mengangkat kedua bahunya sambil tersenyum membuat jessy bingung dengan maksud mereka.

            “Kau cukup membaca ini saja.” Tristan meletakkan sebuah kartu di atas meja membuat lagi-lagi gadis di depannya kebingungan.
            “Apa itu?”, Tanya jessy tanpa menyentuh kartu yang di letakkan Tristan itu dan hanya memperhatikannya.
            “Tidak usah berkomentar lagi dan lekas baca kartu itu” perintah Jade yang tampak kesal karena gadis di depannya itu terlalu banyak bertanya. Pada akhirnya jessy pun mengambil kartu itu dan mulai mebukanya.

            To: My Beautiful girl Jessy
                        I‘ll pick up you at 8 o’clock. Don’t be late! ;)
            P.s. I Love You.. xxx
                                                                               -J-

            Membaca isi kartu itu membuat senyum gadis itu terkembang lebar di wajahnya. Tampaknya pemikiran tentang malam natal yang membosankan akan segera berubah setelah membaca surat dari Justin itu, bagai mana tidak?! Justin akan mengajak Jessy berkencan pada malam natal.

            “Dan aku juga mendapatkan ini darinya”, Ucap Jade yang meletakkan sebuah kotak yang terbungkus kertas kado catik dan sebuah pita yang mengikatnya di atas meja.
            “Apa ini?”, Tanya jessy tampak terkejut dengan kotak di hadapannya itu.
            “Sudah ku katakana untuk tidak banyak berkomentar. Aku juga tidak tau apa isinya, jadi coba kau buka saja.” Jessy hanya menggangguk dan kemudian meraih kotak itu.
            “Tapi sepertinya aku akan membukanya di rumah” ucap gadis itu kemudian dengan wajah bahagianya.

            Kemudian mereka pun mulai melakukan pembicaraan yang seru antara satu sama lain. Banyak cerita yang mereka ceritakan tentang beberapa hari yang berlalu saat mereka tengah bertengkar. Saat pembicaraan tampak seru seorang waiters yang membawakan pesanan Jade dan Tristan datang membuat mereka mengehntikan perbincangan mereka sejanak. Setelah Waiters itu pergi meninggalkan meja mereka, mereka pun melanjutkan perbincangan mereka sambil menyantap makanan mereka masing-masing. Hingga tidak terasa waktu telah menunjukkan sore hari. Sudah 3 jam lebih mereka menghabiskan waktu mereka untuk saling bercerita di Café itu. Tapi semua itu harus segera berakhir karena mereka memiliki acara masing-masing setelah ini, terlebih lagi Jessy yang akan di jemput oleh Justin jam 8 nanti. Gadis itu benar-benar harus merias dirinya sebaik mungkin sebelum bertemu dengan lelaki itu. Pada akhirnya mereka pun pamit untuk pulang ke rumah masing-masing.

            Jessy sampai di rumahnya pukul 6 tepat. Wajah gadis itu tampak berseri-seri ketika memasuki rumahnya sambil memeluk kotak pemberian Justin membuat Mom dan Dad yang melihatnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

            “Mom, aku akan pergi dengan Justin mala mini. Dia akan menjemputku jam 8. Aku boleh pergi kan?”, Tanya Jessy meminta Izin kepada mom nya.
            “Tentu saja saying. Lakukan apa yang membuat mu senang di malam natal ini. Tapi Mom harap malam nanti kamu bisa mengajak Justin untuk ikun makan malam bersama di sini.”, Jessy hanya mengangguk menyetujui ucapan momnya itu sembari memeluk dan mencium pipi wanita itu dengan sayang.
            “Sekarang bersiap lah. Kau harus tampak cantik malam ini.”, perintah Mom Carla pada anak gadisnya itu. Dan dengan langkah cepat jessy pun pergi menuju kamarnya membaringkan dirinya di atas kasurnya sambil memutar-mutar kotak pemberian Justin di atas kasurnya.

            “Kira-kira isi nya apa ya?”, Tanya gadis itu pada diri sendiri. Kemudain dengan perlahan gadis itu pun mulai membuka bungkus kado cantik yang membungkus kotak tersebut hingga akhirnya terbuka seutuhnya mebuat gadisi itu dapat dengan jelas melihat isi dari kotak tersebut.
            “OMG!” pekik gadis itu saat melihat apa yang ada di dalam kotak itu. Sebuah gaun cantik berwarna ungu dengan sebuah high hells berwarna senada tergeletak rapih di dalam kotak itu. Terdapat kartu juga di dalam kotak itu yang segera di baca oleh Jessy.

            To: My Beautiful girl jessy
                        Kenakan semua itu malam ini untuk membuat mu lebih cantik. ;)
            P.s. I love you
                                                                                                -J-

            Lagi-lagi kartu pemberian Justin itu sukses membuat Gadis itu tersenyum-senyum sendiri bacanya. Lelaki itu benar-benar sangat romantic. Tampaknya Jessy tidak membutuhkan lagi pangeran khayalan dalam dunia dongeng karena ia telah memiliki Justin yang tidak kalah hebatnya dari pangeran khayalan dunia khayalan itu.
            Setelah lama terdiam dalam dunia khayalannya sendiri gadi itu pun menatap jam di Iphonenya yang telah menunjukkan pukul 7 lewat, dengan cepat gadis itu pun segera berlari menuju kamar mandi untuk bersiap. Setelah menit demi menit telah berlalu untuk mempercantik diri Jessy pun telah siap. Gadis itu tengah berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang berbalutkan Dress berwarna ungu selutut dengan high hell warna senada yang sangat cantik. Gadis itu membiarkan rambut coklat ikalnya tergerai indah dengan sedikit mengepang beberapa bagian rambutnya, membuat rambutnya semakin terlihat indah. Jessy tampak tersenyum menatap dirinya sendiri di depan cermin sampai suara ketokan pintu menghentikan tindakannya.

            “Justin sudah menunggu mu di bawah sayang”, ucap Mom nya dari balik pintu yang membuat senyum gadis itu bertambah lebar. Dengan cepat gadis itu pun meraih cardigan dan tas kecilnya dan segera turun ke bawah. Dari tangga Jessy dapat melihat Justin dengan balutan kaos hitam dan jaket kulit hitamnya yang mebuat lelaki itu terkesan lebih tampan sedang menatap kagum ke arahnya. Senyuman terukir di bibir lelaki itu yang kini telah mengulur tangannya kepada Jessy yang di balas gadis itu dengan menerima uluran tangan itu. Justin membawa Jessy ke hadapan Mom dan Dad gadis itu dan meminta izin untuk membawa gadis itu pergi keluar malam itu.

            “Aku ingin meminta izin untuk membawa pergi Putri mu keluar malam ini Mr and Mrs. Jhonson” Justin berucap dengan sangat sopan seperti layaknya orang yang baru pertama kali bertemu dengan orang tua dari kekasihnya, hal itu sukses membuat Jessy terkekeh. Mr dan Mrs. Jhonson hanya menjawab dengan senyum dan anggukan. Setelah mendapat izin dari orang tua Jessy Justin pun mulam mewaba gadis itu pergi ke suatu tempat di pusat kota. Selama perjalanan Justin tampak beberapa kali melirik kea rah Jessy yang duduk di sebelahnya kemudian menyunggingkan senyum manisnya.

            “Kau tampak sangat cantik malam ini”, puji lelaki itu yang membuat gadis itu tersipu.
            “Terimakasih untuk sepatu dan gaunnya Justin”, jessy pun mulai membuka suaranya.
            “kau menyukainya? Tampak sangat pas di tubuhmu”
            “Sangat! Ini sangat.. Cantik!” Justin hanya tersenyum dan beberapa kali mengangguk-anggukan kepalanya.

            Setelah beberapa lama perjalanan akhirnya Justin pun memarkirkan mobilnya di parkiran. Kemudial lelaki itu membukakan pintu untuk Jessy dan meraih lengan gadis itu, menuntunnya menuju tempat yang ia tuju. Sebuah pesta dansa yang cukup ramai terpampang di hadapan Justin dan Jessy. Jessy hanya bisa menatap tempat itu dengan muka terkejutnya, tetapi raut bahagia juga dapat terlihat jelas di wajahnya yang tidak sama sekali menghilangkan senyum di wajahnya. Justin membawa gadisi itu tepat ketengah-tengah tempat dansa itu dan lelaki itu mengulurkan tangannya kea rah gadis itu layaknya lelaki yang mengajak untuk berdansa. Dengan senang hati Jessy pun meraih tanang lelaki itu dan mulai melingkarkan tangan mungilnya di belakang leher lelaki itu, memeluknya dengan erat sehingga tidak ada lagi jarak di antara badan mereka. Justin melakukan hal yang sama dengan melingkarkan lengan kekarnya di pinggang gadis itu dan mereka mulai menggerakkan badan mereka mengikuti alunan lagu di tempat itu. Mereka terus berdansa pelan hingga akhirnya mereka telah berdansa tepat di bawah sebuah daun Mistletoe yang tergantung tepat di atas kepala mereka. Justin melirik seklias daun itu dan kemudian menatap tepat kea rah gadis di hadapannya itu. Sedikit demi sedikit jaram antara muka mereka menghilang membuat kini hidung mereka bersentuhan. Jessy tampak mulai memejamkan matanya saat bibir lembut Justin menyapu bibir pink mungilnya, memberikan perasaan menggelitik di perut gadis itu. Gadi itu dapat merasakan Justin tersenyum di dalam ciuman mereka hingga akhirnya ciuman mereka pun berakhir. Pipi gadis itu bersemu merah setelah kejadian itu membuat Justin terkekeh menatap gadis di hadapannya itu. Justin mengusap lembut pipi gadis itu yang dingin karena udara malam itu. Mereka pun kembali meneruskan dansa mereka hingga akhirnya Justin mengajak Jessy menuju ke pinggiran tempat tersebut. Lelaki it uterus menatap kea rah gadis itu dengan senyumannya. Pada akhirnya lelaki itu pun membuka suaranya.

            “Ini malam yang Indah, dengan hal Indah di depan ku saat ini” lagi-lagu ucapan peria itu berhasil membuat pipi gadis itu merah karena tersipu.
            “Hal Indah ini benar-benar membuat ku menyesal karena pernah menyia-nyiakan mu. Aku bersumpah tidak akan pernah mengulang hal bodoh itu lagi. Kau terlalu Indah untuk di sakiti.” Ucap lelaki itu membuat senyuman kembali terukir di wajah Jessy.
            “Aku tau aku pernah mengatakan ini sebelumnya padamu dan aku mendapatkan kekecewaan. Mungkin aku akan tersu mengatakan hal ini jika hal itu terjadi lagi saat ini, tapi aku harap tidak hal itu tidak terjadi.” Lanjut Justin sedangkan Jessy tetap terdiam mendengarkan lelaki itu hingga menyelesaikan ucapannya itu.
            “I love you, I love you with all my heart. It’s hurt when I see you sad and cry.” Jsutin tampak terdiam sejenak, memberikan jedah dalam kata-katanya.
            “Jessica Athena Jhonson, Do you want to be my girlfriend?”

            Jessy tampak terdiam setelah mendengar pertanyaan itu kembali terlontar dari bibir lelaki itu. Gadis itu tampaknya memang sudah tau apa yang akan di katakana lelaki itu tapi entah kenapa ia tetap merasa terkejut dengan kata-kata itu. Tapi kali ini tanpa ragu lagi Jessy menganggukan kepalanya dengan yakin hingga akhirnya menjawab dengan lantang.

            “Yes. Yes Justin. I want to be your girlfriend.” Jawaban dari gadis itu benar-benar sukses membuat nafas lelaki itu terhenti sejenak, membuat lelaki itu tampak susah payah menarik nafas untum menadatkan oksigen. Tapi kemudian senyum lebar terkembang di wajah gembira lelaki itu yang kemudian memeluk erat gadis di hadapannya yang kini telah menjadi miliknya. Justin melepas pelukannya setelah mengingat seuatu hal yang telah ia siapan untuk gadisnya itu. Dan dengan cekatan Justin merogoh kantong celananya, mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah dan membuka kotak itu di hadapan gadis itu yang membuat gadis itu tampak sangat terkejut.

            “Ini untuk mu. Aku sudah menyiapkan semua ini lama sekali” ucap lelaki itu yang kemudain meraih tangan Gadis itu dan memakaikan cincin cantik bertaburkan permata kecil ke jari manis gadis itu.
            “Ini memang bukan cinci mahal, Tapi aku berjanji akan membelikan yang asli untukmu secepatnya” lanjut lelaki itu yang di teruskan dengan membisikan kata cinta di telinga gadis itu, membuat air mata bahagia menetes dari mata biru gadis itu. Kemudian dengan perlahan dan penuh Cinta justin kembali menyatukan bibirnya dengan bibir gadis yang kini telah menjadi miliknya. Cinta mereka memang penuh dengan perjuangan. Melawan ego masing-masing untuk saling mengungkapkan hingga akhirnya kebahagian berhasil mereka raih. Cinta memang butuh pengorbana dan akan berakhir dengan indah jika kita dapat melewati semua kerikil yang menghalang. Cinta seperti Rollercoaster yang membuatmu ingin segera turun dari kereta itu, tetapi jika kau melakukan hal itu makan kamu tidak akan tau perasaan senang yang akan di dapat dari menaikinya saat kamu mencoba menikmati perjalanan itu. Dan hal yang terpenting, cinta itu akan indah pada waktunya. 




-The End-






Tidak ada komentar:

Posting Komentar