Lily Collins As Ruby Alison Mcconnell
Wednesday, November 17th 2013
Dear Diary
Semenja kejadian Justin
memungut kalung tu Justin terlihat berapa kali menghampiriku. Aku yakin dia mau
menanyakan tentang kalung itu. Sudah bisa ku tebak kalau dia menyadari kalau
itu kalung yang dia berikan pada ku dulu. Lantas apa yang mau dia lakukan pada
kalung itu? Memintanya kembali?memintaku membuangnya?kalau itu yg dia mau aku
tidak akan pernah mau melakukannya.kalung itu sudah jadi milikku, lagi pula
kalung ini justru leih menepati janjinya dari pada orang yang memberikannya.
Kalung ini yang menemaniku saat aku sedih dan sendiri, setiap menggenggam
kalung ini aku akan selalu ingat denngan Janji Justi dulu, janji yang sekarang
hanya menjadi semua janji masa kecil. Semua pikiran itu membuat ku takut untuk
bertemu Justin, oleh karena itu pula aku menjahinya beberapa minggu ini.
Terkadang aku bingung dengan kehidupan ini, sebelum ini aku mencoba untuk
berbicara pada Justin tapi dia terus menghindar, dan sekarang saat dia ingin
menemui ku aku malah menghindar darinya.
Oh ya, sebenar lagi akan
masuk bulan desember, musim dingin dn juga berarti natal. Aku selalu ingat
dengan tradisi acara promnite setiap malam natal akan di adakan di sekolah ku
dan setiap murid harus membawa pasangannya. Aku bggitu bersemanngat aan acara
itu, tapi aku lua kalau sapai saat ini aku hanya anak bergaya kutu buku yang
tidak mempunyai teman selain Ka Steven yang sudah ku anggap seperti kaka
sendiri, lantas siapa yang akan menjadi pasanganku saat malam ntal nanti?
Beberapa murid di sekolah sudah membcarakan acara ini dari awal bulan november
dan beberapa pula sudah mendapatkan pasangan untuk promnite tersebut. Aku? Akku
hanya bisa terdim melihat mereka nanti datang berpasangan ke acara promnite.
Aku tidak punya pasangan dan tidak akan ada yang akan mengajakku ke acara
promnite tersebut. Awalnya aku sangat berharap kalau Justin akan mengajakku
datang berdua ke acara itu, tapi—itu sangat tidak mungkin. Hal itu hanya akan
menjadi harapan dan mimpi semata. Tapi ternyata dugaan ku tentang tiidak akan
ada yg menjadi pasangan ku saat pronite salah, tebak apa? Ka Steven mengajakku
untuk menjadi pasangannya di promnite di hadapan seluruh murid di kantin.
Awalnya dia hanya mengajakku biasa tapi aku hanya menanggapinya sebagai
candaannya, tap dia membuktikannya dengan berbicara di depan seluruh murid di
kanti. tentu saja aku tidak bisa menolakknya, dia sudah sangat banyak
membantukku. Dia satu-satunya orang yang mau menjadi temanku dia saat semua
orang menjauhi dan memusuhiku, dia satu-satunya orang yang selalu bisa
membuatku tertawa dan tersenyum di saat aku bersedih dan memiliki masalah. Dia
orang yang berharga yanng sudah ku anggap seerti kaka ku sendiri, terlebih lagi
aku adalah anak tunggal yang tdak memiliki saudara. Ka Steven selalu ada di saat
aku butuh tempat untuk meluapkan kesedihan dan kekesalanku. Dia adalah sosok
kaka yang ku dambakan selama ini. Sedangkan Justin? Aku tidak bisa terus
bermimpi dan berharap kalau dia akan mengajakku ke pesta prom bersamanya.
***
Minggu ini adalah minggu-minggu terberat yanng pernah ku
jalani. Bagai mana tidak? Aku harus terus menghindar dari Justi, dari orang
yang kususkai, dari orang yang beberapa minggu lalu sangat ingin ku temui.
Sekarang semua telah terbalik. Semenjak kejadian kalung itu dia seperti sangat
ingin berbicara padaku, tapi aku terlalu takut untuk bertemu dengannya. Aku
takut kalau dia meminta kalung pemberiannya kembali, atau memintaku membuang
kalung tersebut. Aku tidak mau dan tidak akan pernah mau. Kalung ini sangat
berharga untukku, bahkan jauh lebih berharga dari pada diriku sendiri. Kalung
ini sudah ku anggap seperti pengganti Justin, menemaniku saat sedih dan
kesepian.
Aku baru saja keluar dari toilet saat menemukan Justin
berdiri menyender ke dinding depan pintu toilet. Begitu aku keluar dia langsung
mengangat kepalanya yanng tertunduk itu dan menatap ke arah ku. Aku segera
pergi dari situ dengan cepat, aku tidak mau bertemu dengannya.
“Jessica Jhonson!”, terdengar Justin memanggil namaku tapi aku teta terus
berjalan cepat.
“Jessy!!”, teriaknya lagi memanggil nama panggilan khusus
darinya. Oh tuhan, dia memanggilku dengan nama itu. Jessy. Hanya dia dan
keluarganya dan keluargaku yang menaggilku begitu, tapi awalnya Justin lah yang
meberku nama panggilan khusus itu sehingga kemudian yang lain pun tebiasa
memanggilku begitu. Aku sangat ngin berhenti dan menengok kearahnya saat ini,
tapi begitu terngat akan pikiran buruk akan kalung itu aku segera mempercepat
langkahku dan menjauhinya.
Aku baru saja
akan pergi menuju Kantin menemui Ka Steven saat aku melihat kerumunan siswa
yang memperhatikan mading sambil beberapa gadis terlihat kegirangan. Aku yang
penasaran pun ikut bergabug dengan kerumunan itu dan melihat apa yang tertuulis
di mading.
“Promnite on Christmas
Eve”, gumaku dalam hati. Acara ini memang sudah diributkanoleh murd-murid di
sekolah ini dai awal november, acara yang juga sudah ku tunggu-tunggu sejak
pertama kali masuk ke sekolah ini. Aku sangat brsemangat saat tau kalau acara
ini akan segera tiba, tapi begitu membaca kata ‘datang bersama pasangan atau
sendrian disana’ di pamflet itu wajah berseriku langsung hilang. Pasangan?
Bagaimana caranya aku bisa mendpatkan itu? Bahkan temanpun aku hanya punya Ka
Steven seorang. Pada akhirnya aku pun memutuskn untuk kembali menuju kantin
meski masalah tentang prom itu masih mengganjal di fikiranku. Bagaimana tidak,
hal pertama yang terlintas di otakku saat membaca kata pasangan adalah Justin.
Tapi itu sangat tidak mungkin jika Justin akan mengajaku datang ke prom
bersamanya. Setelah lama bergelut dengan pikiranku sendiri aku pun kembali
meneruskan perjalananku ke kantin. Begitu sampai di sana aku langsung dapat
menemukan ka Steven yang sedang duduk di salah satu meja yang berada di kanti
ini sambil memainkan iphonenya. Aku pun segera menghampirinya.
“Hai ka, maaf
akku telat. Tadi aku mampir dahulu untuk melihat pengumuman di mading”
“Pengumuman?
Tentang Promnite?”
“Ya”, ucapku
sambil tersenyum kecut begitu mengingat kata ‘pasangan’ di pamflet tersebut.
“Ada apa?”,
tanya ka Steven yang sepertinya sadar akan perbedaanku.
“Tidak
apa-apa”, sangkalku.
“ayolah,
katakn saja. Kau masih sungkan saja dengan ku.”
“bukan begitu,
hanya saja—aku kefikiran tentang kata ‘pasangan’ yang ada di pamflet tentang
promnite yang ke baca tadi. Yah kaka tau kana kalau aku tidak punya teman
selain kaka, jadi apa lagi membawa pasangan ke pronite”, ceritaku.
“Bagai mana
kalau menjadi pasangan ku saat promnite, kebetulan belum ada gadis yang ku ajak
ke acara tersebut”, aku cukup kaget dengan tawaran ka Steven itu, tapi kemudian
aku hanya tertawa kecil. Dia pasti bercanda.
“Kenapa
tertawa? Apa ada yang lucu dengan ucapan ku barusan?”
“ahaha.. bukan
begitu ka, hanya saja aku merasa klau ucapan mu barusan hanya candaan. Toh mana
mungkin tidak ada gadis yang tidak mau menjadikan mu pasangan mereka saat
promnite, kau pasti sudah menolak beberapa gadis kan?”
“Hei aku
serius mengajak mu. Kalau masalah gadis yg mengajakku—ya kamu benar aku menolak
mereka.”
“kenapa kamu
menolaknya?”
“Aku fikir
lebih baik aku datang dengan seseorang yang memang mau ku ajak untuk pergi
bersama ku. Jadi bagai mana? Kamu mau datang dan menjadi pasangan ku saat
promnit?”, tanya Ka Steven lagi tapi aku tetap menganggap ajakannya sebagai
lelucon semata. Ya aku hanya sadar dengan kekurangan ku.
Tapi tiba-tiba
Ka Steven berdiri ke atas meja dan berteriak meminta perhatian pada semua murid
yang ada di kantin ini. OMG! apa yang au dia lakukan? Semua Murid di kantin ini
pun memandang ke arah ka Steven.
“Ehemm.. aku
hanya ingin mengatakan ini sekali lagi saja dan aku harap kau tidak menganggap
ini sebagai lelucon semata karena aku serius.”, ucap Ka Steven dengan suara
kencang sambil menatap tepat ke mataku. Ucapan ka Seven itu membuat urid-murid
menatapku. Bisa ku lihat beberapa gadis terlihat kesal melihat ku, beberapa
lainnya menyoraki kami berdua, ada pula yang mem video kan aksi ka Steven
tersebut dan ada pula dari beberapaa murid lain yang terihat bertaruh dengan
jawabannku. Suasana di Kantin begitu ramai dan ricuh karena aksi ka Steven ini.
“Jessica Athena Jhonson, maukah kamu menjadi pasangan ku
di acara promnite nanti?”, lanjut ka Steven yang membuat pipiku bersemu merah. Aku malu! Ah semua
orang memanang ke arah ku bahkan tidak ku sadari kalau Justin juga berada di
kantin ini.
Aku terdiam
beberapa saat hingga akhirnya aku mengangguk kecil dan seketika kantin yang
sempat hening sejenak untuk mendengar jawaban ku kembali ramai dengan
ledekan-ledekan dari para murid di sini. Ka steven pun turun dari meja sambil
tersenyum manis padaku.
“Kau membuat
ku malu”, ucapku padanya sambil menutupi kedua pipiku yang memanas.
“ahaha...
habis jika tidak ku lakukan itu kamu akan tetap menganggap ajakan ku sebagai
lelucon.”, jawab ka Steven sambil kemudian mengacak lembut rambutku. Tiba-tiba
Bel tanda masuk kelas berbunyi, aku dan ka Steven pun pergi ke kelas
masing-masing. Aku berjalan dengan pipi yang masih merona merah karena malu,
tapi senyum terkembang di bibirku ini. Aku tidak perduli dengan murid-murid
lain yang memandang ke arah ku di sepanjang jalan, yang jelas aku sangat senang
karena mempunyai pasangan untuk promnite di malam natal nanti.
***
Aku baru saja akan pergi ke kantin bersama Chaz, Ryan dan
Christian ketika aku melihat Jessy yang baru saja memasuki toilet perempuan.
Langkahku langsung terhenti membuat teman-teman ku bingung.
“What’s wrong bro?”, tanya Chaz padaku.
“Nothing. Emmm... kalian duluan saja ke kantinnya aku ada
urusan sebentar”, jawabku menyuruh mereka pergi duluan. Akhirnya mereka pun
pergi ke kantin meninggalkan ku di sini. Aku mau menanyakan tentang kalung itu
pada Jessy. Aku yakin kalau kalung itu memang kalung pemberian ku dulu tapi aku
mau dengar lebih jelasnya darinya, tapi Jessy terlihat menghindariku beberapa
minggu semenja kejadian itu. Ah, dunia seperti berputar. Sebelum kejadian itu
Jessy terlihat mau menanyakan sesuatu padaku tapi aku terus mengindar darinya
tapi sekarang semua telah terbalik, dia menghindariku di saat aku mau berbicara
padanya. Aku tidak tau apa alasan dia menghindariku, aku hanya ingin bertanya
tentang kalung itu. Pada akhirnya aku pun menunggu Jessy keluar dari toilet
dengan bersender di dinding yang berada di depan pintu toilet tersebut.
Aku menunggu
sambil menatap lantai, meyusun kata-kata yang akan ku ucapkan saat berbicara
dengannya. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan aku dapat menemukan
sosok Jessy yang berdiri mematung di sana. Aku menatapnya sejenak dan baru saja
akan menghampirinya saat dia pergi begitu saja meninggalkan ku dengan langkah
terburu-buru. Ketara sekali dar tingkah dan langah kakinya yang terburu-buru
itu kalau dia mengindariku.
Aku mencoba mengejarnya yang
mulai menjauh dariku.
“Jessica Jhonson!”, teriakku memanggil namanya. Tapi dia
tidak juga berhenti.
“Jessy!!!”, ku panggil lagi namanya, kini dengan nama
panggilan khusus ku untuknya. Dia terlihat berhenti sebentar tapi kemudian dia
kembali meneruskan langkahnya yang makin di percepat.
“DAMN!!”, umpatku karena merasa kesal sendiri. Ada apa
dengan dirinya? Kenaa dia menghindariku? Aku sudah mencoba mengingat-ingat perbutan
salah apa yang telah ku lakukan padanya sehingga da menjauhi ku, tapi aku tidak
menemukan apaun. Aku tidak mengejeknya, aku tidak mem bullynya. Aku hanya
menatapnya datar seperti ekspresiku yang bisa ku perlihatkan padanya, dia sudah
terbiasa dengan hal itu. Lantas apa yang membuatnya menjauhi ku? Akhirnya aku
pun memutuskan untuk pergi ke kantin saja menyusul ke tiga temanku yang sudah
terlebih dahulu pergi ke kantin.
Saat sedang berjalan menuju kantin aku melihat kerumunan
orang-orang yang menatap ke arah mading. Ada apa? Dengan penasaran aku pun ikut
bergabung bersama kerumuan itu.
“Promnite on Christmas
Eve?”, guma ku. Ah ya, acara ini sebentar lagi akan di selenggarakan di sekolah
ku. Acara yang sudah menjadi tradisi sekolah. Acara promnite yg di adakan saat
malam natal dan di acara ini murid-murid datang berpasangan. Ah, aku belum
memiliki pasangan sampai saat ini. Belum terfikir oleh ku untuk mengajak
seorang gadis di bersama k, lagi pula tidak ada yang spesial diantara
gadis-gadis di sini. Tiba-tiba satu nama terlintas di keplaku ‘Jessy’. Entah
kenapa aku ingin sekai bisa datang bersama Jessy sebagai pasangan ku? Ada apa
dengan ku? Aku suka dengan Jessy? Ah bodoh! Kenapa aku baru sadar sekarang.
Ternyata itu alasan kenapa aku kesal saat melihat dia berduaan dengan kaka keas
itu. Gezz.. au harus bicara dengannya dan mengajaknya menjadi pasangan ku di
promnite. Ya, harus!
Aku pun
kembali melangkahkan kaki ku menuju kantin, tapi baru saja aku datang ke tempat
itu aku sudah di suguhi dengan keributan kembali. Ada apa? Aku mencoba
mengikuti arah pandangan murid-murid di sini yang ternyata tertuju pada Jessy!
Dan—kaka kelas itu. Sedang apa orang itu berdiri di atas meja seperti itu? Dan
dia terlihat terus memandang ke arah Jessy. Cemburu mulai menguasai hatiku. Aku
baru saja akan menghampiri mereka saat-
“Jessica Athena Jhonson, maukah kamu menjadi pasangan ku
di acara promnite nanti?”, teriak orag itu kepada Jessy membuatku menghentikan langkahku. Dengan
cepat aku menatap kearah Jessy untuk melihat jawaban darinya. Tapi Jessy hanya
terdiam tapak berpikir. Dan apa-apan dengan pipinya yang memerah itu?!
“Gezzz...
Tolak Jessy! Tolak!!”, teriakku dalam hati. Tapi apa yang ku dapat. Jessy
menganggukkan kepalanya pelan menandakan dia setuju dengan ajakan orang
tersebut. Aku tidak percaya ini! Dia menerimanya?! Dia menerima ajakannya untuk
menjadi pasangannya di promnite nanti?!! Amarahku memuncak dan tidak bisa
tertahan lagi. Aku kesal, aku cemburu. Kenapa semua gadis sama saja, gampang
luluh hanya dengan sedikit sikap baik. Menjijikkan!!
Aku yang marah
pun pergi mennggalkan kantin begitu saja tana mau perduli dengan kelanjutan dua
orang yang tengah menjadi perhatian murid-murid itu. Persetan dengan semua itu!
***
Friday, December 24th 2013
Dear Diary
Aku tidak bisa
menggambarkan hari ini, terlalu banyak hal yang terjadi hari ini baik hal yang
menyenangkan. Menyedihkan, menyakitkan sampai yang mengagetkan. Aku memang
pulang dari promnite dengan tersenyum tapi jauh di dalam lubuk hatiku ini, aku
hancur berkeping-keping. Semua yang terjadi hari ini kepada Justin benar-benar
yang terburuk dalam hidupku. Dia salah sangkah saat melihatku yang terjatuh dan
menimpah ka Steven. Entah apa yang dia kira, aku mencium ka Steven? Itu gila
bukan. Aku bukan gadis seberani itu, maksudku aku bahkan tidak memiliki
perasaan apa-apa pada ka Steven, yang ku sukai itu Justin! Itu yanng kukatakan
tapi tau apa kenyatannya? Aku resmi berpacaran dengan ka Steven malam ini. Ka
Steven menembakku malam ini, di pesta prom. Aku tidak bisa menolaknya mengingat
banyak kebaikan dan perhatian yang telah dia berikan untukku. Jujur aku memang
hanya menganggapnya sebagai sosok seorang kaka saja. tapi jika dengan
berpacaran dengannya bisa menghilangkan perasaan ku kepada Justin, kenapa tidak?
Cinta itu bisa tumbuh sendiri kan jika terus berdekatan. Yah ku harap aku akan
segera menyukai Ka Steven. Aku tidak bisa terus mengharapka Justin yang memang
tidak pernah menyukai ku apa lagi di buktikan dengan Justin yanng Mencium bibir
Ka Ruby. ya dia datang ke promnite bersama Ka Ruby, gadis terpopuler yanng
seangatan dengan ka Steven. Tau yang aku rasakan saat melihat hal itu dengan
mata kepala ku sendiri? Aku hancur saat
itu juga, jantungku seakan berhenti berdetak, nafasku sesak. Bahkan Justin hanya
menatapku dingin saat tau aku melihat kejadian itu. Tapi memang tidak bisa di
pungkiri kalau mereka pasangan yang serasi, Justin yang tampan dengan Ka Ruby
yang cantik dan populer. Tapi tetap saja hati ini terasa sakit sekali, seperti
luka yang disiram oleh air garam. Perih! Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Aku hanya bisa berharap tuhan menghaus rasa ini agar aku tidak lagi merasa
sakit. Aku harap pilihan ku untuk berpacaran dengan ka Steven menjadi cara yang
tepat untuk melupakan Justin.
***
Hari ini
adalah hari yang ku tunggu-tunggu, malam nanti aku akan menghadiri acara
promnite yang di selenggarakan pada malam natal ini. Aku sangat bersemanngat
mengingat aku telah memiliki pasangan meski bukan denngan Justin, yah paling
tidak aku tidak datang sendirian ke acara itu. Sore ini aku tengah sibuk
memillih dress yang akan ku kenakan di prom nanti. Ka Steven menyuruhku untuk
menggunakan dress hitam agar seasi dengannya yang menggunakan jas hitam, Ah
bahkan ka Steven memaksa ku untuk berdandan khusus untuk malam ini. Aku sudah
berusaha menolaknya dengan berbagai alasan tapi hasilnya nihil, ka Steven tetap
meminta ku untuk berdandan meski hanya sedikit. Yah apa boleh buat, hanya untuk
malam ini saja demi Ka Steven.
Setelah lama
bergelut dengan pakaian-pakaian di lemari akhirya aku memutuskan untuk memakai
dress hitam bercorak dipadukan dengan blezer hitam. Aku pun menambahkan
aksesoris kalung salib di leherku. Setelah siap dengan pakaian aku pun
menyibukkan dirku di depan kaca untuk memakai make up. Aku hanya menggunakan
bedak tipis dan lipgloss pink untuk make up ku, benar-benar make up seadanya.
Yang tidak berbeda untuk penampilan ku hari ini hanyalah rambut yang tetap ku
kepang meski hanya kepang satu. setelah jam menunjukkan pukul 8 malam aku pun
telah siap dan Ka Steven telah menjemputku. Kami pun segera pergi menuju
sekolah, tempat acara promnite di adakan.
Suara musik
khas natal telah terdengar di seluruh penjuru Ball Room Whitefield Academy. Aku tidak
bisa berhenti menatap keseluruh ruangan Ball Room ini dengan kagum. desain
ruangan yang dipenuhi dengan warna merauh putih khas warna seragam santa dan
mistletoe yang tergantung di atas membuat suasana natal begitu ketara di Ball
Room ini. Ditambah dengan pohon cemara besar yang telah di hias berbagai pernak
pernik natal yang berada di pojok ruangan menambah kekagumanku pada hasil karya
panitia penyelenggara promnite ini. Aku bersama ka Steven berjalan bersisihan
menuju ketengah-tengah ruangan yang telah di penuhi dengan murid-murid.
Tiba-tiba musik natal berganti menjadi sebuah alunan musik lembut dan mulai
terlihat beberapa orang tengah berdansa berpasang-pasangan. Nama Justin
terlintas di otakku saat itu, aku belum melihatnya berada di ruangan ini sejak
tadi. Aku memang sudah mencari sosoknya sejak pertama melangkahkan kaki di
rangan ini. Aku hanya ingin tau siapa kah gadis beruntuung yang menjadi
pasangannya di acara prom ini, gadis yang mungkin akan membuatku cemburu karena
berhasil merebut mimpiku untuk datang bersama Justin ke acara ini. Tapi sepertinya
Justin tidak datang ke acara ini, atau dia terlambat? Tiba-tiba ada seseorang
yang mencolek bahuku membuatku menghentikan aktivitas mencari Justin.
“Mau
berdansa dengan ku?”, tanya orang tersebut yang ternyata adalah ka Steven. Ka
Steven mengulurkan tangannya padaku sambil terseyum manis. Aku pun segera
meraih tangannya tersebut.
“Dengan
senang hati”, jawabku dengan tersenyum juga. Kami pun mulai berdansa pelan
mengikuti alunan musik.
“Aku
sudah tau kalau sebenarnya kamu ini cantik, kamu hanya tidak percaya diri degan
drimu sendiri”, puji ka Steven tiba-tiba di sela dansa kami membuat pipiku
merah merona. Ka Steven yang melihat itu hanya terseyum.
“Kenapa
kau tida menggerai rambutmu saja? Kamu akan terlihat semakin cantik jika
menggerai rambutmu”, lanjutnya.
“Tapi—”
“Hanya
untuk malam ini saja”, mohonnya memotong omonganku. Aku pun menghentikan dansa
kami dan melepas tari kepanganku membuat rambutku tergerai begitu saja. Aku
meraihkan sedikit rambutku dan kemudian kembali berdansa.
“Kamu—sangat
cantik”, puji ka Steven sambil menatap mataku dalam-dalam membuat pipiku
kembali merona. Kami pun terus berdansa mengikuti alunan lagu hingga mataku
tertuju ke seseorang yang baru saja memasuki ruangan dengan mengandeng seorang
gadis cantik.
“Justin..”,
gumaku dalam hati.
Justin datang
ke promnite ini bersama seorang gadis cantik yang sangat ku kenal, maksudku
siapa sih murid di sekolah yang tidak mengenal seorang Ruby Alison Mcconnell, gadis populer yang cantik yang
seangkatan dengan ka Steven. Aku masih tidak percaya kalau Justin bisa datang
dengan ka Ruby, bagai mana bisa?
Begitu Justin dan ka Ruby memasuki ruangan semua mata
langsu tertuju pada mereka. Ya memang tidak bisa di pungkiri kalau mereka
sangat serasi. Justin yang tampan dengan setelan jas hitam bersama ka Ruby yang
cantik dan populer yang menggenakan dress berwarna gold yg panjangnnya selutut.
Rasa cemburu muncul di hatiku tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku
bukan siapa-siapa Justin. Tiba-tiba ka Steven menghentikan dansa kami.
“Ada apa?”, tanyanya arena memang sejak kedatangan Justin
aku menjadi tidak fokus berdansa.
“Emm—nothing”
“Woah, Ruby datang dengan siapa itu? Adik kelas?” ucap ka
Steven tiba-tiba sambil kemudian menarikku menghampiri ka Ruby tersebut. Ah ka
Steven memang kenal dekat dengan ka Ruby, bahkan mereka sekelas.
“Hi Ruby”, sapa Ka Steven kepada Ka Ruby dan di balas
senyuman manis olehnya.
“”Hi Stev,
emm—siapa gadi yg bersama mu itu?”, tanya ka Ruby sambil melirik ke arah ku.
“masa kau
tidak mengenalinya? Dia adik kelas yang biasa bersama ku itu”
“Ah benar kah?
Dia terlihat benar-benar berbeda dengan biasanya. Dia—cantik”, ucap ka Ruby
sambil tersenyum kepadaku.
“Makasih ka”,
jawabku.
“Oh ya, jadi
kau datang dengan seorang—adik kelas?”, tanya ka Steven sambil melirik ke arah
Justin yang berada di sebelah ka Ruby. Aku hanya bisa menunduk tidak berani
menatap Justin.
“Ya, ini
Justin. Dia yang memintaku untuk menjadi pasangannya. Dia tidak kalah tampan
denganmu bukan?”, ka Ruby dan Ka Steven malah terihat asyik berbincang sedangkan
aku hanya bisa terdiam canggung di depan Justin yang juga hanya terdiam.
“Em Ruby, mau
berdansa?”, ajak Justin tiba-tiba pada Ka Ruby. Uluran tangan Justin di terima
oleh Ka Ruby.
“Aku mau
berdansa dulu ya Stev, selamat bersenang-senang dengan adik kelas kesayanan mu
itu”, goda ka Ruby mengedipkan sebelah matanya sambil terawa menggoda dan
kemudian pergi menuju ke tengah-tengah lantai dansa. Aku masih terus menatap ke
sosok mereka yang sedang mulai asyik berdansa.
“Kau mau
melanjtkan berdansa?”, tanya ka Steven dan aku hanya mengangguk. Akhirnya aku
dan ka Steven kembali berdansa mengikuti alunan lagu telah terputar. Sambil
berdansa aku tidak henti-hentinya untuk melihat ke arah Justin dan Ka Ruby yang
terlihat mesrah sekali. Hatiku terasa sakit sekali melihat mereka berdua. Aku
iri dengan kecantikan dan kepopuleran ka Ruby dan aku lebih iri lagi karena dia
bisa menjadi pasangan justin di prom ini. Saking sibuknya bergelut dengan
fikiran ku sendiri tentang Justin aku sampai tidak fokus dengan dansa ku
sehingga aku tersandung dan akan terjatuh jika ka Steven tidak menangkapku.
Tapi tunggu... posisi muka kami begitu dekat, mungkin hanya beberapa senti lagi
bibir kami akan bersentuhan. Bahkan mungkin orang akan mengira kalau kami
sedang berciuman. Aku pun segera
menjauhkan muka ku dar depan muka ka Steven dan kembali berdiri. Tapi aku baru
sadar kalau orang-orang jadi memperhatikan kami, dan Justin dan ka Ruby
terlihat menatap kami dengan ekspresi yang berbeda. Ka Ruby terlihat tersenyum
menggoda kami sedangkan Justin—dia menatapku tajam dan dingin sekali, kemudian
Justin menarik lengan ka Ruby dan pergi meninggalkan ruangan begitu saja.
Tunggu, dia salah sangka dengan yang barusan!
Aku hanya bisa
terdiam kaku di tempat. bagai mana cara untuk menjelaskan hal tadi pada Justin?
Dia salah sangkah, aku tidak berciuman dengan ka Steven.
“Emm—ka aku ke
toilet sebentar ya”, iznku pada ka Steven yang sebenarnya mau mengejar Justin.
Aku mau menjelaskan hal yang sebenarnya kepadanya. Aku tau dia mungkin tidak
memiliki perasaan kepadaku tapi aku tidak mau di berfikiran jelek tentangku.
Aku pun pergi ke luar ruangan Ball Room untuk mencari Justin. Di toilet,
kantin, kelas-kelas dan lapangan football, tapi aku tidak juga menemukannya.
Kemana dia pergi dengan ka Ruby? Sekilas terlintas halaman sekolah di otakku,
ya mungkin mereka ke sana. Aku pun segera pergi meuju halaman sekolah, tapi
begitu sampai di sana yang pertama aku lihat adalah—Justin berciuman dengan ka
Ruby. Saat itu juga hatiku hancur menjadi berkeping-keping, jantungku seakan
berhenti berdetak dan nafasku terasa sangat sesak. Justin yang sedang berciuman
dengan ka Ruby terlihat sadar dengan keberadaan ku tapi dia hanya memandangku
dingin sambil tetap melanjutkan ciumannya. Aku ingin sekali menangis saat ini,
tapi hal itu akan merusak dandanan ku dan ka Steven pasti juga akan khawatir
jika melihat ku menangis. Akhirnya aku memtuskan untuk pergi dari sana
meninggalkan dua orang yang berhasil membuat hatiku hancur. Aku kembali ke
dalam ruangan Ball Room menemui ka Steven yanng sedang terlihat mengambil
minuman.
“Maaf lama”,
ucapku sambil memasang senyuman palsu.
“Tidak apa,
kamu mau minum?”, tawar ka Steven dan aku hanya mengangguk lemah. Ka Seven pun
mengabilkan segelas sirup yang sudah tersedia di meja dan memberikannya padaku.
Aku meneguk habis sirup itu dengan cepat dan meletakkan gelas kosonng itu ke
atas meja kembali.
“Mau berdansa
lagi?”, tanya ka Steven dan aku kembali hanya menganggu lemah padanya. Aku pun
kembali berdansa dengan ka Steven tetapi otakku tidak bisa lepas dari ingatan
akan kejadian yang menyanyat hati itu. Ka Steven yang meliatku hanya diam saja
pun mulai mengaakku berbicara.
“Apa kau
senang menikati acara ini?”, tanyanya dengan senyuman khasnya yang tetap
terkembang di bibirnya.
“Ya”, jawabku
singkat dengan senyum palsu ku.
“Emm—sebenarnya
ada yang mau ku ucapkan pada mu”, ka Steven terdengar ragu-ragu.
“Apa itu?
Katakan saja”
“Sebenarnya
aku sudah menaruh perhatian padamu sejak pertama kita bertemu, awalnya aku
memang hanya ingin menjadi temanmu karena melihatu selalu sendirian tapi
setelah semakin dekat denganmu perhatian itu mulai berubah menjadi—perasaan
cinta. Yeah, i love you Jessica. Do you want to be mine? Aku tau kalau ini
terlalu cepat untukmu, tapi kamu bisa menjawabnya nanti saat kamu siap”, aku
menghentikan dansa kami karena kaget mendengar pernyataan Ka Steven tersebut.
Apa? Ka Steven suka padaku? Ini pasti bercanda.
“Ah dan aku
serius dengan perasaanku ini, aku tidak bercanda jadi kumohon fikirkan
pertanyaan itu.”, sambungnnya lagi lambil menata tepat ke mataku hijauku, aku
bisa melihat tatapan keseriusan dar matanya itu. Aku bingung harus menjawab
apa. aku tidak mempunyai perasaan apa pun padanya, aku sudah mengangganya
seperti kaka ku sendiri. Tapi di sisi lain aku tidak tega menolaknya karena ka
Steven sudah begitu baik dan perhatian padaku. Lagi pula aku tidak bisa terus
mengharapkan Justin yanng bahkan tidak meiliki perasaan apa pun padaku. Mungkin
dengan menerima ka Steven menjadi kekasih ku bisam menghilangkan sedikit demi
sedikit perasaanku pada Justin. Masalah perasaan pada ka Steven—cinta bisa
tumbuh dengan sendiriny kan jika terus bersama. Pada akhirya aku pun memutuskan
untu menerima ka Steven. Aku mengangguk sambil memasang senyumku pada ka
Steven.
“Yes, i want”,
jawabku dengan suara kecil tapi cukup bisa di dengar oleh ka Steven.
“Really?!”,
tanya ka Steven lagi denga ekspresi muka yang sangat senang.
“Yes, i want
to be your girlfriend”, ulang ku lagi dan ka Steven langsung memelukku dengan
erat. Ka Steven terlihat sangat bahagia sekali. Semoga ini pilihan yang tepat.
Aku akan mencoba untuk meupakan Justin. Bahkan sepertinya Justin memiliki
hubungan dengan Ka Ruby, jadi aku tidak bisa terus mengharapkannya. Aku harap
aku bisa segera memiliki perasaan pada ka Steven, aku tidak mau menyakitinya.
Dia terlalu baik untuk ku sakiti.
Ahirya malam
natal ini ku habiskan bersama ka Steven, berdansa dan bercanda tawa bersamanya
sambil mencoba meluakan semua masalah tentang Justin. Tapi begitu aku pulang ke
rumah selepas acara air mata ku tidak bisa ku tahan lagi. Aku menangis smalaman
mengingat kejadian Justin bersama Ka Ruby di halaman sekolah tadi. Ini
menyakitkan dan benar-benar membuat hatiku hancur. Aku benar-benar berharap
bisa segera membuang perasaan ini jauh-jauh. Aku tidak mau terluka lagi.
Justin With Ruby
Jessy With Steven
Tidak ada komentar:
Posting Komentar