Minggu, 05 Januari 2014

Dear Diary Part 3

David Henrie as Steven Clark Onson



Tuesday, October 11st 2013
Dear Diary

            Hari ini aku mendapatkan teman baru, seoarang kaka kelas laki-laki bernama Steven Clark Onson. Ka Steven menolongku saat aku sedang di Bully dengan para wanita yang tidak suka dengan aku yang agak semakin dekat dengan Justin. Ya, memang hubungan ku dengan Justin sedikit membaik semenjak aku sering datang ke rumahnya. Dia sudah mau berbicara dengan ku sedikit-sedikit dan dia juga sudah tidak pernah ikut menjelek-jelekan aku di sekolah. Aku senang dengan semua kemajuan itu, tapi itu berarti aku harus menerima jika para gadis yang biasa bersama Justin tidak terima dengan semua hal itu. Dan benilah yang terjadi, aku jadi lebih sering mendapat Bully dari mereka di belakang Justin. Bahkan hari ini para gadis itu mendorng ku ke lantai kantin, menjambak rambutku, menamparku dan bahkan menumpahkan makanan-makanan mereka ke arahku. Aku kotor, basah, kesakitan tapi hanya bisa terdia di tempat hinggak tiba-tiba seseorang menghentikan mereka semua dengan membentak mereka karena sudah sangat keterlaluan dengan ku. Mereka hanya terdiam di bentak orag itu yang teryata kaka kelas bernama Ka Steven. Ka Stevan membawa ku ke UKS untuk mengobat beberapa luka lecet ku karena di dorong oleh para gadis tersebut dan meminjamkan baju ke teman wanitanya di kelas. Di sanalah aku berenalan dengannya, dengan ka Stevn yang sangat baik dan—Tampan. Ah, aku bisa melihat tatapan kesal dari para gadis-gadis tadi karea kesal dn iri dengan ku. :p

***

          Seakin hari semakin buruk saja. Semenjak hubungan ku dengan Justin mulai membaik ara gadis yang biasa bersama Justin tidak bisa menerima semua itu dan mem Bully ku habis-habisan di belakang Justin. Seperti sekarang contohnya, mereka menarikku kasar aku yang tengah maka di kantin sendirian dan mendorongku dengan keras ke lantai. Aku jatuh tersungkur, aku dapat merasakan seluruh badanku terasa remuk. Tidak hanya itu saja yang mereka lakukan, dengan bergantian mereka menjambak rabut panjang ku yang di kepang dan menampar pipiku dengan sangat keras higga terasa panas.
           
            “Kau gadis kampungan seharusnya tau diri, jangan mencoba-coba mendekati Justin kalau tidak begini lah hasilnya. Kau tdak punya kaca di rumah mu hah?! Apa perlu ku belikan yang banyak agar kamu sadar kalau kamu itu SANGAT JELEK!!!”, maki salah satu gadis tepat di depan muka ku sambil menarik kepangan rambutku dengan sangat kasar.
            “Sa—sakit”, lirihku.
            “Sakit?! Kau tau? Bahkan ini semua belum seberapa untuk gadis menjijikkan seperti mu. Girls!!”, lanjut gadis itu sambil memberi isyarat pada gadis-gadis yang lain untuk memberikan nampa berisi makanan dan minuman yg ada di tangan mereka. Aku hanya bisa melongo melihat semua itu. Dan bisa ku tebak dalam hitungan detik nampan berisi makanan itu sudah tumpah keseluruh kujur tubuhku. Ah, bakan tidak hanya satu nampan, tapi 3. Tubuku terasa lenget sekarang.
           
“Aku belum puas, apa ada yg punya minuman lagi?”, tanya gadis d depan ku ini dengan seyuman jahatnya dan terlihat salah seorang temnnya memberikan sebotol jus jeruk kepadanya. Aku hanyya bisa memejamkan mataku pasrah saat gadis itu hendak membuka tutup botol minuman tersebut dan menuangkan minuman itu kepadaku. Tapi belum minuan itu habis seseorang menarik botol tersebut dari gadis jahat tersebut dan melemparnya ke arah lain.

“Kalian semua memang gadis yang tidak mempunyai perasaan!! Beramai-ramai kalian mem Bully gadis lemah hanya karena sebuah kekesalan yang tidak masuk akal. Harusnya kalian yang berkaca!!!”, benta laki-laki itu membuat para gadis-gadis itu terdiam tak bersuara lagi. Tak lama setelah itu laki-laki itu membantukku yang berada di lantai untuk berdiri dan membawaku menjauh dari sana.

“Kau tida apa-apa kan?”, tanya laki-laki yang tidak ku kenal itu yang sedang memapahku. Ah pakaiannya ikut kotor terkena bajuku.
“Thank you, I’m Ok. Hanya sedikit lecet karena terjatuh tadi, dan badan ku sedikit sakit. Tap aku bisa berjalan sendiri, nanti bajumu ikut kotor karena aku.”, aku mencoba melepas rangkulannya.
“It’s ok, aku membawa baju ganti. Aku akan membawamu ke UKS dan meminjamkan baju ganti untukmu kepada teman ku”, ucapnya lembut sabil.
“Tidak apa-apa, tidak usah repot-repot hanya untuk gadis seperti ku”, tolakku tidak mau merepotkan.
“Kau harus mengganti baju mu yang kotr dan basah ini, kalau tida kamu bia sakit dan tidak bsa melanjutkan pelajaran. Aku tidak merasa terepoti oleh mu, lagi pula kita memang harus membantu orang yang sedang kesusahan tanpa melihat siapa orang itu kan.”, aku hanya terdiam, menganggu dan menurutinya yang akan membawaku ke UKS.

Sesampai di UKS dia pun meminta guru kesehatan mengobati luka ku sedangkan dia pergi meminjam pakaian untukku pada temannya. Tidak lama kemudian dia sudah kembali dengan membaw pakaian bersih untukku. Aku pun segera mengganti pakaian ku dengan pakaian itu.

“Kau memang sering di Bully?”, tanyanya begitu aku selesai berganti pakaian.
“I—iya”, jawabku taku-taut. Tapi dia malah tersenyum manis padaku.
“tidak usah takut dengan ku, aku tidak akan mem bully mu seperti yang lainnya. Oh ya, perkenalkan nama ku Steven, Steven Clark Onson. Aku dari kelas 2.1, kamu?”
“Na—ma ku Jessica, Jessica Athena Jhonson, aku dari kelas 1.3
“Kau adik kelaku rupanya, au tidak begitu mengenal adik-adik kelasku tapi aku sering sekali melihat mereka mem bully mu.”
“Aku sudah terbiasa dengan semua itu, aku sudah mersakan semua itu dari—SD kelas 3”, jawabku sambil mengingat awal mula aku mulai di bully.
“Dari SD?”, Ka Steven terdengar kaget mendengar kata-kaya ku.
“yeah, panjang ceritanya”, jawabku singkat.
“Aku heran dengan orang-orang yang suka mencari kesenangan dengan mem bully orang lain, apa mereka tidak punya kesibukan lain sehingga mem bully orang lanin. Emm... apa kamu tidak punya teman dekat”, tanya ka Stevan dan aku hanya menggeleng lemah. Tema? Mungkin dulu ada, tapi sekarang tidak.
“kalau begitu akan menjadi teman mu yang pertama, sebagai teman aku tidak akan membiarkan orang lain mem bully mu”, ucapan ka Steven itu membuat ku kaget sendiri. Dia mau menjadi teman ku? Laki-laki tampan seperti dia mau menjaadi teman ku? Apa dia tidak takut di jauhi? Ya, asal tauh saja, ka Steven sangat tampan. Putih, hidung mancung, bola mata berwarna biru dan senyumnya yg manis. Sangat sempurna jika harus di sandingkan dengan aku yang buruk rupa ini.

“Te—teman?”
“Ya, teman. Kau tidak keberatan kan jika aku menjadi temn mu?”
“Te—tentu saja tidak, justru seharusnya aku yang bertanya seperti itu pada mu”
“Aku sangat tidak keberatan, justru aku senang jika bisa mendapatkan teman seorang adik kelas yang lucu seperti mu.”, lucu? Aku hanya mengerutkan dahi ku begitu mendengar kata lucu darinya. Tidak lama bunyi bel tanda masuk pelajaran terdengar.

“Sepertinya aku sudah harus kembali ke kelas. Jaga dirimu ya adik kecil, bilang pada ku jika kamu di ganggu oleh para gadis tdak berperasaan itu lagi. Dan ini no telfon ku yang bisa kau hubungi.”, Ka Steven memberikan selemabr kertas kecil bertuliskan no teleponnya. Laluu dia menggelus kepalaku sambil tersenyum manis dan pergi menuju kelasnya di susul aku yang juga pergi menuju ke kelas ku.

***

Thursday, October 28th 2013
Dear Diary

            Semenjak kedatangan ka Steven kehidupku aku tidak pernah lagi mendapatkan Bully dari gads-gadis di sekolah. Hidupku perlahan-lahan menjadi damai. Tapi—semenjak itu juga Justin kemabali menjauh dari ku. Aku tdak tau kenapa? Dia kembali sedingin dan secue dulu. Itu semua teradi setlah Justin tau kalau aku dekat dengan Ka Steven. Tidak mungkin kan dia cemburu dengan ka Steven? Ya tidak mungkin. Justin tidak mempunyai perasaan apa pun padaku adi mana mungkin dia cemburu. Ah.. aku memang tidak pernah mengerti dengan jalan fikiran Justin, baru saja hubungan kami membaik dan sekarang sudah kembali seperti awal lagi, bedanya bahkan sekarang dia tidak mau berbicara dan melihat ku sama sekali. Setiap aku datang ke rumahnya dia selalu tidak ada di rumah atau terkadang hanya berdiam diri di kamar memainkan Xbox nya. Aku rindu suaranya, aku rindu senyum simpulnya, aku rindu tawanya. Baru saja aku dapat mendengar semua itu kembali tapi sekarang semua itu telah kembali menghilang darikku. Ada apa dengan mu Justin?tidak tau kah kamu kalau aku merindukan mu? Tidak pernah kah kau tau kalau begitu menyakitkan saat kamu mencoba menghindariku? Aku mencintai mu Justin Drew Bieber..

***

Hari berjalan begitu tenang dan damai hari ini, itu semua karena ka Steven yang selalu bersama ku. Bahkan setiap istirahat siang kami selalu berjanji bertemu di kantin untuk makan bersama seperti hari ini, aku tengah makan di kantin bersama ka Steven. Kedekatan ku dengan ka Steven ini sebenarnya telah menimbulkan gosip kalau kami berpacaran,tapi pada nyatanya kami hanya berteman. Ka Steven sudah ku anggap seperti kaka ku sendiri yang selalu menjaga dan menemani ku.

Aku mengaduk-aduk makananku sambil melamun. Melamunkan tentang sikap Justin padaku beberaa hari ini. Baru saja aku senang karena bisa kembali berbcara dengannya tapi sekarang Jstin sudh kembali ke sifat awalnya yang dingin padaku, bahkan lebih parah, dia menghindar dariku. Tiba-tiba sebbuah tepukan di bahu mengagetkan ku yang tengah melamun ini.

“Hei, kenapa kamu melamun saja? Apa kamu sedang ada masalah?”, tanya ka Stevan yg membuatku tersadar dari lamunanku.
“ah—oh—Ti—tidak. I’m ok.”
“lantas kenapa sejak tadi kamu hanya terdiam sambil terus mengaduk-aduk makanan mu. Ada yg sedang kamu fikirkan?”, tanyanya lagi.
“Aku mau bertanya padamu. Kalau seandainya kamu punya teman lama yang sudah lama tidak pernah berbicara dan hubungan mu telah membaik tidak lama ini dengannya tapi beberapa  lama kemudian setelah kamu mendapatkan teman baru yang berbeda jenis kelamin dia malah kembali ke sifat awalnya yg dingin dan parahnya dia menjauhi mu, itu kenapa?”
“Tergantung, Teman lama mu itu sama atau berbeda jenis keamin dengan mu. Kalau teman lama mu memiliki jenis kelamin yang saa dengan mu  mungkin dia merasa di tinggalkan oleh mu, tapi kalau berbeda jenis kelamin dengan mu mungkin dia cemburu dengan teman baru mu itu”, jawab ka Steven sedangkan aku hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala ku tanda mengerti. Tapi aku tidak percaya kalau Justin cemburu denganku. Atas dasar apa dia cemburu sedangkan dia tidak mepunyai perasaan pada ku. Ah aku jadi bingung sendiri.

Tidak lama Bel tanda masuk kelas terdengar. Aku dan ka Steven pun berpisah dan pergi menuju kelas masing-masing. Di perjalan menuju kelas aku berpapasan dengan Justin yang sedang berjalan menuju kelasnya yang berbeda arah dengan ku. Aku berrhenti tepat di depannya, menghalangi langkahnya untuk pergi menuju kelas.

“Justin”, panggilku dengan suara kecil tai dia hanya terdiam dengan muka datarnya.
“J”, panggilku lagi dengan suara lebih kencang.
“Bisa kah kamu minggir dari jalan ku? Aku tidak mau terlambat di pelajaran selanjutnya hanya karena kamu yang menghhalangiku”, ucapnya dingin. Aku hanya bisa menunduk dan menggeser tubuh ku untuk memberi jalan padanya. Justin pun berlalu begitu saja melewatiku tanpa berkata apa-apa lagi.

***
Wednesday, November 3rd 2013
Dear Diary

            Hari ini adalah hari yang aku benci. Setelah hari-hari damai yang kulewati ku kira gadi-gadis itu tidak akan pernah mengusikku lagi tapi ternyata mereka justru mempunnyai dendam yang lebih besar padaku. Ya mereka menungguku hingga sendirian dan mereka kembali membully ku, mengancamku untuk tidak mengatakan kepada Ka Steven tentang hal itu. Yah tapi sebelum mereka ancam pun aku memang tidak pernah berani mengadu. Bahkan sampai sekarang aku tidak pernah bercerita kepada Mom dan Dad kalau aku terkena Bully di sekolah. Yah mereka tidak perlu tau, cukup aku yang menanggung semua ini, aku tidak mau membuat mereka khawatir. Lagi pula aku tidak mau sampai di pindahkan sekolah jika Mom dan Dad tau aku di Bully, akku belum siap untuk berpisah dari Justin.
            Gadis-gadis itu membully penuh dengan kekesalan, aku bisa terima semua itu. Tapi aku tidak bisa terima saat mereka menemukan kalung yang memang selalu ku pakai yang ku semunyikan di balik bajuku, mereka merampas kalung itu dengan kasar. Bahkan saat tau kalung itu sangat berharga untukku mereka malah membuang kalung itu ke tempat sampah. Tentu saja aku mengorek tempat sampah itu untuk mendapatkan kalung itu kembali dan mereka hanya sibuk mentertawakan ku. Tidak hanya itu saja, saat kalung itu berhasil ku temukan mereka kembali merampas kalung itu dan mau merusaknya tapi saat itu Justin melewati mereka dan tidak sengaja menabrak gadis yg sedang memegangkalungku dan membuat kalung itu jatuh tepat di kaki Justin. Justin memunggutnya tapi sebelum dia melihat dengan jelas kalung itu aku berhasil mengambilnya dan segera pergi. aku melihat ekspresi terakhir Justin saat itu, tatapannya seperti mengintrogasi ku.

***

            Bel tanda Istirahat siang baru saja berbunyi membuat seluruh murid di kelas berteriak senang, aku pun segera membereskan buku-buku pelajaran ku. Seperti biasa, istiraha siang ini akan ku habiskan bersama KaSteven, yah lagi pula aku memang tidak punya teman lain selain ka Steven. Begitu selesai membereskan buku-buku pelajaran ku, aku pun melangka keluar kelas. Sebelum menuju kantin aku berencana pergi ke perpus dahulu untuk mengembalikn buku yang ku pinjam beberapa hari lalu. Lorong-lorong terlihat lenggang, semua murida pasti sedang mengantri makanan di kantin. Aku terus berjalan melangkah menuju perpus yang berda di ujung gedung sekolah ini. Tiba-tiba sekelompok gadis menghalangikku dan mengitariku. Aku kenal gadis-gadis itu, tentu saja mereka adaah gadi-gadis yang biasa mem bully ku. Aku kira mereka tidak akan pernah mengganggu hidupku lagi, tapi ternyata mereka muncul lagi dan akku tentu tau apa yang akan mere lakukan padaku. Ya, mereka kembali membully ku di lorong yang sepi ini. Mereka mem bully ku dengan penuh kekesalan yang sepertinya telah lama mereka pendam. Aku habis di tangan mereka. Mereka menendang, menjambak, menampar, memukul, mendorong, mencaci makiku. Bahkan mereka mengancamku untuk tidak mengadu pada Ka Steven. Ah tentu saja itu tidak akan ku lakukan, aku pudan gadis pengadu seperti yang mereka kira.
            Mereka terus melakukan segala tindak kekasaran padaku, sedangkan aku hanya bisa pasrah menerima semua itu. Ini memang sudah jalan takdirku.

            “jangan mentang-mentang Ka Steven mau menjadi teman mu kamu jadi besar kepala, pasti ka Stevan hanya melakukan itu karena mendapatkan taruhan dar temannya. Kalau tidak maa mau dia berteman denggan gadis cupu seperti mu!!”, ucap salah satu gadis yang bisa kutebak adalah ketua dari para gadis-gadis itu.
“Ka Steven tidak seperti itu, dia baik”, balasku tidak terima dengan ucapan mereka.
“Oh rupanya kamu sudah berani menjawab!”
“Bu—bukan begitu maksud-”, belum sempat aku melanjtkan omongan ku gadis itu telah mendorongku dengan kencang ke tembok dan membuatku langsung tersungkur. Kalung kesayangan ku dari Justin yang ku sembunyikan keluar dari balik baju ku

“Woah, rupanya kamu memiliki kalung juga. Gadis kampungan seperti kamu ternyata memakai perhiasan juga. Tapi sayangangnya spertinya kalung itu tidak cocok berada di lehermu!”
“Ja—jangan!!!!”, kalungku di copot begitu saja dari leherku degan paksa membuat pengait kalung itu rusak.
“ohhh sepertinya ini kalung yang berharga untukmu? Seberapa berharganya kah kalung ini sampai kamu mau mengambilnya dari—ups jatuh ke tong sampah deh. Hahaha...”, gadis itu membuang kalung itu ke sebuah tongsampah yang agak besar berisi sampah-sampah basah. Kalung satu-satunya kenangan yang kumiliki dari Justin. Dengan cepat aku mencoba mengorek sampah-sampah itu untuk mengambil kembali kalung tersebut. aku tidak perduli kalau tangan ku akan kotor karena sampah-sampah yang ada di tong itu, aku hanya mau kalung berhargaku kebali. Gadis-gadis itu hanya tertawa sambil menjelek-jelekkan ku sedang aku terus mengorek sampah itu hingga akhirnya aku berhasi menemukan kalungku. Tapi baru saja aku menggenggamnya kalung itu telah kembali di rampas oleh gadis itu.

“hebat juga rupanya kamu bisa menemukan kalung ini dari dalam sana. Kau benar-benar cocok menjadi seorang tukang sampah. Hahaha...”
“please.... give my necklace back”, pinta ku.
“Kamu mau kalung ini kembali? Enak saja!! Tidak segampang itu, aku mau lihat apa kamu bisa menemukan kalung ini kembali jika aku melemparnya keluar gedung”, gadis itu bersiap-siap akan melemar kalungku keluar kaca yang menuju ke kebun di luar sekolah. Oh tuhan tolong aku sekali saja! Air mata ku mengalir melewati kedu pipiku. Baru kali ini aku menangis saat mereka bully, aku tidak pernah menangis di depan mereka sebelumnya. Tapi ini semua karena kalung kesayangan ku, aku tidak mau kehilangan kalung itu.
Baru saja gadis itu akan melempar kalung ku itu, tiba-tiba seseoranng dari belakangnya menabrak gadis tersebut mebuat kalung ku jatuh dari genggamannya tepat menuju ke kaki sang penabrak yg ternyata adalah Justin.

“Ups Sory girl”, ucap Justin pada gadis itu. Begitu justin melihat keseliling dia baru menyadari keberadaanku yang tengah menangis. Dia langsung kembali memasang ekspresi dnginnya di depanku.
Saat akan berjalan Justin baru menyadari kalau ada sebuah benda di samping kakinya, dia pun menunduk untuk meihat benda apa yg ada di sebelah kakinya itu. Dia terlihat terdiam sebentar memphatikan benda di sebelah kakinya yang ternyata adalah sebuah kalung. Justin memungutnya dan baru saja akan melihat dengan jelas kalungkku ketika aku dengan cepat merebut kalung itu dari tangannya. Justin kembali menatapku dengan ekspresi yang seperti bertanya sesuatu. Aku hanya menatapnya nanar sambil menggeleng pelan dan segera berlari pergi dari sana. Di fikiran ku sekarang adalah apakah Justin menyadari akan kalung itu atau tidak, tapi dari tatapannya tadi itu...

***

            Aku baru saja keluar dari lab bologi yg berada di sebelah perpustakaan. Aku orang terakhir yang keluar dari lab ini. Aku terkena hukuman membereskan Leb karena ketahuan mendengarkan musik dengan headphones saat kelas Biologi berlangsung. Karena hukuman itu pula aku jadi telat untuk makan di kantin, aku pasti hanya mendapat jatah makanan sisa hari ini, Sial!
            Aku berjalan menyusuri lorong yang sepi menuju sambil tetap mendengarkan musik dengan headphones ku. Lorong begitu lenggang, tidak terlihat ada satu anakpun melintas di sini. Yah mungkin karena lab Biologi yg berada di pojok gedung terpisah dari kelas lainnya sedakan hanya aa prpustakaan di sebelah lab, siapa orang yang mau datang ke perpustakaan kalau tidak ada perlu atau seorang kutu buku. Aku berjalan sambil terus  memainkan Iphone ku, mencari-cari lagu yang enak untuk ku dengarkan dan juga membalas sms dari Chaz dan yang lainnya. Aku berjalan tanpa memperhatikan di depanku hhingga tiba-tiba aku menabrak seseorang di depanku dengan cukup keras. Begitu aku dongakan kepalaku ternyata aku menabrak salah seorang gadis yang biasanya mengikutiku.

            “Ups sory girl”, ucapku. Tapi ekspresi gadis itu justru terlihat takut-takut saat melihat ku. Bagitu aku melihat keseliling aku baru menyadari keberadaan gadis-gadis lainnya dan—Jessy yang sedang menangis. Ah lagi-lagi gadis-gadis ini mem bullynya. Kemana kaka kelas kesayangannya yang selalu bersamanya itu. Tidak tau kah dia kalau Jessy sudah menjadi sasaran gadis-gadis ini. Bodoh karena dia dengan amannya meninggalkan Jessy sendirian. Beini lah hasilnya, kembali di bully.
            Aku menatap kearah Jessy dengan ekspresi dinginku. Aku kesal dengannya, aku cem—buru. Tunggu! Cemburu? Tidak akku tidak cemburu padanya, aku hanya kesal meliahat dia dekat dengan kaka kelas itu, Aku kesal saat mendengar gosip kalau dia berpacaran dengan kaka kelas itu. Aku kesal dan aku tidak mau melihat mukanya lagi. Gadis yang ku kira polos ternyata sama saja seperti gadis-gadis lainnya. Aku pun memutuskan untuk segera pergi dari sana, tapi begituaku mau melangkah aku merasakan ada sebuah benda yang terjatuh di bawah kaki ku. Aku menunduk untuk elihat benda apa yang berada di dekat kaki ku.

“Sebuah kalung”, guma ku dalam hati. Aku mencoba memperatikan kalung yang terjatuh itu. Aku seperti mengenalnya. Aku pun memungut kalung tersebut, tapi baru saja aku akan melihat kalung itu Jessy segera erebut kalung itu dari tanganku. Kalung itu miliknya? Tu—tunggu, kalung itu berbandul “JJ”? aku tidak salah lihat, kalung itu benar berbandul “JJ”. Jessy masih menyimpan kalung pemberian ku dulu? Aku mencoba memastikan semua itu dengan menatap Jessy dengan tatapan ‘apa benar itu Kalung yang dulu aku berikan’. Tapi jessy hanya membalas tatapanku dengan nanar sambil kemudian menggeleng pelan dan pergi meninggalkan ku begitu saja. Aku hanya bisa terdiam di tempat, hingga gadis-gadis di sebelah ku mulai membuka suaraya kembali.

“Gezzz... berani sekali dia merebut kalung itu begitu saja dari tangan mu”
“Itu kalungnnya?”, tanya ku tiba-tiba pada gadis tersebut.

“Ya, Sepertinya itu kalung kesayangannya. Dia sampai menangis karena aku mau membuang kalunng itu, bahkandia mengorek sampah hanya demi kalung murahan seperti itu. Hanya sebuah kalung berbandul “JJ”, apa yang berharga dari sana.”, ucap gadis itu membuatku semakin yakin kalau itu adalah kalung pemberianku dulu. Tunggu dulu? Apa benar dia menangis dan mengorek tong sampah hanya karena kalung itu? Apa kalung itu begitu berharga untuknya? Kalung yang hanya ku beli di pinggir jalan ketika kecil dulu. Oh Jessy, aku benar-benar tidak bisa mengerti dirimu yang sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar