Minggu, 05 Januari 2014

Dear Diary part 4

Lily Collins As Ruby Alison Mcconnell



Wednesday, November 17th 2013
Dear Diary

            Semenja kejadian Justin memungut kalung tu Justin terlihat berapa kali menghampiriku. Aku yakin dia mau menanyakan tentang kalung itu. Sudah bisa ku tebak kalau dia menyadari kalau itu kalung yang dia berikan pada ku dulu. Lantas apa yang mau dia lakukan pada kalung itu? Memintanya kembali?memintaku membuangnya?kalau itu yg dia mau aku tidak akan pernah mau melakukannya.kalung itu sudah jadi milikku, lagi pula kalung ini justru leih menepati janjinya dari pada orang yang memberikannya. Kalung ini yang menemaniku saat aku sedih dan sendiri, setiap menggenggam kalung ini aku akan selalu ingat denngan Janji Justi dulu, janji yang sekarang hanya menjadi semua janji masa kecil. Semua pikiran itu membuat ku takut untuk bertemu Justin, oleh karena itu pula aku menjahinya beberapa minggu ini. Terkadang aku bingung dengan kehidupan ini, sebelum ini aku mencoba untuk berbicara pada Justin tapi dia terus menghindar, dan sekarang saat dia ingin menemui ku aku malah menghindar darinya.
            Oh ya, sebenar lagi akan masuk bulan desember, musim dingin dn juga berarti natal. Aku selalu ingat dengan tradisi acara promnite setiap malam natal akan di adakan di sekolah ku dan setiap murid harus membawa pasangannya. Aku bggitu bersemanngat aan acara itu, tapi aku lua kalau sapai saat ini aku hanya anak bergaya kutu buku yang tidak mempunyai teman selain Ka Steven yang sudah ku anggap seperti kaka sendiri, lantas siapa yang akan menjadi pasanganku saat malam ntal nanti? Beberapa murid di sekolah sudah membcarakan acara ini dari awal bulan november dan beberapa pula sudah mendapatkan pasangan untuk promnite tersebut. Aku? Akku hanya bisa terdim melihat mereka nanti datang berpasangan ke acara promnite. Aku tidak punya pasangan dan tidak akan ada yang akan mengajakku ke acara promnite tersebut. Awalnya aku sangat berharap kalau Justin akan mengajakku datang berdua ke acara itu, tapi—itu sangat tidak mungkin. Hal itu hanya akan menjadi harapan dan mimpi semata. Tapi ternyata dugaan ku tentang tiidak akan ada yg menjadi pasangan ku saat pronite salah, tebak apa? Ka Steven mengajakku untuk menjadi pasangannya di promnite di hadapan seluruh murid di kantin. Awalnya dia hanya mengajakku biasa tapi aku hanya menanggapinya sebagai candaannya, tap dia membuktikannya dengan berbicara di depan seluruh murid di kanti. tentu saja aku tidak bisa menolakknya, dia sudah sangat banyak membantukku. Dia satu-satunya orang yang mau menjadi temanku dia saat semua orang menjauhi dan memusuhiku, dia satu-satunya orang yang selalu bisa membuatku tertawa dan tersenyum di saat aku bersedih dan memiliki masalah. Dia orang yang berharga yanng sudah ku anggap seerti kaka ku sendiri, terlebih lagi aku adalah anak tunggal yang tdak memiliki saudara. Ka Steven selalu ada di saat aku butuh tempat untuk meluapkan kesedihan dan kekesalanku. Dia adalah sosok kaka yang ku dambakan selama ini. Sedangkan Justin? Aku tidak bisa terus bermimpi dan berharap kalau dia akan mengajakku ke pesta prom bersamanya.

***

            Minggu ini adalah minggu-minggu terberat yanng pernah ku jalani. Bagai mana tidak? Aku harus terus menghindar dari Justi, dari orang yang kususkai, dari orang yang beberapa minggu lalu sangat ingin ku temui. Sekarang semua telah terbalik. Semenjak kejadian kalung itu dia seperti sangat ingin berbicara padaku, tapi aku terlalu takut untuk bertemu dengannya. Aku takut kalau dia meminta kalung pemberiannya kembali, atau memintaku membuang kalung tersebut. Aku tidak mau dan tidak akan pernah mau. Kalung ini sangat berharga untukku, bahkan jauh lebih berharga dari pada diriku sendiri. Kalung ini sudah ku anggap seperti pengganti Justin, menemaniku saat sedih dan kesepian.

            Aku baru saja keluar dari toilet saat menemukan Justin berdiri menyender ke dinding depan pintu toilet. Begitu aku keluar dia langsung mengangat kepalanya yanng tertunduk itu dan menatap ke arah ku. Aku segera pergi dari situ dengan cepat, aku tidak mau bertemu dengannya.

            “Jessica Jhonson!”, terdengar  Justin memanggil namaku tapi aku teta terus berjalan cepat.
            “Jessy!!”, teriaknya lagi memanggil nama panggilan khusus darinya. Oh tuhan, dia memanggilku dengan nama itu. Jessy. Hanya dia dan keluarganya dan keluargaku yang menaggilku begitu, tapi awalnya Justin lah yang meberku nama panggilan khusus itu sehingga kemudian yang lain pun tebiasa memanggilku begitu. Aku sangat ngin berhenti dan menengok kearahnya saat ini, tapi begitu terngat akan pikiran buruk akan kalung itu aku segera mempercepat langkahku dan menjauhinya.
           
Aku baru saja akan pergi menuju Kantin menemui Ka Steven saat aku melihat kerumunan siswa yang memperhatikan mading sambil beberapa gadis terlihat kegirangan. Aku yang penasaran pun ikut bergabug dengan kerumunan itu dan melihat apa yang tertuulis di mading.

“Promnite on Christmas Eve”, gumaku dalam hati. Acara ini memang sudah diributkanoleh murd-murid di sekolah ini dai awal november, acara yang juga sudah ku tunggu-tunggu sejak pertama kali masuk ke sekolah ini. Aku sangat brsemangat saat tau kalau acara ini akan segera tiba, tapi begitu membaca kata ‘datang bersama pasangan atau sendrian disana’ di pamflet itu wajah berseriku langsung hilang. Pasangan? Bagaimana caranya aku bisa mendpatkan itu? Bahkan temanpun aku hanya punya Ka Steven seorang. Pada akhirnya aku pun memutuskn untuk kembali menuju kantin meski masalah tentang prom itu masih mengganjal di fikiranku. Bagaimana tidak, hal pertama yang terlintas di otakku saat membaca kata pasangan adalah Justin. Tapi itu sangat tidak mungkin jika Justin akan mengajaku datang ke prom bersamanya. Setelah lama bergelut dengan pikiranku sendiri aku pun kembali meneruskan perjalananku ke kantin. Begitu sampai di sana aku langsung dapat menemukan ka Steven yang sedang duduk di salah satu meja yang berada di kanti ini sambil memainkan iphonenya. Aku pun segera menghampirinya.

“Hai ka, maaf akku telat. Tadi aku mampir dahulu untuk melihat pengumuman di mading”
“Pengumuman? Tentang Promnite?”
“Ya”, ucapku sambil tersenyum kecut begitu mengingat kata ‘pasangan’ di pamflet tersebut.
“Ada apa?”, tanya ka Steven yang sepertinya sadar akan perbedaanku.
“Tidak apa-apa”, sangkalku.
“ayolah, katakn saja. Kau masih sungkan saja dengan ku.”
“bukan begitu, hanya saja—aku kefikiran tentang kata ‘pasangan’ yang ada di pamflet tentang promnite yang ke baca tadi. Yah kaka tau kana kalau aku tidak punya teman selain kaka, jadi apa lagi membawa pasangan ke pronite”, ceritaku.
“Bagai mana kalau menjadi pasangan ku saat promnite, kebetulan belum ada gadis yang ku ajak ke acara tersebut”, aku cukup kaget dengan tawaran ka Steven itu, tapi kemudian aku hanya tertawa kecil. Dia pasti bercanda.
“Kenapa tertawa? Apa ada yang lucu dengan ucapan ku barusan?”
“ahaha.. bukan begitu ka, hanya saja aku merasa klau ucapan mu barusan hanya candaan. Toh mana mungkin tidak ada gadis yang tidak mau menjadikan mu pasangan mereka saat promnite, kau pasti sudah menolak beberapa gadis kan?”
“Hei aku serius mengajak mu. Kalau masalah gadis yg mengajakku—ya kamu benar aku menolak mereka.”
“kenapa kamu menolaknya?”
“Aku fikir lebih baik aku datang dengan seseorang yang memang mau ku ajak untuk pergi bersama ku. Jadi bagai mana? Kamu mau datang dan menjadi pasangan ku saat promnit?”, tanya Ka Steven lagi tapi aku tetap menganggap ajakannya sebagai lelucon semata. Ya aku hanya sadar dengan kekurangan ku.
Tapi tiba-tiba Ka Steven berdiri ke atas meja dan berteriak meminta perhatian pada semua murid yang ada di kantin ini. OMG! apa yang au dia lakukan? Semua Murid di kantin ini pun memandang ke arah ka Steven.

“Ehemm.. aku hanya ingin mengatakan ini sekali lagi saja dan aku harap kau tidak menganggap ini sebagai lelucon semata karena aku serius.”, ucap Ka Steven dengan suara kencang sambil menatap tepat ke mataku. Ucapan ka Seven itu membuat urid-murid menatapku. Bisa ku lihat beberapa gadis terlihat kesal melihat ku, beberapa lainnya menyoraki kami berdua, ada pula yang mem video kan aksi ka Steven tersebut dan ada pula dari beberapaa murid lain yang terihat bertaruh dengan jawabannku. Suasana di Kantin begitu ramai dan ricuh karena aksi ka Steven ini.

Jessica Athena Jhonson, maukah kamu menjadi pasangan ku di acara promnite nanti?”, lanjut ka Steven yang membuat pipiku bersemu merah. Aku malu! Ah semua orang memanang ke arah ku bahkan tidak ku sadari kalau Justin juga berada di kantin ini.
Aku terdiam beberapa saat hingga akhirnya aku mengangguk kecil dan seketika kantin yang sempat hening sejenak untuk mendengar jawaban ku kembali ramai dengan ledekan-ledekan dari para murid di sini. Ka steven pun turun dari meja sambil tersenyum manis padaku.

“Kau membuat ku malu”, ucapku padanya sambil menutupi kedua pipiku yang memanas.
“ahaha... habis jika tidak ku lakukan itu kamu akan tetap menganggap ajakan ku sebagai lelucon.”, jawab ka Steven sambil kemudian mengacak lembut rambutku. Tiba-tiba Bel tanda masuk kelas berbunyi, aku dan ka Steven pun pergi ke kelas masing-masing. Aku berjalan dengan pipi yang masih merona merah karena malu, tapi senyum terkembang di bibirku ini. Aku tidak perduli dengan murid-murid lain yang memandang ke arah ku di sepanjang jalan, yang jelas aku sangat senang karena mempunyai pasangan untuk promnite di malam natal nanti.

***

            Aku baru saja akan pergi ke kantin bersama Chaz, Ryan dan Christian ketika aku melihat Jessy yang baru saja memasuki toilet perempuan. Langkahku langsung terhenti membuat teman-teman ku bingung.

            “What’s wrong bro?”, tanya Chaz padaku.
            “Nothing. Emmm... kalian duluan saja ke kantinnya aku ada urusan sebentar”, jawabku menyuruh mereka pergi duluan. Akhirnya mereka pun pergi ke kantin meninggalkan ku di sini. Aku mau menanyakan tentang kalung itu pada Jessy. Aku yakin kalau kalung itu memang kalung pemberian ku dulu tapi aku mau dengar lebih jelasnya darinya, tapi Jessy terlihat menghindariku beberapa minggu semenja kejadian itu. Ah, dunia seperti berputar. Sebelum kejadian itu Jessy terlihat mau menanyakan sesuatu padaku tapi aku terus mengindar darinya tapi sekarang semua telah terbalik, dia menghindariku di saat aku mau berbicara padanya. Aku tidak tau apa alasan dia menghindariku, aku hanya ingin bertanya tentang kalung itu. Pada akhirnya aku pun menunggu Jessy keluar dari toilet dengan bersender di dinding yang berada di depan pintu toilet tersebut.
Aku menunggu sambil menatap lantai, meyusun kata-kata yang akan ku ucapkan saat berbicara dengannya. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan aku dapat menemukan sosok Jessy yang berdiri mematung di sana. Aku menatapnya sejenak dan baru saja akan menghampirinya saat dia pergi begitu saja meninggalkan ku dengan langkah terburu-buru. Ketara sekali dar tingkah dan langah kakinya yang terburu-buru itu kalau dia mengindariku.
Aku mencoba mengejarnya yang mulai menjauh dariku.
           
            “Jessica Jhonson!”, teriakku memanggil namanya. Tapi dia tidak juga berhenti.
            “Jessy!!!”, ku panggil lagi namanya, kini dengan nama panggilan khusus ku untuknya. Dia terlihat berhenti sebentar tapi kemudian dia kembali meneruskan langkahnya yang makin di percepat.
           
            “DAMN!!”, umpatku karena merasa kesal sendiri. Ada apa dengan dirinya? Kenaa dia menghindariku? Aku sudah mencoba mengingat-ingat perbutan salah apa yang telah ku lakukan padanya sehingga da menjauhi ku, tapi aku tidak menemukan apaun. Aku tidak mengejeknya, aku tidak mem bullynya. Aku hanya menatapnya datar seperti ekspresiku yang bisa ku perlihatkan padanya, dia sudah terbiasa dengan hal itu. Lantas apa yang membuatnya menjauhi ku? Akhirnya aku pun memutuskan untuk pergi ke kantin saja menyusul ke tiga temanku yang sudah terlebih dahulu pergi ke kantin.
            Saat sedang berjalan menuju kantin aku melihat kerumunan orang-orang yang menatap ke arah mading. Ada apa? Dengan penasaran aku pun ikut bergabung bersama kerumuan itu.
           
“Promnite on Christmas Eve?”, guma ku. Ah ya, acara ini sebentar lagi akan di selenggarakan di sekolah ku. Acara yang sudah menjadi tradisi sekolah. Acara promnite yg di adakan saat malam natal dan di acara ini murid-murid datang berpasangan. Ah, aku belum memiliki pasangan sampai saat ini. Belum terfikir oleh ku untuk mengajak seorang gadis di bersama k, lagi pula tidak ada yang spesial diantara gadis-gadis di sini. Tiba-tiba satu nama terlintas di keplaku ‘Jessy’. Entah kenapa aku ingin sekai bisa datang bersama Jessy sebagai pasangan ku? Ada apa dengan ku? Aku suka dengan Jessy? Ah bodoh! Kenapa aku baru sadar sekarang. Ternyata itu alasan kenapa aku kesal saat melihat dia berduaan dengan kaka keas itu. Gezz.. au harus bicara dengannya dan mengajaknya menjadi pasangan ku di promnite. Ya, harus!

Aku pun kembali melangkahkan kaki ku menuju kantin, tapi baru saja aku datang ke tempat itu aku sudah di suguhi dengan keributan kembali. Ada apa? Aku mencoba mengikuti arah pandangan murid-murid di sini yang ternyata tertuju pada Jessy! Dan—kaka kelas itu. Sedang apa orang itu berdiri di atas meja seperti itu? Dan dia terlihat terus memandang ke arah Jessy. Cemburu mulai menguasai hatiku. Aku baru saja akan menghampiri mereka saat-

Jessica Athena Jhonson, maukah kamu menjadi pasangan ku di acara promnite nanti?”, teriak orag itu kepada Jessy membuatku menghentikan langkahku. Dengan cepat aku menatap kearah Jessy untuk melihat jawaban darinya. Tapi Jessy hanya terdiam tapak berpikir. Dan apa-apan dengan pipinya yang memerah itu?!

“Gezzz... Tolak Jessy! Tolak!!”, teriakku dalam hati. Tapi apa yang ku dapat. Jessy menganggukkan kepalanya pelan menandakan dia setuju dengan ajakan orang tersebut. Aku tidak percaya ini! Dia menerimanya?! Dia menerima ajakannya untuk menjadi pasangannya di promnite nanti?!! Amarahku memuncak dan tidak bisa tertahan lagi. Aku kesal, aku cemburu. Kenapa semua gadis sama saja, gampang luluh hanya dengan sedikit sikap baik. Menjijikkan!!
Aku yang marah pun pergi mennggalkan kantin begitu saja tana mau perduli dengan kelanjutan dua orang yang tengah menjadi perhatian murid-murid itu. Persetan dengan semua itu!

***

Friday, December 24th 2013
Dear Diary

            Aku tidak bisa menggambarkan hari ini, terlalu banyak hal yang terjadi hari ini baik hal yang menyenangkan. Menyedihkan, menyakitkan sampai yang mengagetkan. Aku memang pulang dari promnite dengan tersenyum tapi jauh di dalam lubuk hatiku ini, aku hancur berkeping-keping. Semua yang terjadi hari ini kepada Justin benar-benar yang terburuk dalam hidupku. Dia salah sangkah saat melihatku yang terjatuh dan menimpah ka Steven. Entah apa yang dia kira, aku mencium ka Steven? Itu gila bukan. Aku bukan gadis seberani itu, maksudku aku bahkan tidak memiliki perasaan apa-apa pada ka Steven, yang ku sukai itu Justin! Itu yanng kukatakan tapi tau apa kenyatannya? Aku resmi berpacaran dengan ka Steven malam ini. Ka Steven menembakku malam ini, di pesta prom. Aku tidak bisa menolaknya mengingat banyak kebaikan dan perhatian yang telah dia berikan untukku. Jujur aku memang hanya menganggapnya sebagai sosok seorang kaka saja. tapi jika dengan berpacaran dengannya bisa menghilangkan perasaan ku kepada Justin, kenapa tidak? Cinta itu bisa tumbuh sendiri kan jika terus berdekatan. Yah ku harap aku akan segera menyukai Ka Steven. Aku tidak bisa terus mengharapka Justin yang memang tidak pernah menyukai ku apa lagi di buktikan dengan Justin yanng Mencium bibir Ka Ruby. ya dia datang ke promnite bersama Ka Ruby, gadis terpopuler yanng seangatan dengan ka Steven. Tau yang aku rasakan saat melihat hal itu dengan mata kepala  ku sendiri? Aku hancur saat itu juga, jantungku seakan berhenti berdetak, nafasku sesak. Bahkan Justin hanya menatapku dingin saat tau aku melihat kejadian itu. Tapi memang tidak bisa di pungkiri kalau mereka pasangan yang serasi, Justin yang tampan dengan Ka Ruby yang cantik dan populer. Tapi tetap saja hati ini terasa sakit sekali, seperti luka yang disiram oleh air garam. Perih! Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Aku hanya bisa berharap tuhan menghaus rasa ini agar aku tidak lagi merasa sakit. Aku harap pilihan ku untuk berpacaran dengan ka Steven menjadi cara yang tepat untuk melupakan Justin.

***

Hari ini adalah hari yang ku tunggu-tunggu, malam nanti aku akan menghadiri acara promnite yang di selenggarakan pada malam natal ini. Aku sangat bersemanngat mengingat aku telah memiliki pasangan meski bukan denngan Justin, yah paling tidak aku tidak datang sendirian ke acara itu. Sore ini aku tengah sibuk memillih dress yang akan ku kenakan di prom nanti. Ka Steven menyuruhku untuk menggunakan dress hitam agar seasi dengannya yang menggunakan jas hitam, Ah bahkan ka Steven memaksa ku untuk berdandan khusus untuk malam ini. Aku sudah berusaha menolaknya dengan berbagai alasan tapi hasilnya nihil, ka Steven tetap meminta ku untuk berdandan meski hanya sedikit. Yah apa boleh buat, hanya untuk malam ini saja demi Ka Steven.
Setelah lama bergelut dengan pakaian-pakaian di lemari akhirya aku memutuskan untuk memakai dress hitam bercorak dipadukan dengan blezer hitam. Aku pun menambahkan aksesoris kalung salib di leherku. Setelah siap dengan pakaian aku pun menyibukkan dirku di depan kaca untuk memakai make up. Aku hanya menggunakan bedak tipis dan lipgloss pink untuk make up ku, benar-benar make up seadanya. Yang tidak berbeda untuk penampilan ku hari ini hanyalah rambut yang tetap ku kepang meski hanya kepang satu. setelah jam menunjukkan pukul 8 malam aku pun telah siap dan Ka Steven telah menjemputku. Kami pun segera pergi menuju sekolah, tempat acara promnite di adakan.

Suara musik khas natal telah terdengar di seluruh penjuru Ball Room Whitefield Academy. Aku tidak bisa berhenti menatap keseluruh ruangan Ball Room ini dengan kagum. desain ruangan yang dipenuhi dengan warna merauh putih khas warna seragam santa dan mistletoe yang tergantung di atas membuat suasana natal begitu ketara di Ball Room ini. Ditambah dengan pohon cemara besar yang telah di hias berbagai pernak pernik natal yang berada di pojok ruangan menambah kekagumanku pada hasil karya panitia penyelenggara promnite ini. Aku bersama ka Steven berjalan bersisihan menuju ketengah-tengah ruangan yang telah di penuhi dengan murid-murid. Tiba-tiba musik natal berganti menjadi sebuah alunan musik lembut dan mulai terlihat beberapa orang tengah berdansa berpasang-pasangan. Nama Justin terlintas di otakku saat itu, aku belum melihatnya berada di ruangan ini sejak tadi. Aku memang sudah mencari sosoknya sejak pertama melangkahkan kaki di rangan ini. Aku hanya ingin tau siapa kah gadis beruntuung yang menjadi pasangannya di acara prom ini, gadis yang mungkin akan membuatku cemburu karena berhasil merebut mimpiku untuk datang bersama Justin ke acara ini. Tapi sepertinya Justin tidak datang ke acara ini, atau dia terlambat? Tiba-tiba ada seseorang yang mencolek bahuku membuatku menghentikan aktivitas mencari Justin.

“Mau berdansa dengan ku?”, tanya orang tersebut yang ternyata adalah ka Steven. Ka Steven mengulurkan tangannya padaku sambil terseyum manis. Aku pun segera meraih tangannya tersebut.
“Dengan senang hati”, jawabku dengan tersenyum juga. Kami pun mulai berdansa pelan mengikuti alunan musik.

“Aku sudah tau kalau sebenarnya kamu ini cantik, kamu hanya tidak percaya diri degan drimu sendiri”, puji ka Steven tiba-tiba di sela dansa kami membuat pipiku merah merona. Ka Steven yang melihat itu hanya terseyum.
“Kenapa kau tida menggerai rambutmu saja? Kamu akan terlihat semakin cantik jika menggerai rambutmu”, lanjutnya.
“Tapi—”
“Hanya untuk malam ini saja”, mohonnya memotong omonganku. Aku pun menghentikan dansa kami dan melepas tari kepanganku membuat rambutku tergerai begitu saja. Aku meraihkan sedikit rambutku dan kemudian kembali berdansa.
“Kamu—sangat cantik”, puji ka Steven sambil menatap mataku dalam-dalam membuat pipiku kembali merona. Kami pun terus berdansa mengikuti alunan lagu hingga mataku tertuju ke seseorang yang baru saja memasuki ruangan dengan mengandeng seorang gadis cantik.

“Justin..”, gumaku dalam hati.
Justin datang ke promnite ini bersama seorang gadis cantik yang sangat ku kenal, maksudku siapa sih murid di sekolah yang tidak mengenal seorang Ruby Alison Mcconnell, gadis populer yang cantik yang seangkatan dengan ka Steven. Aku masih tidak percaya kalau Justin bisa datang dengan ka Ruby, bagai mana bisa?
Begitu Justin dan ka Ruby memasuki ruangan semua mata langsu tertuju pada mereka. Ya memang tidak bisa di pungkiri kalau mereka sangat serasi. Justin yang tampan dengan setelan jas hitam bersama ka Ruby yang cantik dan populer yang menggenakan dress berwarna gold yg panjangnnya selutut. Rasa cemburu muncul di hatiku tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku bukan siapa-siapa Justin. Tiba-tiba ka Steven menghentikan dansa kami.

“Ada apa?”, tanyanya arena memang sejak kedatangan Justin aku menjadi tidak fokus berdansa.
“Emm—nothing”
“Woah, Ruby datang dengan siapa itu? Adik kelas?” ucap ka Steven tiba-tiba sambil kemudian menarikku menghampiri ka Ruby tersebut. Ah ka Steven memang kenal dekat dengan ka Ruby, bahkan mereka sekelas.

“Hi Ruby”, sapa Ka Steven kepada Ka Ruby dan di balas senyuman manis olehnya.
“”Hi Stev, emm—siapa gadi yg bersama mu itu?”, tanya ka Ruby sambil melirik ke arah ku.
“masa kau tidak mengenalinya? Dia adik kelas yang biasa bersama ku itu”
“Ah benar kah? Dia terlihat benar-benar berbeda dengan biasanya. Dia—cantik”, ucap ka Ruby sambil tersenyum kepadaku.
“Makasih ka”, jawabku.
“Oh ya, jadi kau datang dengan seorang—adik kelas?”, tanya ka Steven sambil melirik ke arah Justin yang berada di sebelah ka Ruby. Aku hanya bisa menunduk tidak berani menatap Justin.
“Ya, ini Justin. Dia yang memintaku untuk menjadi pasangannya. Dia tidak kalah tampan denganmu bukan?”, ka Ruby dan Ka Steven malah terihat asyik berbincang sedangkan aku hanya bisa terdiam canggung di depan Justin yang juga hanya terdiam.

“Em Ruby, mau berdansa?”, ajak Justin tiba-tiba pada Ka Ruby. Uluran tangan Justin di terima oleh Ka Ruby.
“Aku mau berdansa dulu ya Stev, selamat bersenang-senang dengan adik kelas kesayanan mu itu”, goda ka Ruby mengedipkan sebelah matanya sambil terawa menggoda dan kemudian pergi menuju ke tengah-tengah lantai dansa. Aku masih terus menatap ke sosok mereka yang sedang mulai asyik berdansa.

“Kau mau melanjtkan berdansa?”, tanya ka Steven dan aku hanya mengangguk. Akhirnya aku dan ka Steven kembali berdansa mengikuti alunan lagu telah terputar. Sambil berdansa aku tidak henti-hentinya untuk melihat ke arah Justin dan Ka Ruby yang terlihat mesrah sekali. Hatiku terasa sakit sekali melihat mereka berdua. Aku iri dengan kecantikan dan kepopuleran ka Ruby dan aku lebih iri lagi karena dia bisa menjadi pasangan justin di prom ini. Saking sibuknya bergelut dengan fikiran ku sendiri tentang Justin aku sampai tidak fokus dengan dansa ku sehingga aku tersandung dan akan terjatuh jika ka Steven tidak menangkapku. Tapi tunggu... posisi muka kami begitu dekat, mungkin hanya beberapa senti lagi bibir kami akan bersentuhan. Bahkan mungkin orang akan mengira kalau kami sedang  berciuman. Aku pun segera menjauhkan muka ku dar depan muka ka Steven dan kembali berdiri. Tapi aku baru sadar kalau orang-orang jadi memperhatikan kami, dan Justin dan ka Ruby terlihat menatap kami dengan ekspresi yang berbeda. Ka Ruby terlihat tersenyum menggoda kami sedangkan Justin—dia menatapku tajam dan dingin sekali, kemudian Justin menarik lengan ka Ruby dan pergi meninggalkan ruangan begitu saja. Tunggu, dia salah sangka dengan yang barusan!
Aku hanya bisa terdiam kaku di tempat. bagai mana cara untuk menjelaskan hal tadi pada Justin? Dia salah sangkah, aku tidak berciuman dengan ka Steven.

“Emm—ka aku ke toilet sebentar ya”, iznku pada ka Steven yang sebenarnya mau mengejar Justin. Aku mau menjelaskan hal yang sebenarnya kepadanya. Aku tau dia mungkin tidak memiliki perasaan kepadaku tapi aku tidak mau di berfikiran jelek tentangku. Aku pun pergi ke luar ruangan Ball Room untuk mencari Justin. Di toilet, kantin, kelas-kelas dan lapangan football, tapi aku tidak juga menemukannya. Kemana dia pergi dengan ka Ruby? Sekilas terlintas halaman sekolah di otakku, ya mungkin mereka ke sana. Aku pun segera pergi meuju halaman sekolah, tapi begitu sampai di sana yang pertama aku lihat adalah—Justin berciuman dengan ka Ruby. Saat itu juga hatiku hancur menjadi berkeping-keping, jantungku seakan berhenti berdetak dan nafasku terasa sangat sesak. Justin yang sedang berciuman dengan ka Ruby terlihat sadar dengan keberadaan ku tapi dia hanya memandangku dingin sambil tetap melanjutkan ciumannya. Aku ingin sekali menangis saat ini, tapi hal itu akan merusak dandanan ku dan ka Steven pasti juga akan khawatir jika melihat ku menangis. Akhirnya aku memtuskan untuk pergi dari sana meninggalkan dua orang yang berhasil membuat hatiku hancur. Aku kembali ke dalam ruangan Ball Room menemui ka Steven yanng sedang terlihat mengambil minuman.

“Maaf lama”, ucapku sambil memasang senyuman palsu.
“Tidak apa, kamu mau minum?”, tawar ka Steven dan aku hanya mengangguk lemah. Ka Seven pun mengabilkan segelas sirup yang sudah tersedia di meja dan memberikannya padaku. Aku meneguk habis sirup itu dengan cepat dan meletakkan gelas kosonng itu ke atas meja kembali.

“Mau berdansa lagi?”, tanya ka Steven dan aku kembali hanya menganggu lemah padanya. Aku pun kembali berdansa dengan ka Steven tetapi otakku tidak bisa lepas dari ingatan akan kejadian yang menyanyat hati itu. Ka Steven yang meliatku hanya diam saja pun mulai mengaakku berbicara.

“Apa kau senang menikati acara ini?”, tanyanya dengan senyuman khasnya yang tetap terkembang di bibirnya.
“Ya”, jawabku singkat dengan senyum palsu ku.
“Emm—sebenarnya ada yang mau ku ucapkan pada mu”, ka Steven terdengar ragu-ragu.
“Apa itu? Katakan saja”
“Sebenarnya aku sudah menaruh perhatian padamu sejak pertama kita bertemu, awalnya aku memang hanya ingin menjadi temanmu karena melihatu selalu sendirian tapi setelah semakin dekat denganmu perhatian itu mulai berubah menjadi—perasaan cinta. Yeah, i love you Jessica. Do you want to be mine? Aku tau kalau ini terlalu cepat untukmu, tapi kamu bisa menjawabnya nanti saat kamu siap”, aku menghentikan dansa kami karena kaget mendengar pernyataan Ka Steven tersebut. Apa? Ka Steven suka padaku? Ini pasti bercanda.
“Ah dan aku serius dengan perasaanku ini, aku tidak bercanda jadi kumohon fikirkan pertanyaan itu.”, sambungnnya lagi lambil menata tepat ke mataku hijauku, aku bisa melihat tatapan keseriusan dar matanya itu. Aku bingung harus menjawab apa. aku tidak mempunyai perasaan apa pun padanya, aku sudah mengangganya seperti kaka ku sendiri. Tapi di sisi lain aku tidak tega menolaknya karena ka Steven sudah begitu baik dan perhatian padaku. Lagi pula aku tidak bisa terus mengharapkan Justin yanng bahkan tidak meiliki perasaan apa pun padaku. Mungkin dengan menerima ka Steven menjadi kekasih ku bisam menghilangkan sedikit demi sedikit perasaanku pada Justin. Masalah perasaan pada ka Steven—cinta bisa tumbuh dengan sendiriny kan jika terus bersama. Pada akhirya aku pun memutuskan untu menerima ka Steven. Aku mengangguk sambil memasang senyumku pada ka Steven.

“Yes, i want”, jawabku dengan suara kecil tapi cukup bisa di dengar oleh ka Steven.
“Really?!”, tanya ka Steven lagi denga ekspresi muka yang sangat senang.
“Yes, i want to be your girlfriend”, ulang ku lagi dan ka Steven langsung memelukku dengan erat. Ka Steven terlihat sangat bahagia sekali. Semoga ini pilihan yang tepat. Aku akan mencoba untuk meupakan Justin. Bahkan sepertinya Justin memiliki hubungan dengan Ka Ruby, jadi aku tidak bisa terus mengharapkannya. Aku harap aku bisa segera memiliki perasaan pada ka Steven, aku tidak mau menyakitinya. Dia terlalu baik untuk ku sakiti.


Ahirya malam natal ini ku habiskan bersama ka Steven, berdansa dan bercanda tawa bersamanya sambil mencoba meluakan semua masalah tentang Justin. Tapi begitu aku pulang ke rumah selepas acara air mata ku tidak bisa ku tahan lagi. Aku menangis smalaman mengingat kejadian Justin bersama Ka Ruby di halaman sekolah tadi. Ini menyakitkan dan benar-benar membuat hatiku hancur. Aku benar-benar berharap bisa segera membuang perasaan ini jauh-jauh. Aku tidak mau terluka lagi.




Justin With Ruby

Jessy With Steven


Tidak ada komentar:

Posting Komentar