Melodi musik yang lembut langsung menghantam
pendengaranku begitu aku memasuki Ball Room Whitefield Academy. Di depanku
aku dapat melihat pasangan-pasangan yang tengah asyik berdansa. Ku telusuri
setiap inci ruangan Ball Room ini hingga mataku jatuh kepada sosok pasangan
yang tengah berdansa di antara kerumunan lainnya. Jessy! Dia tengah berdansa
dengan Steven tetapi terlihat tidak begitu fokus karena matanya seperti sedang
mencari-cari sesuatu, hingga tatapannya berakhir kearah ku. Ekspresinya
terlihat kaget. Tidak lama setelah itu Steven terlihat menatap kearah ku dan
pasangan di sebelahku dan mulai berjalan menuju kami. Ya, aku tentunya tidak
pergi sendirian, aku pergi dengan Seorang Ruby Alison Mcconnell, gadis cantik yang populer yang berumur satu tahun di
atasku. Panjang ceritanya higga aku bisa pergi ke prom ini bersamanya, karena
sebelumnya aku berniat untuk tidak datang ke acara ini apa lagi semenjak
keadian Jessy menerima Steven sebagai pasangannya di prom ini. Aku kesal, marah
dan ceburu. Pandanganku pada jessy berubah begitu saja semenja kejadian itu, ku
fikir dia berbeda dengan gadis-gadis lainnya, tapi ternyata sama saja.
Jessy
dan Steven telah berdiri tepat d hadapanku dan Ruby. Steven sibuk berbicara
dengan Ruby sedangkan Jessy hany terdiam menunduk sambil sesekali mencuri-curi
padang ke arahku. Ya aku tau karena aku juga terus memandang ke arahnya meski
dia tidak menyadarinya. Jessy terlihat cantik sekali hari ini, dugaanku tentang
dia yang tidak akan berdanda ternyata salah. dia berdandan sangat cantik,
membuatku semakin kesal dan cemburu saja pada Steven. Aku benci karena tidak
bisa memonopoli sosok cantik jessy, sekarang Steven dan semua orang kembali
bisa melihatnya. Aku benci jika orang-orang mulai menyadari kecantikan Jessy,
aku tidak suka melihat pandangan laki-laki yang menatap kagum padanya. Itu
membuatku sangat kesal.
“Wow, Dia terlihat benar-benar
berbeda dengan biasanya. Dia—cantik”, ucap ruby memuji Jessy yang membuat jessy
mengangkat kepalanya dan tersenyum pada Ruby.
“Makasih ka”, Jessy membuka suaranya setelah lama
terdiam. Kemudian Steven dan Ruby kembali berbincang-bincang membuatku mulai
bosan. Akku bosa karena harus melihat Steven di hadapanku berdua bersama Jessy.
Andaikan Jessy yang menjadi pasanganku akan beda lagi ceritanya. Akhirnya aku
pun memutuskan untuk mengajak Ruby berdansa dari pada aku harus terus berada di
depan kedua pasangan ini.
“Em Ruby, mau berdansa?”, ajakku memotong perbincanan
ruby sambil aku mengulurkkan tanganku. Ruby pun tersenyum mengangguk sambil
menerima uluran tanganku. Aku pun pergi ke tengah-tengah lapangan dansa setelah
Ruby berpamitan denga Steven. Ah tapi Jessy dan Steven terlihat ikut berdansa
juga setelah itu. Selama berdansa dengan Ruby aku dapat melihat juga Jessy yang
sepertinya terus memandang ke arahku dan Ruby. Ah aku tidak perduli lagi
dengannya. Itu yangada di fikiranku tapi sepertinya sangat berbeda dengan kata
hatiku.
Saat sedang asyik berdansa mengikuti alunan musik
perhatianku teralih saat melihat Jessy yang sedang—Berciuman dengan Steven.
Damn! Tidak hanya aku saja yang melihat hal itu karena sepertinya para pasangan
yang lain juga terlihat berhenti berdansa dan menatap kearah dua orang itu.
“Woah, mereka benar-benar pasangan yang manis dan sangat
berani. Lihat apa yang mereka lakukan di tenga-tengah kerumunan ini. so sweet”,
ucap Ruby di sampingku sambil memasang muka menggoda ke arah kedua pasangan
itu. Aku hanya bisa terdiam dengan ekspresi dinginku. Ah tidak tau saja kalau
jauh di dasar hatiku ini aku merasa sangat—panas. Jessy terlihat memandang ke
arahku dengan ekspresi sekan mau menjelaskan sesuatu. Tapi aku tidak buta, aku
bisa melihat apa yang telah terjadi barusan. Tidak mau berlama-lama melihat
Jessy aku pun menarik Ruby keluar dari ruangan Ball Room. Aku tidak perduli mau
kemana, yang penting aku tidak akan melihat Jessy lagi. Aku benar-benar merasa
menyesal datang ke acara ini!
Udara terasa cukup dingin disini. Ya itu karena sekarang
aku berada di halaman belakang sekolah bersama Ruby. Entah kenapa saat keluar
dari Ball Room tadi kaki ku langsung melagkah dengann sendirinya kemari,
padahal masih banyak tempat di dalam gedung sekolah ini yang sepi dan lebih
hangat. yah tapi paling tidak diluar sini peandangannya indah dan—tida ada
Jessy.
Aku pun mendudukan diri ke bangku yang ada di halaman
ini, Ruby pun mengikuti ku tak lama setelah itu.
“Ada apa
tiba-tiba kamu mengajakku ke luar sini?”, tanya Ruby.
“Hemm.. aku
bosan, di dalam terlalu ramai. Aku—pusing”, bohongku.
“Tapi di luar
sini agak—Dingin”, lanjut Ruby sambil terlihat menggosok kedua tangannya agar
merasa lebih hangat. aku pun meraih tanganya itu dan menggenggamnya agar dia
merasa lebih hangat.
“Maaf, tapi
bukankah pemandangan disini lebih indah dari pada di dalam sana. Sebentar saja
tidak apa kan bila kita di sini?”
“Ah ya benar,
di sini indah. Aku baru sadar. Mungkin tidak apa jika kita di sini untuk
beberapa lama.”, Ruby tersenyum manis ke arahku.
Matanya yang
berwarna coklat gelap itu seakan menghipnotisku. Jarak duduk ku dengannya tidak
begitu jauh, ditambah lagi dengan tanganku yang menggenggam tangannya. Ah udara
dingin dan semua masalah ini sekan membuat otakku tidak berfikir jernih.
Perlahan-laha aku mempersempit jarak muka antara aku dan Ruby, dekat,
dekat dan semakin dekat. Tinggal
beberapa centi lagi dan aku bisa melihat Ruby memejamkan matanya dan akhirnya bibirku dan bibirnya pun
menyatu. Entah apa yang ada di fikiranku saat ini, aku benar-benar tidak bisa
berfikir lagi. Aku tidak perduli lagi dengan perasaanku ini, yang aku inginkan
sekarang adalah mennikmati apa yang tengah ku lakukan sekarang. Aku terus
melumat bibir Ruby dengan lembut hingga saat aku membuka mataku masih dengan
mencium Ruby aku bisa melihat sosok Jessy berdiri tidak jauh dari tempat kami.
Ya dia meihat ku yang sekarang tengah berciuman dengan Ruby. Seketika ingatan
tentang kejadian di dalam kembali melintas di otaku, membuatku semakin kesal
dan hanya menatapnya dengan sangat tajam dengan tatapan dinginku. Aku tetap
melanjutkan kegiatan ku yang telah berlalu beberapa menit ini hingga aku
melihat Jessy pergi dan aku pun melepas ciuman ini.
Pipi Ruby
terlihat memerah, entah karena malu atau dingin. Aku pun mengelus pipinya
lembut membuat Ruby menundukkan kepalanya setelah itu. Ah dia malu rupanya. Aku
pun tertawa karenanya. Tapi aku juga bisa merasakan pipinya yang tengah dingin
karena udara di luar sini yang sepertinya sebentar lagi akan turun salju. Aku
pun memutuskan untuk mengajak Ruby kembali kedalam, ketempat yang lebih hangat
dari pada di luar sini. Entah kenapa aku jadi tidak memikirkan Jessy lagi
selama bersama Ruby. Ruby benar-benar berhasil mengalihkan perhatianku padanya.
Aku memang seharusnya menyukainya. Untuk apa aku harus sedih dan kesal karena
gadis yang tidak menyukaiku di saat di depan ku terdapat seorang gadis yang
sangat cantik yang bahkan laki-laki lain sangat ingin bisa dekat dengannya. Ya
Ruby jauh lebih cantik dari pada Jessy.
***
Liburan Musim dingin sebentar lagi akan berakhir dan aku
akan kembali masuk sekolah. Selama liburan musim dingin ini aku lebih banyak
menghabiskan waktu ku dengan bermain Xbox di kamarku atau bermain dengan kedua
adik kecil tersayangku. Tidak ada yang berkesan dengan liburan ku selain saat
Ruby datang ke rumah ku. Ya dia berkunjung ke rumahku saat ku bilang aku bosan
harus menjaga adikku di rumah sendirian saat Mom dan Dad harus pergi. Ruby
menawarkan diri untuk datang dan akhirnya aku menghabiskan hari iu bersamanya.
Ruby pun terlihat sangat senang saat bermain dengan kedua adikku begitu pula sebaliknya. Yah paling tidak itu
adalah hal yang paling berkesan selama liburku. Berbeda dengan ku, sepertinya
Jessy terlihat menikmati liburnya bersama Steven. Yah aku mendengar kabar kalau
dia dan Steven telah resmi berpacaran dari Ruby. Aku sudah bisa menebak itu,
cepat atau lambat pasti mereka akan bersatu. Aku tau itu tapi kenapa saat
mendengar kabar itu hatiku tetap terasa berdesis. Perih dan kesal. Aku memang
tidak pernah mengerti dengan perasaan ku sendiri, tapi satu yang aku tau kalau
sepertinya aku memang sudah jatuh hati terlalu dalam dengan Jessy. Entah sejak
kapan perasaan itu muncul, dan sekarang aku tidak bisa menghentikannya meski
aku tau kalau Jessy telah memiliki kekasih. Mungkin itu alasanku terus
mengurung diri dengan bermain Xbox di kamar, agar aku tidak melihat kemesraan
Jessy dengan Steven atau wajah kebahagiaan Jessy karena Steven. Itu juga yang
membuatku sangat benci saat liburan ini berakhir karena itu berarti aku akan
masuk sekolah dan akan dengan bebas meliat kemesraan dua orang itu di kantin.
Apa aku harus menjadikan kantin tempat terkutut untuk ku datangi? Itu sangat
tidak mungkin! Aku harus mengambil
makananku di mana jika tidak ke kantin? Ah Jessy benar-benar sukses
membuat ku gila. Aku berharap bisa membuang perasaan ini dan berpindah hati
pada Ruby. Ruby selalu siap di saat aku butuh tempat untuk bercerita, meski aku
tidak mungkin menceritakan perasaan ku pada Jessy pada Ruby. Ruby juga bisa
membuat senyumku berkembang di saat aku sedang sangat ceburu dengan Jessy. Aku
memang seharusnya mencintai Ruby, bukan Jessy.
***
Libur musim panas telah berlalu dan aku harus kembali ke
rutinitas ku seperti biasa, bersekolah. Aku tengah memperhatikan guru yang
tengah menerangkan materi tentang virus di depan kelas, aku benar-benar sedang
dalam mood yang tidak baik untuk mendengarkan guru itu mengoceh tentang deretan
nama virus-virus. Di tambah lagi dengan perut ku yang sudah sangat lapar karena
tidak sempat sarapan, aku kesiangan di hari pertama masuk sekolah.tidak lama
setelah guru di depan menutup materi pembelajaran hari ini bel istirahat pun
berdering membuat murid-murid berteriak kegirangan. Aku pun segera memasukan
bukan dan tempat pensilku yang sepertinya tidak ku gunaka sama-sekali dari
tadi, aku sedang malas untuk mencatat pelajaran hari ini. Setelah semua barang
ku telah masuk ke dalam tasku aku pun segera melangkah menuju kantin. Begitu
sampai di depan pintu kantin aku menarik nafasku terlebih dahulu, aku juga
menyiapkan hatiku untuk melihat sepasang kekasih yang nantinya akan bermesraan
di depan mataku. Tapi aku jauh lebih berharap lagi kalau mereka tidak belum ada
dan tidak akan datang ke sini. Setelah menarik nafas beberapa kali aku pun
melanjutkan langkahku dan membuka pintu kantin yang memang sudah ada di
depanku. Ah! Dugaan ku salah, Jessy dan Steven telah berada di kantin, duduk
berdua di salah satu meja kosong yang ada di pojok ruangan. Aku menatap mereka
sekilas lalu menghampiri Chaz, Ryan dan Christian yang telah menungguku. Aku
sedikit bersyukur karena Jessy tetap berpenampilan seperti biasanya, paling
tidak itu membuat ku ‘Sedikit’ lebih lega.
Selama berada di kantin mataku tidak bisa lepas memandang
kearah dua sejoli itu. Sakit memang, tapi aku juga bingung kenapa mataku tetap
terus ingin memandang ke arah mereka. aku merasa lebih kesal lagi saat melihat
Steven menyuapi jessy dan membersihkan pinggiran bibir Jessy yang kotor dengan
sisa makanan. Gezz.. ingin rasanya aku menghampirinya dan menonjok mukanya itu
dengan tanganku ini, tapi tentu saja itu akan membuat semua orang tau dengan
perasaanku pada Jessy. Aku hanya bisa terdiam sambil terus memandang tajam ke
arah dua sejoli itu. Tapi aktifitas itu terhenti saat aku melihat Ruby memasuki
kantin. Senyum terkembang dari bibirku. Aku pun segera menghampiri Ruby yang
terlihat bingung mencari tempat untuk duduk.
“Hei!”, sapaku dengan senyum lebar begitu berada di depan
Ruby.
“Hei Justin”, sapanya balik dengan senyum manisnya yang
biasa.
“Belum menemukan meja untuk makan?”, tanyaku.
“Emm.. ya, aku juga sedang menunggu temanku tapi aku
tidak bisa duduk karena belum menemukan kursi yang kosong”
“Bagaimana kalau bergabung dengan ku dan teman-temanku?
masih ada 4 kursi kosong di meja kami”
“Benarkah? Boleh kalau begitu”
Aku pun segera menggandeng tangan Ruby sambil membawakan
tasnya dan menuntunnya ke arah mejaku. Saat aku berjalan aku bisa melihat Jessy
yang memandang ke arahku sedangkan aku hanya membalasnya dengan tatapan
dinginku yang biasa.
“Sudah sampai tuan putri”, ucapku begitu sampai di depan
meja. Pipi Ruby terlihat memerah saat aku mengatakan hal itu.
“Ahaha... someone blushing”, ledekku lagi di selingi
dengan tawa sedangkan Ruby pun segera menutup kedua pipinya dengan tangnnya.
“Ehem! Sepertinya kalian sangat serasi jika menjadi
sepasang kekasih”, ledek Chaz kepada kami berdua membuat pipi Ruby semakin
memerah. Ahaha..
“Benarkah? Dengar Ruby, temanku saja mengatakan begitu”,
lanjutku sambil mengedipkan mataku genit ke arah Ruby dan dibalas sikutan kecil
ke arah perut ku oleh Ruby.
“Sudah lah kalian semua, jangan terus meledekku”,
jawabnya malu-malu. Manis sekali.
Seteha beberapa saling meledek teman Ruby pun datang dan
mengajak Ruby untuk mengambil jatah makan dan memakan santapan mereka di meja
kami. Kami menghabiskan waktu istirahat dengan saling bercanda dan meledek. Aku
dan teman-teman ku tidak merasa canggung meskipun teman-teman Ruby adalah
seorang kaka kelas. Yah kami juga memang sudah terbiasa berteman dengan kaka
kelas apa lagi dengan posisiku yang populer ini.
Ketika kami sedang asyik bercanda bel masuk kelas
berbunyi memecah keramaian kantin. Muri-murid terlihat langsung meninggalkan
kantin menuju kelas mereka masing-masing. Begitu juga dengan aku, teman-teman
ku, dan Ruby dengan teman-temannya, kami langsung berpamitan dan pergi ke kelas
masing-masing. Aku pun pergi ke kelas bersama Ruby dan teman-temannya karena
meng kami searah, tapi di tengah jalan teman-teman ruby memisahkan diri untuk
pergi ke toilet terlebih dahulu meninggalkan aku dan Ruby berdua.
“Mau pulang bersamaku nanti?”, tanyaku memecah keheningan
yang terjadi beberapa saat tadi.
“Boleh saja”, jawab Ruby dengan senyum yang terus
terkembang dari bibir mungilnya itu.
“Tapi mungkin aku tidak akan langsung mengatarmu ke
rumah. Aku mau mengajakmu jalan-jalan terlebih dahulu. Tidak apa kan?”
“Kamu mau mengajakku ke mana memangnya?”
“Rahasia..”, Ruby pun hanya terdiam lalu mengangguk
menandakan dia setuju dengan ajakkanku. Begitu sampai di persimpangan aku pun
berpisa dengan Ruby dan pergi pergi menuju kelas masing-masing.
Bel pulang telah berbunyi 15 menit yang lalu dan sekarang
aku telah berdiri di samping motor ku menunggu Ruby. Tadi dia mengirim pesan
padaku kalau dia akan agak terlambat keluar kelas karena harus piket terlebih
dahulu. Aku pun menduduki diriku di atas motor sambil kemudian mengutak-atik
iphone ku hingga akhirnya aku memutuskan untuk mendengaran musik. Ketika aku
baru saja akan memasang Hedphone ku aku melihat Jessy keluar menuju parkiran
sendirian. “Dimana Steven?”, pikirku tapi hanya tetap terdiam sambil sesekali
memperhatikannya yang masih berdiri tampak sedang menunggu. Tidak lama kemudian
aku melihat Ruby berjalan keluar gedung sekolah bersama—Steven. Mereka sedang
berrbicara berdua hingga akhirnya Ruby terlihat berpamitan dan segera pergi
menghampiiriku denngan senyuman yang tetap terkembang di bibirnya. Steven pun
terliht menghampiri Jessy dan pergi menuju motornya.
“Keluar bersama Steven?”, tanyaku dengan nada tidak suka.
Ya aku memang tidak suka dengan laki-laki itu, terlihat ingin merebut semua
gadis yang dekat dengan ku.
“Ya, tadi kami kebetulan bertemu di lorong dan dia juga
mau ke parkiran jadi kami jalan bersama. Kenapa memangnya?”, tanya Ruby tampak
aneh dengan nada bertanyaku.
“Tidak, aku hanya bertanya. Ah! ayo kita jalan-jalan.”,
dustaku kemudian segera mengganti topik, aku malas membahas tentang Steven itu.
Aku pun memberikan Helm pada Ruby dan kemudian dia pun naik ke atas motorku.
“Pegangan yang erat!”, perintahku pada Ruby dan dia pun
langsung memelukku erat dan aku segera menacapkan gas motorku dengan kecepatan
yang lumayan tinggi.
Setelah perjalanan yang cukup lama kami pun sampai di
sebuah danau yang Indah. Aku sering sekali datang ke Danau ini di saat aku
sedang suntuk atau kesal, danau ini seperti memiliki kekuatan yang bisa
menghapus rasa kesal dan sedih. Yah danau ini memang bukan tempat yang sepi
karena letaknya yang strategis membuat orang dengan gampangnya menemukan danau
ini, tapi danau ini berada cukup jauh dari rumahku, bahkan mungkin sudah kelua
dari perbatasan kota. Aku sengaja membawa Ruby ke danau ini untuk menunjuukan
keindahan pemandangan yang ada di sekeliling danau ini, aku yakin kalau Ruby
pasti akan menyukainya. Dan seperti dugaanku dia langsung memasang tampang
terkagum-kagum begitu turun dari motor dan melihat sekeliling danau. Sebenarnya
aku memiliki harapan untuk membawa orng yang sangat aku cintai ke danau ini,
menghabiskan waktu bersama orang itu. Tapi sayang teryata orang yang aku sua
tidak menyukaiku dan malah beracaran dengan orang lain, ya siapa lagi kalau
bukan Jessy. Tapi sekarang aku telah memiliki penggantinya, gadis yang jauh
lebih cantik dari dia. Mungkin aku belum jatuh cinta terlalu dalam pada Ruby
tapi aku yakin perasaan itu akan semakin bertumbuh jika selalu bersama. Ah tapi
aku belum memiliki rencana untuk menembak Ruby, entahlah itu belum terfikir kan
olehku. Mungkin aku akan mencari waktu yang tepat, tapi tidak sekarang, mungkin
secepatnya.
Aku pun menghabiskan waktu ku di danau bersama Ruby,
mengelilingin danau, bermain sampan, dan masih banyak lagi. Hingga tidak terasa
hari mulai gelap. Aku pun mengajak Ruby untuk pulang, tentu saja aku mengantar
Ruby ke rumahnya. Aku pun menacap gas motor ku tidak sekencang ketika berangkat
karena aku tidak mau membuat Ruby kedinginan karena angin malam, apa lagi angin
musim dingin masih belum sepenuhnya menghilang. Sebelum sampai di rumah Ruby
aku melewati sebuah taman yang lumayan besar dan tidak segaja mataku menatap
seorang pasangan kekasih yang tengah berciuman di bawah pohon yang tidak jauh
dari pinggir jalan. Tunggu dulu! Itu kan Jessy! Aku bisa langsung mengenali
sosoknya yang memang sudah sangat lama ku kenal. Dadaku kembali berdesis, rasa
kesal kembali memuncak dalam diriku. Bagaimana bisa hari yang sudah sangat
indah ini dihancurkan hanya karena melihat Jessy dan Steven berciuman. Aku
keasa, aku cemburu, tapi aku tidak bisa beruat apa-apa. Aku pun langsung
menacapkan gasku kencang membuat Ruby terlonjak kaget dan langsung memelukku
dengan erat.
“Oh My god Justin, kamu mengagetkan ku. Seharusnya kamu
bilang dahulu jika ingin mengebut, kau tau kalau aku bisa saja jatuh jika tidak
langsung berpegangan erat padamu”, omelnya tapi tidak menghilangkan sisi lembut
yang ada pada dirinya. Aku pun mencoba menariik nafasku dalam-dalam dan kembali
membuangnya. Begitu seterusnya hingga aku mulai merasa tenang.
“Maaf, aku tidak sengaja”, ucapku meminta maaf pada Ruby
dan Ruby yang baik hati pun tentu saja memaafkan ku.
tidak butuh waktu yang lama aku pun telah sampai di depn
Rumah Ruby. Rub ypun segera turun dari motor dan melepas helmnya, memberikannya
padaku.
“Terimakasih atas hari ini Justin”, ucap Ruby denngan
senyum manisnya.
“Ya sama-sama. Kapan-kapan aku akan mengajakmu pergi ke
danau itu lagi”
“Aku sangat menuggu hari itu. Emm.. aku masuk ya”, Ruby
pamit padaku dan baru saja melangkahkahkan kakinya satu langkah sampai aku
kembali menarik tangannya dan menciunya tepat di bibir. Dia sedikit kaget
dengan perbuatanku ini, tapi kemudian dia pun membalas ciumanku. Bukan ciuman
yang cukup lama karena kemudian aku melepas ciuman kami dan langsung pamit pada
Ruby, menancapkan gasku dengan cepat menuju ke rumah. Entahlah, tapi rasa kesal
itu masih ada. Bagaimana cara untuk menghilangkannya? Hanya ada satu cara.
Justin With Ruby
Danau yang Justin datangi bersama Ruby
Tidak ada komentar:
Posting Komentar