David Henrie as Steven Clark Onson
Tuesday, October 11st 2013
Dear Diary
Hari ini
aku mendapatkan teman baru, seoarang kaka kelas laki-laki bernama Steven Clark
Onson. Ka Steven menolongku saat aku sedang di Bully dengan para wanita yang
tidak suka dengan aku yang agak semakin dekat dengan Justin. Ya, memang
hubungan ku dengan Justin sedikit membaik semenjak aku sering datang ke
rumahnya. Dia sudah mau berbicara dengan ku sedikit-sedikit dan dia juga sudah
tidak pernah ikut menjelek-jelekan aku di sekolah. Aku senang dengan semua kemajuan
itu, tapi itu berarti aku harus menerima jika para gadis yang biasa bersama
Justin tidak terima dengan semua hal itu. Dan benilah yang terjadi, aku jadi
lebih sering mendapat Bully dari mereka di belakang Justin. Bahkan hari ini
para gadis itu mendorng ku ke lantai kantin, menjambak rambutku, menamparku dan
bahkan menumpahkan makanan-makanan mereka ke arahku. Aku kotor, basah,
kesakitan tapi hanya bisa terdia di tempat hinggak tiba-tiba seseorang
menghentikan mereka semua dengan membentak mereka karena sudah sangat
keterlaluan dengan ku. Mereka hanya terdiam di bentak orag itu yang teryata
kaka kelas bernama Ka Steven. Ka Stevan membawa ku ke UKS untuk mengobat
beberapa luka lecet ku karena di dorong oleh para gadis tersebut dan
meminjamkan baju ke teman wanitanya di kelas. Di sanalah aku berenalan
dengannya, dengan ka Stevn yang sangat baik dan—Tampan. Ah, aku bisa melihat
tatapan kesal dari para gadis-gadis tadi karea kesal dn iri dengan ku. :p
***
Seakin hari semakin buruk saja. Semenjak hubungan ku dengan Justin mulai
membaik ara gadis yang biasa bersama Justin tidak bisa menerima semua itu dan
mem Bully ku habis-habisan di belakang Justin. Seperti sekarang contohnya,
mereka menarikku kasar aku yang tengah maka di kantin sendirian dan mendorongku
dengan keras ke lantai. Aku jatuh tersungkur, aku dapat merasakan seluruh
badanku terasa remuk. Tidak hanya itu saja yang mereka lakukan, dengan
bergantian mereka menjambak rabut panjang ku yang di kepang dan menampar pipiku
dengan sangat keras higga terasa panas.
“Kau gadis kampungan seharusnya tau diri, jangan
mencoba-coba mendekati Justin kalau tidak begini lah hasilnya. Kau tdak punya
kaca di rumah mu hah?! Apa perlu ku belikan yang banyak agar kamu sadar kalau
kamu itu SANGAT JELEK!!!”, maki salah satu gadis tepat di depan muka ku sambil
menarik kepangan rambutku dengan sangat kasar.
“Sa—sakit”, lirihku.
“Sakit?! Kau tau? Bahkan ini semua belum seberapa untuk
gadis menjijikkan seperti mu. Girls!!”, lanjut gadis itu sambil memberi isyarat
pada gadis-gadis yang lain untuk memberikan nampa berisi makanan dan minuman yg
ada di tangan mereka. Aku hanya bisa melongo melihat semua itu. Dan bisa ku
tebak dalam hitungan detik nampan berisi makanan itu sudah tumpah keseluruh
kujur tubuhku. Ah, bakan tidak hanya satu nampan, tapi 3. Tubuku terasa lenget
sekarang.
“Aku belum
puas, apa ada yg punya minuman lagi?”, tanya gadis d depan ku ini dengan
seyuman jahatnya dan terlihat salah seorang temnnya memberikan sebotol jus
jeruk kepadanya. Aku hanyya bisa memejamkan mataku pasrah saat gadis itu hendak
membuka tutup botol minuman tersebut dan menuangkan minuman itu kepadaku. Tapi
belum minuan itu habis seseorang menarik botol tersebut dari gadis jahat
tersebut dan melemparnya ke arah lain.
“Kalian semua
memang gadis yang tidak mempunyai perasaan!! Beramai-ramai kalian mem Bully
gadis lemah hanya karena sebuah kekesalan yang tidak masuk akal. Harusnya
kalian yang berkaca!!!”, benta laki-laki itu membuat para gadis-gadis itu
terdiam tak bersuara lagi. Tak lama setelah itu laki-laki itu membantukku yang
berada di lantai untuk berdiri dan membawaku menjauh dari sana.
“Kau tida
apa-apa kan?”, tanya laki-laki yang tidak ku kenal itu yang sedang memapahku.
Ah pakaiannya ikut kotor terkena bajuku.
“Thank you,
I’m Ok. Hanya sedikit lecet karena terjatuh tadi, dan badan ku sedikit sakit.
Tap aku bisa berjalan sendiri, nanti bajumu ikut kotor karena aku.”, aku
mencoba melepas rangkulannya.
“It’s ok, aku
membawa baju ganti. Aku akan membawamu ke UKS dan meminjamkan baju ganti
untukmu kepada teman ku”, ucapnya lembut sabil.
“Tidak
apa-apa, tidak usah repot-repot hanya untuk gadis seperti ku”, tolakku tidak
mau merepotkan.
“Kau harus
mengganti baju mu yang kotr dan basah ini, kalau tida kamu bia sakit dan tidak
bsa melanjutkan pelajaran. Aku tidak merasa terepoti oleh mu, lagi pula kita
memang harus membantu orang yang sedang kesusahan tanpa melihat siapa orang itu
kan.”, aku hanya terdiam, menganggu dan menurutinya yang akan membawaku ke UKS.
Sesampai di
UKS dia pun meminta guru kesehatan mengobati luka ku sedangkan dia pergi
meminjam pakaian untukku pada temannya. Tidak lama kemudian dia sudah kembali
dengan membaw pakaian bersih untukku. Aku pun segera mengganti pakaian ku
dengan pakaian itu.
“Kau memang
sering di Bully?”, tanyanya begitu aku selesai berganti pakaian.
“I—iya”,
jawabku taku-taut. Tapi dia malah tersenyum manis padaku.
“tidak usah
takut dengan ku, aku tidak akan mem bully mu seperti yang lainnya. Oh ya,
perkenalkan nama ku Steven, Steven Clark Onson. Aku dari kelas 2.1, kamu?”
“Na—ma ku Jessica, Jessica Athena Jhonson, aku dari kelas 1.3”
“Kau adik
kelaku rupanya, au tidak begitu mengenal adik-adik kelasku tapi aku sering
sekali melihat mereka mem bully mu.”
“Aku sudah
terbiasa dengan semua itu, aku sudah mersakan semua itu dari—SD kelas 3”,
jawabku sambil mengingat awal mula aku mulai di bully.
“Dari SD?”, Ka
Steven terdengar kaget mendengar kata-kaya ku.
“yeah, panjang
ceritanya”, jawabku singkat.
“Aku heran
dengan orang-orang yang suka mencari kesenangan dengan mem bully orang lain,
apa mereka tidak punya kesibukan lain sehingga mem bully orang lanin. Emm...
apa kamu tidak punya teman dekat”, tanya ka Stevan dan aku hanya menggeleng
lemah. Tema? Mungkin dulu ada, tapi sekarang tidak.
“kalau begitu
akan menjadi teman mu yang pertama, sebagai teman aku tidak akan membiarkan
orang lain mem bully mu”, ucapan ka Steven itu membuat ku kaget sendiri. Dia
mau menjadi teman ku? Laki-laki tampan seperti dia mau menjaadi teman ku? Apa
dia tidak takut di jauhi? Ya, asal tauh saja, ka Steven sangat tampan. Putih,
hidung mancung, bola mata berwarna biru dan senyumnya yg manis. Sangat sempurna
jika harus di sandingkan dengan aku yang buruk rupa ini.
“Te—teman?”
“Ya, teman.
Kau tidak keberatan kan jika aku menjadi temn mu?”
“Te—tentu saja
tidak, justru seharusnya aku yang bertanya seperti itu pada mu”
“Aku sangat
tidak keberatan, justru aku senang jika bisa mendapatkan teman seorang adik
kelas yang lucu seperti mu.”, lucu? Aku hanya mengerutkan dahi ku begitu
mendengar kata lucu darinya. Tidak lama bunyi bel tanda masuk pelajaran
terdengar.
“Sepertinya
aku sudah harus kembali ke kelas. Jaga dirimu ya adik kecil, bilang pada ku
jika kamu di ganggu oleh para gadis tdak berperasaan itu lagi. Dan ini no
telfon ku yang bisa kau hubungi.”, Ka Steven memberikan selemabr kertas kecil
bertuliskan no teleponnya. Laluu dia menggelus kepalaku sambil tersenyum manis
dan pergi menuju kelasnya di susul aku yang juga pergi menuju ke kelas ku.
***
Thursday, October 28th 2013
Dear Diary
Semenjak kedatangan ka
Steven kehidupku aku tidak pernah lagi mendapatkan Bully dari gads-gadis di
sekolah. Hidupku perlahan-lahan menjadi damai. Tapi—semenjak itu juga Justin
kemabali menjauh dari ku. Aku tdak tau kenapa? Dia kembali sedingin dan secue
dulu. Itu semua teradi setlah Justin tau kalau aku dekat dengan Ka Steven.
Tidak mungkin kan dia cemburu dengan ka Steven? Ya tidak mungkin. Justin tidak
mempunyai perasaan apa pun padaku adi mana mungkin dia cemburu. Ah.. aku memang
tidak pernah mengerti dengan jalan fikiran Justin, baru saja hubungan kami
membaik dan sekarang sudah kembali seperti awal lagi, bedanya bahkan sekarang
dia tidak mau berbicara dan melihat ku sama sekali. Setiap aku datang ke
rumahnya dia selalu tidak ada di rumah atau terkadang hanya berdiam diri di
kamar memainkan Xbox nya. Aku rindu suaranya, aku rindu senyum simpulnya, aku
rindu tawanya. Baru saja aku dapat mendengar semua itu kembali tapi sekarang
semua itu telah kembali menghilang darikku. Ada apa dengan mu Justin?tidak tau
kah kamu kalau aku merindukan mu? Tidak pernah kah kau tau kalau begitu
menyakitkan saat kamu mencoba menghindariku? Aku mencintai mu Justin Drew
Bieber..
***
Hari berjalan
begitu tenang dan damai hari ini, itu semua karena ka Steven yang selalu
bersama ku. Bahkan setiap istirahat siang kami selalu berjanji bertemu di
kantin untuk makan bersama seperti hari ini, aku tengah makan di kantin bersama
ka Steven. Kedekatan ku dengan ka Steven ini sebenarnya telah menimbulkan gosip
kalau kami berpacaran,tapi pada nyatanya kami hanya berteman. Ka Steven sudah
ku anggap seperti kaka ku sendiri yang selalu menjaga dan menemani ku.
Aku
mengaduk-aduk makananku sambil melamun. Melamunkan tentang sikap Justin padaku
beberaa hari ini. Baru saja aku senang karena bisa kembali berbcara dengannya
tapi sekarang Jstin sudh kembali ke sifat awalnya yang dingin padaku, bahkan
lebih parah, dia menghindar dariku. Tiba-tiba sebbuah tepukan di bahu
mengagetkan ku yang tengah melamun ini.
“Hei, kenapa
kamu melamun saja? Apa kamu sedang ada masalah?”, tanya ka Stevan yg membuatku
tersadar dari lamunanku.
“ah—oh—Ti—tidak.
I’m ok.”
“lantas kenapa
sejak tadi kamu hanya terdiam sambil terus mengaduk-aduk makanan mu. Ada yg
sedang kamu fikirkan?”, tanyanya lagi.
“Aku mau
bertanya padamu. Kalau seandainya kamu punya teman lama yang sudah lama tidak
pernah berbicara dan hubungan mu telah membaik tidak lama ini dengannya tapi
beberapa lama kemudian setelah kamu
mendapatkan teman baru yang berbeda jenis kelamin dia malah kembali ke sifat awalnya
yg dingin dan parahnya dia menjauhi mu, itu kenapa?”
“Tergantung,
Teman lama mu itu sama atau berbeda jenis keamin dengan mu. Kalau teman lama mu
memiliki jenis kelamin yang saa dengan mu
mungkin dia merasa di tinggalkan oleh mu, tapi kalau berbeda jenis
kelamin dengan mu mungkin dia cemburu dengan teman baru mu itu”, jawab ka
Steven sedangkan aku hanya bisa mengangguk-anggukkan kepala ku tanda mengerti.
Tapi aku tidak percaya kalau Justin cemburu denganku. Atas dasar apa dia
cemburu sedangkan dia tidak mepunyai perasaan pada ku. Ah aku jadi bingung
sendiri.
Tidak lama Bel
tanda masuk kelas terdengar. Aku dan ka Steven pun berpisah dan pergi menuju
kelas masing-masing. Di perjalan menuju kelas aku berpapasan dengan Justin yang
sedang berjalan menuju kelasnya yang berbeda arah dengan ku. Aku berrhenti
tepat di depannya, menghalangi langkahnya untuk pergi menuju kelas.
“Justin”,
panggilku dengan suara kecil tai dia hanya terdiam dengan muka datarnya.
“J”, panggilku
lagi dengan suara lebih kencang.
“Bisa kah kamu
minggir dari jalan ku? Aku tidak mau terlambat di pelajaran selanjutnya hanya
karena kamu yang menghhalangiku”, ucapnya dingin. Aku hanya bisa menunduk dan
menggeser tubuh ku untuk memberi jalan padanya. Justin pun berlalu begitu saja
melewatiku tanpa berkata apa-apa lagi.
***
Wednesday, November 3rd 2013
Dear Diary
Hari ini adalah hari yang
aku benci. Setelah hari-hari damai yang kulewati ku kira gadi-gadis itu tidak
akan pernah mengusikku lagi tapi ternyata mereka justru mempunnyai dendam yang
lebih besar padaku. Ya mereka menungguku hingga sendirian dan mereka kembali
membully ku, mengancamku untuk tidak mengatakan kepada Ka Steven tentang hal
itu. Yah tapi sebelum mereka ancam pun aku memang tidak pernah berani mengadu.
Bahkan sampai sekarang aku tidak pernah bercerita kepada Mom dan Dad kalau aku
terkena Bully di sekolah. Yah mereka tidak perlu tau, cukup aku yang menanggung
semua ini, aku tidak mau membuat mereka khawatir. Lagi pula aku tidak mau
sampai di pindahkan sekolah jika Mom dan Dad tau aku di Bully, akku belum siap
untuk berpisah dari Justin.
Gadis-gadis itu membully
penuh dengan kekesalan, aku bisa terima semua itu. Tapi aku tidak bisa terima
saat mereka menemukan kalung yang memang selalu ku pakai yang ku semunyikan di
balik bajuku, mereka merampas kalung itu dengan kasar. Bahkan saat tau kalung
itu sangat berharga untukku mereka malah membuang kalung itu ke tempat sampah.
Tentu saja aku mengorek tempat sampah itu untuk mendapatkan kalung itu kembali
dan mereka hanya sibuk mentertawakan ku. Tidak hanya itu saja, saat kalung itu
berhasil ku temukan mereka kembali merampas kalung itu dan mau merusaknya tapi
saat itu Justin melewati mereka dan tidak sengaja menabrak gadis yg sedang
memegangkalungku dan membuat kalung itu jatuh tepat di kaki Justin. Justin
memunggutnya tapi sebelum dia melihat dengan jelas kalung itu aku berhasil
mengambilnya dan segera pergi. aku melihat ekspresi terakhir Justin saat itu,
tatapannya seperti mengintrogasi ku.
***
Bel tanda Istirahat siang baru saja berbunyi membuat
seluruh murid di kelas berteriak senang, aku pun segera membereskan buku-buku
pelajaran ku. Seperti biasa, istiraha siang ini akan ku habiskan bersama
KaSteven, yah lagi pula aku memang tidak punya teman lain selain ka Steven.
Begitu selesai membereskan buku-buku pelajaran ku, aku pun melangka keluar
kelas. Sebelum menuju kantin aku berencana pergi ke perpus dahulu untuk
mengembalikn buku yang ku pinjam beberapa hari lalu. Lorong-lorong terlihat
lenggang, semua murida pasti sedang mengantri makanan di kantin. Aku terus
berjalan melangkah menuju perpus yang berda di ujung gedung sekolah ini.
Tiba-tiba sekelompok gadis menghalangikku dan mengitariku. Aku kenal
gadis-gadis itu, tentu saja mereka adaah gadi-gadis yang biasa mem bully ku.
Aku kira mereka tidak akan pernah mengganggu hidupku lagi, tapi ternyata mereka
muncul lagi dan akku tentu tau apa yang akan mere lakukan padaku. Ya, mereka
kembali membully ku di lorong yang sepi ini. Mereka mem bully ku dengan penuh
kekesalan yang sepertinya telah lama mereka pendam. Aku habis di tangan mereka.
Mereka menendang, menjambak, menampar, memukul, mendorong, mencaci makiku.
Bahkan mereka mengancamku untuk tidak mengadu pada Ka Steven. Ah tentu saja itu
tidak akan ku lakukan, aku pudan gadis pengadu seperti yang mereka kira.
Mereka terus melakukan segala tindak kekasaran padaku,
sedangkan aku hanya bisa pasrah menerima semua itu. Ini memang sudah jalan
takdirku.
“jangan mentang-mentang Ka Steven mau menjadi teman mu
kamu jadi besar kepala, pasti ka Stevan hanya melakukan itu karena mendapatkan
taruhan dar temannya. Kalau tidak maa mau dia berteman denggan gadis cupu
seperti mu!!”, ucap salah satu gadis yang bisa kutebak adalah ketua dari para
gadis-gadis itu.
“Ka Steven
tidak seperti itu, dia baik”, balasku tidak terima dengan ucapan mereka.
“Oh rupanya
kamu sudah berani menjawab!”
“Bu—bukan
begitu maksud-”, belum sempat aku melanjtkan omongan ku gadis itu telah
mendorongku dengan kencang ke tembok dan membuatku langsung tersungkur. Kalung
kesayangan ku dari Justin yang ku sembunyikan keluar dari balik baju ku
“Woah, rupanya
kamu memiliki kalung juga. Gadis kampungan seperti kamu ternyata memakai
perhiasan juga. Tapi sayangangnya spertinya kalung itu tidak cocok berada di
lehermu!”
“Ja—jangan!!!!”,
kalungku di copot begitu saja dari leherku degan paksa membuat pengait kalung
itu rusak.
“ohhh
sepertinya ini kalung yang berharga untukmu? Seberapa berharganya kah kalung
ini sampai kamu mau mengambilnya dari—ups jatuh ke tong sampah deh. Hahaha...”,
gadis itu membuang kalung itu ke sebuah tongsampah yang agak besar berisi
sampah-sampah basah. Kalung satu-satunya kenangan yang kumiliki dari Justin.
Dengan cepat aku mencoba mengorek sampah-sampah itu untuk mengambil kembali
kalung tersebut. aku tidak perduli kalau tangan ku akan kotor karena
sampah-sampah yang ada di tong itu, aku hanya mau kalung berhargaku kebali.
Gadis-gadis itu hanya tertawa sambil menjelek-jelekkan ku sedang aku terus
mengorek sampah itu hingga akhirnya aku berhasi menemukan kalungku. Tapi baru
saja aku menggenggamnya kalung itu telah kembali di rampas oleh gadis itu.
“hebat juga
rupanya kamu bisa menemukan kalung ini dari dalam sana. Kau benar-benar cocok
menjadi seorang tukang sampah. Hahaha...”
“please....
give my necklace back”, pinta ku.
“Kamu mau
kalung ini kembali? Enak saja!! Tidak segampang itu, aku mau lihat apa kamu
bisa menemukan kalung ini kembali jika aku melemparnya keluar gedung”, gadis
itu bersiap-siap akan melemar kalungku keluar kaca yang menuju ke kebun di luar
sekolah. Oh tuhan tolong aku sekali saja! Air mata ku mengalir melewati kedu
pipiku. Baru kali ini aku menangis saat mereka bully, aku tidak pernah menangis
di depan mereka sebelumnya. Tapi ini semua karena kalung kesayangan ku, aku
tidak mau kehilangan kalung itu.
Baru saja
gadis itu akan melempar kalung ku itu, tiba-tiba seseoranng dari belakangnya
menabrak gadis tersebut mebuat kalung ku jatuh dari genggamannya tepat menuju
ke kaki sang penabrak yg ternyata adalah Justin.
“Ups Sory
girl”, ucap Justin pada gadis itu. Begitu justin melihat keseliling dia baru
menyadari keberadaanku yang tengah menangis. Dia langsung kembali memasang
ekspresi dnginnya di depanku.
Saat akan
berjalan Justin baru menyadari kalau ada sebuah benda di samping kakinya, dia
pun menunduk untuk meihat benda apa yg ada di sebelah kakinya itu. Dia terlihat
terdiam sebentar memphatikan benda di sebelah kakinya yang ternyata adalah
sebuah kalung. Justin memungutnya dan baru saja akan melihat dengan jelas
kalungkku ketika aku dengan cepat merebut kalung itu dari tangannya. Justin
kembali menatapku dengan ekspresi yang seperti bertanya sesuatu. Aku hanya
menatapnya nanar sambil menggeleng pelan dan segera berlari pergi dari sana. Di
fikiran ku sekarang adalah apakah Justin menyadari akan kalung itu atau tidak,
tapi dari tatapannya tadi itu...
***
Aku baru saja keluar dari lab bologi yg berada di sebelah
perpustakaan. Aku orang terakhir yang keluar dari lab ini. Aku terkena hukuman
membereskan Leb karena ketahuan mendengarkan musik dengan headphones saat kelas
Biologi berlangsung. Karena hukuman itu pula aku jadi telat untuk makan di
kantin, aku pasti hanya mendapat jatah makanan sisa hari ini, Sial!
Aku berjalan menyusuri lorong yang sepi menuju sambil
tetap mendengarkan musik dengan headphones ku. Lorong begitu lenggang, tidak
terlihat ada satu anakpun melintas di sini. Yah mungkin karena lab Biologi yg
berada di pojok gedung terpisah dari kelas lainnya sedakan hanya aa prpustakaan
di sebelah lab, siapa orang yang mau datang ke perpustakaan kalau tidak ada
perlu atau seorang kutu buku. Aku berjalan sambil terus memainkan Iphone ku, mencari-cari lagu yang
enak untuk ku dengarkan dan juga membalas sms dari Chaz dan yang lainnya. Aku
berjalan tanpa memperhatikan di depanku hhingga tiba-tiba aku menabrak
seseorang di depanku dengan cukup keras. Begitu aku dongakan kepalaku ternyata
aku menabrak salah seorang gadis yang biasanya mengikutiku.
“Ups sory girl”, ucapku. Tapi ekspresi gadis itu justru
terlihat takut-takut saat melihat ku. Bagitu aku melihat keseliling aku baru
menyadari keberadaan gadis-gadis lainnya dan—Jessy yang sedang menangis. Ah
lagi-lagi gadis-gadis ini mem bullynya. Kemana kaka kelas kesayangannya yang
selalu bersamanya itu. Tidak tau kah dia kalau Jessy sudah menjadi sasaran gadis-gadis
ini. Bodoh karena dia dengan amannya meninggalkan Jessy sendirian. Beini lah
hasilnya, kembali di bully.
Aku menatap kearah Jessy dengan ekspresi dinginku. Aku
kesal dengannya, aku cem—buru. Tunggu! Cemburu? Tidak akku tidak cemburu
padanya, aku hanya kesal meliahat dia dekat dengan kaka kelas itu, Aku kesal
saat mendengar gosip kalau dia berpacaran dengan kaka kelas itu. Aku kesal dan
aku tidak mau melihat mukanya lagi. Gadis yang ku kira polos ternyata sama saja
seperti gadis-gadis lainnya. Aku pun memutuskan untuk segera pergi dari sana,
tapi begituaku mau melangkah aku merasakan ada sebuah benda yang terjatuh di
bawah kaki ku. Aku menunduk untuk elihat benda apa yang berada di dekat kaki
ku.
“Sebuah
kalung”, guma ku dalam hati. Aku mencoba memperatikan kalung yang terjatuh itu.
Aku seperti mengenalnya. Aku pun memungut kalung tersebut, tapi baru saja aku
akan melihat kalung itu Jessy segera erebut kalung itu dari tanganku. Kalung
itu miliknya? Tu—tunggu, kalung itu berbandul “JJ”? aku tidak salah lihat,
kalung itu benar berbandul “JJ”. Jessy masih menyimpan kalung pemberian ku
dulu? Aku mencoba memastikan semua itu dengan menatap Jessy dengan tatapan ‘apa
benar itu Kalung yang dulu aku berikan’. Tapi jessy hanya membalas tatapanku
dengan nanar sambil kemudian menggeleng pelan dan pergi meninggalkan ku begitu
saja. Aku hanya bisa terdiam di tempat, hingga gadis-gadis di sebelah ku mulai
membuka suaraya kembali.
“Gezzz...
berani sekali dia merebut kalung itu begitu saja dari tangan mu”
“Itu kalungnnya?”,
tanya ku tiba-tiba pada gadis tersebut.
“Ya,
Sepertinya itu kalung kesayangannya. Dia sampai menangis karena aku mau
membuang kalunng itu, bahkandia mengorek sampah hanya demi kalung murahan
seperti itu. Hanya sebuah kalung berbandul “JJ”, apa yang berharga dari sana.”,
ucap gadis itu membuatku semakin yakin kalau itu adalah kalung pemberianku
dulu. Tunggu dulu? Apa benar dia menangis dan mengorek tong sampah hanya karena
kalung itu? Apa kalung itu begitu berharga untuknya? Kalung yang hanya ku beli
di pinggir jalan ketika kecil dulu. Oh Jessy, aku benar-benar tidak bisa
mengerti dirimu yang sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar