Minggu, 05 Januari 2014

Dear Diary part 5

 


            Melodi musik yang lembut langsung menghantam pendengaranku begitu aku memasuki Ball Room Whitefield Academy. Di depanku aku dapat melihat pasangan-pasangan yang tengah asyik berdansa. Ku telusuri setiap inci ruangan Ball Room ini hingga mataku jatuh kepada sosok pasangan yang tengah berdansa di antara kerumunan lainnya. Jessy! Dia tengah berdansa dengan Steven tetapi terlihat tidak begitu fokus karena matanya seperti sedang mencari-cari sesuatu, hingga tatapannya berakhir kearah ku. Ekspresinya terlihat kaget. Tidak lama setelah itu Steven terlihat menatap kearah ku dan pasangan di sebelahku dan mulai berjalan menuju kami. Ya, aku tentunya tidak pergi sendirian, aku pergi dengan Seorang Ruby Alison Mcconnell, gadis cantik yang populer yang berumur satu tahun di atasku. Panjang ceritanya higga aku bisa pergi ke prom ini bersamanya, karena sebelumnya aku berniat untuk tidak datang ke acara ini apa lagi semenjak keadian Jessy menerima Steven sebagai pasangannya di prom ini. Aku kesal, marah dan ceburu. Pandanganku pada jessy berubah begitu saja semenja kejadian itu, ku fikir dia berbeda dengan gadis-gadis lainnya, tapi ternyata sama saja.

            Jessy dan Steven telah berdiri tepat d hadapanku dan Ruby. Steven sibuk berbicara dengan Ruby sedangkan Jessy hany terdiam menunduk sambil sesekali mencuri-curi padang ke arahku. Ya aku tau karena aku juga terus memandang ke arahnya meski dia tidak menyadarinya. Jessy terlihat cantik sekali hari ini, dugaanku tentang dia yang tidak akan berdanda ternyata salah. dia berdandan sangat cantik, membuatku semakin kesal dan cemburu saja pada Steven. Aku benci karena tidak bisa memonopoli sosok cantik jessy, sekarang Steven dan semua orang kembali bisa melihatnya. Aku benci jika orang-orang mulai menyadari kecantikan Jessy, aku tidak suka melihat pandangan laki-laki yang menatap kagum padanya. Itu membuatku sangat kesal.

            “Wow, Dia terlihat benar-benar berbeda dengan biasanya. Dia—cantik”, ucap ruby memuji Jessy yang membuat jessy mengangkat kepalanya dan tersenyum pada Ruby.
            “Makasih ka”, Jessy membuka suaranya setelah lama terdiam. Kemudian Steven dan Ruby kembali berbincang-bincang membuatku mulai bosan. Akku bosa karena harus melihat Steven di hadapanku berdua bersama Jessy. Andaikan Jessy yang menjadi pasanganku akan beda lagi ceritanya. Akhirnya aku pun memutuskan untuk mengajak Ruby berdansa dari pada aku harus terus berada di depan kedua pasangan ini.

            “Em Ruby, mau berdansa?”, ajakku memotong perbincanan ruby sambil aku mengulurkkan tanganku. Ruby pun tersenyum mengangguk sambil menerima uluran tanganku. Aku pun pergi ke tengah-tengah lapangan dansa setelah Ruby berpamitan denga Steven. Ah tapi Jessy dan Steven terlihat ikut berdansa juga setelah itu. Selama berdansa dengan Ruby aku dapat melihat juga Jessy yang sepertinya terus memandang ke arahku dan Ruby. Ah aku tidak perduli lagi dengannya. Itu yangada di fikiranku tapi sepertinya sangat berbeda dengan kata hatiku.
            Saat sedang asyik berdansa mengikuti alunan musik perhatianku teralih saat melihat Jessy yang sedang—Berciuman dengan Steven. Damn! Tidak hanya aku saja yang melihat hal itu karena sepertinya para pasangan yang lain juga terlihat berhenti berdansa dan menatap kearah dua orang itu.

            “Woah, mereka benar-benar pasangan yang manis dan sangat berani. Lihat apa yang mereka lakukan di tenga-tengah kerumunan ini. so sweet”, ucap Ruby di sampingku sambil memasang muka menggoda ke arah kedua pasangan itu. Aku hanya bisa terdiam dengan ekspresi dinginku. Ah tidak tau saja kalau jauh di dasar hatiku ini aku merasa sangat—panas. Jessy terlihat memandang ke arahku dengan ekspresi sekan mau menjelaskan sesuatu. Tapi aku tidak buta, aku bisa melihat apa yang telah terjadi barusan. Tidak mau berlama-lama melihat Jessy aku pun menarik Ruby keluar dari ruangan Ball Room. Aku tidak perduli mau kemana, yang penting aku tidak akan melihat Jessy lagi. Aku benar-benar merasa menyesal datang ke acara ini!

            Udara terasa cukup dingin disini. Ya itu karena sekarang aku berada di halaman belakang sekolah bersama Ruby. Entah kenapa saat keluar dari Ball Room tadi kaki ku langsung melagkah dengann sendirinya kemari, padahal masih banyak tempat di dalam gedung sekolah ini yang sepi dan lebih hangat. yah tapi paling tidak diluar sini peandangannya indah dan—tida ada Jessy.
            Aku pun mendudukan diri ke bangku yang ada di halaman ini, Ruby pun mengikuti ku tak lama setelah itu.

“Ada apa tiba-tiba kamu mengajakku ke luar sini?”, tanya Ruby.
“Hemm.. aku bosan, di dalam terlalu ramai. Aku—pusing”, bohongku.
“Tapi di luar sini agak—Dingin”, lanjut Ruby sambil terlihat menggosok kedua tangannya agar merasa lebih hangat. aku pun meraih tanganya itu dan menggenggamnya agar dia merasa lebih hangat.
“Maaf, tapi bukankah pemandangan disini lebih indah dari pada di dalam sana. Sebentar saja tidak apa kan bila kita di sini?”
“Ah ya benar, di sini indah. Aku baru sadar. Mungkin tidak apa jika kita di sini untuk beberapa lama.”, Ruby tersenyum manis ke arahku.
Matanya yang berwarna coklat gelap itu seakan menghipnotisku. Jarak duduk ku dengannya tidak begitu jauh, ditambah lagi dengan tanganku yang menggenggam tangannya. Ah udara dingin dan semua masalah ini sekan membuat otakku tidak berfikir jernih. Perlahan-laha aku mempersempit jarak muka antara aku dan Ruby, dekat, dekat  dan semakin dekat. Tinggal beberapa centi lagi dan aku bisa melihat Ruby memejamkan matanya  dan akhirnya bibirku dan bibirnya pun menyatu. Entah apa yang ada di fikiranku saat ini, aku benar-benar tidak bisa berfikir lagi. Aku tidak perduli lagi dengan perasaanku ini, yang aku inginkan sekarang adalah mennikmati apa yang tengah ku lakukan sekarang. Aku terus melumat bibir Ruby dengan lembut hingga saat aku membuka mataku masih dengan mencium Ruby aku bisa melihat sosok Jessy berdiri tidak jauh dari tempat kami. Ya dia meihat ku yang sekarang tengah berciuman dengan Ruby. Seketika ingatan tentang kejadian di dalam kembali melintas di otaku, membuatku semakin kesal dan hanya menatapnya dengan sangat tajam dengan tatapan dinginku. Aku tetap melanjutkan kegiatan ku yang telah berlalu beberapa menit ini hingga aku melihat Jessy pergi dan aku pun melepas ciuman ini.
Pipi Ruby terlihat memerah, entah karena malu atau dingin. Aku pun mengelus pipinya lembut membuat Ruby menundukkan kepalanya setelah itu. Ah dia malu rupanya. Aku pun tertawa karenanya. Tapi aku juga bisa merasakan pipinya yang tengah dingin karena udara di luar sini yang sepertinya sebentar lagi akan turun salju. Aku pun memutuskan untuk mengajak Ruby kembali kedalam, ketempat yang lebih hangat dari pada di luar sini. Entah kenapa aku jadi tidak memikirkan Jessy lagi selama bersama Ruby. Ruby benar-benar berhasil mengalihkan perhatianku padanya. Aku memang seharusnya menyukainya. Untuk apa aku harus sedih dan kesal karena gadis yang tidak menyukaiku di saat di depan ku terdapat seorang gadis yang sangat cantik yang bahkan laki-laki lain sangat ingin bisa dekat dengannya. Ya Ruby jauh lebih cantik dari pada Jessy.

***

            Liburan Musim dingin sebentar lagi akan berakhir dan aku akan kembali masuk sekolah. Selama liburan musim dingin ini aku lebih banyak menghabiskan waktu ku dengan bermain Xbox di kamarku atau bermain dengan kedua adik kecil tersayangku. Tidak ada yang berkesan dengan liburan ku selain saat Ruby datang ke rumah ku. Ya dia berkunjung ke rumahku saat ku bilang aku bosan harus menjaga adikku di rumah sendirian saat Mom dan Dad harus pergi. Ruby menawarkan diri untuk datang dan akhirnya aku menghabiskan hari iu bersamanya. Ruby pun terlihat sangat senang saat bermain dengan kedua adikku  begitu pula sebaliknya. Yah paling tidak itu adalah hal yang paling berkesan selama liburku. Berbeda dengan ku, sepertinya Jessy terlihat menikmati liburnya bersama Steven. Yah aku mendengar kabar kalau dia dan Steven telah resmi berpacaran dari Ruby. Aku sudah bisa menebak itu, cepat atau lambat pasti mereka akan bersatu. Aku tau itu tapi kenapa saat mendengar kabar itu hatiku tetap terasa berdesis. Perih dan kesal. Aku memang tidak pernah mengerti dengan perasaan ku sendiri, tapi satu yang aku tau kalau sepertinya aku memang sudah jatuh hati terlalu dalam dengan Jessy. Entah sejak kapan perasaan itu muncul, dan sekarang aku tidak bisa menghentikannya meski aku tau kalau Jessy telah memiliki kekasih. Mungkin itu alasanku terus mengurung diri dengan bermain Xbox di kamar, agar aku tidak melihat kemesraan Jessy dengan Steven atau wajah kebahagiaan Jessy karena Steven. Itu juga yang membuatku sangat benci saat liburan ini berakhir karena itu berarti aku akan masuk sekolah dan akan dengan bebas meliat kemesraan dua orang itu di kantin. Apa aku harus menjadikan kantin tempat terkutut untuk ku datangi? Itu sangat tidak mungkin! Aku harus mengambil  makananku di mana jika tidak ke kantin? Ah Jessy benar-benar sukses membuat ku gila. Aku berharap bisa membuang perasaan ini dan berpindah hati pada Ruby. Ruby selalu siap di saat aku butuh tempat untuk bercerita, meski aku tidak mungkin menceritakan perasaan ku pada Jessy pada Ruby. Ruby juga bisa membuat senyumku berkembang di saat aku sedang sangat ceburu dengan Jessy. Aku memang seharusnya mencintai Ruby, bukan Jessy.

***

            Libur musim panas telah berlalu dan aku harus kembali ke rutinitas ku seperti biasa, bersekolah. Aku tengah memperhatikan guru yang tengah menerangkan materi tentang virus di depan kelas, aku benar-benar sedang dalam mood yang tidak baik untuk mendengarkan guru itu mengoceh tentang deretan nama virus-virus. Di tambah lagi dengan perut ku yang sudah sangat lapar karena tidak sempat sarapan, aku kesiangan di hari pertama masuk sekolah.tidak lama setelah guru di depan menutup materi pembelajaran hari ini bel istirahat pun berdering membuat murid-murid berteriak kegirangan. Aku pun segera memasukan bukan dan tempat pensilku yang sepertinya tidak ku gunaka sama-sekali dari tadi, aku sedang malas untuk mencatat pelajaran hari ini. Setelah semua barang ku telah masuk ke dalam tasku aku pun segera melangkah menuju kantin. Begitu sampai di depan pintu kantin aku menarik nafasku terlebih dahulu, aku juga menyiapkan hatiku untuk melihat sepasang kekasih yang nantinya akan bermesraan di depan mataku. Tapi aku jauh lebih berharap lagi kalau mereka tidak belum ada dan tidak akan datang ke sini. Setelah menarik nafas beberapa kali aku pun melanjutkan langkahku dan membuka pintu kantin yang memang sudah ada di depanku. Ah! Dugaan ku salah, Jessy dan Steven telah berada di kantin, duduk berdua di salah satu meja kosong yang ada di pojok ruangan. Aku menatap mereka sekilas lalu menghampiri Chaz, Ryan dan Christian yang telah menungguku. Aku sedikit bersyukur karena Jessy tetap berpenampilan seperti biasanya, paling tidak itu membuat ku ‘Sedikit’ lebih lega.
            Selama berada di kantin mataku tidak bisa lepas memandang kearah dua sejoli itu. Sakit memang, tapi aku juga bingung kenapa mataku tetap terus ingin memandang ke arah mereka. aku merasa lebih kesal lagi saat melihat Steven menyuapi jessy dan membersihkan pinggiran bibir Jessy yang kotor dengan sisa makanan. Gezz.. ingin rasanya aku menghampirinya dan menonjok mukanya itu dengan tanganku ini, tapi tentu saja itu akan membuat semua orang tau dengan perasaanku pada Jessy. Aku hanya bisa terdiam sambil terus memandang tajam ke arah dua sejoli itu. Tapi aktifitas itu terhenti saat aku melihat Ruby memasuki kantin. Senyum terkembang dari bibirku. Aku pun segera menghampiri Ruby yang terlihat bingung mencari tempat untuk duduk.

            “Hei!”, sapaku dengan senyum lebar begitu berada di depan Ruby.
            “Hei Justin”, sapanya balik dengan senyum manisnya yang biasa.
            “Belum menemukan meja untuk makan?”, tanyaku.
            “Emm.. ya, aku juga sedang menunggu temanku tapi aku tidak bisa duduk karena belum menemukan kursi yang kosong”
            “Bagaimana kalau bergabung dengan ku dan teman-temanku? masih ada 4 kursi kosong di meja kami”
            “Benarkah? Boleh kalau begitu”
           
            Aku pun segera menggandeng tangan Ruby sambil membawakan tasnya dan menuntunnya ke arah mejaku. Saat aku berjalan aku bisa melihat Jessy yang memandang ke arahku sedangkan aku hanya membalasnya dengan tatapan dinginku yang biasa.

            “Sudah sampai tuan putri”, ucapku begitu sampai di depan meja. Pipi Ruby terlihat memerah saat aku mengatakan hal itu.
            “Ahaha... someone blushing”, ledekku lagi di selingi dengan tawa sedangkan Ruby pun segera menutup kedua pipinya dengan tangnnya.
            “Ehem! Sepertinya kalian sangat serasi jika menjadi sepasang kekasih”, ledek Chaz kepada kami berdua membuat pipi Ruby semakin memerah. Ahaha..
            “Benarkah? Dengar Ruby, temanku saja mengatakan begitu”, lanjutku sambil mengedipkan mataku genit ke arah Ruby dan dibalas sikutan kecil ke arah perut ku oleh Ruby.
            “Sudah lah kalian semua, jangan terus meledekku”, jawabnya malu-malu. Manis sekali.
           
            Seteha beberapa saling meledek teman Ruby pun datang dan mengajak Ruby untuk mengambil jatah makan dan memakan santapan mereka di meja kami. Kami menghabiskan waktu istirahat dengan saling bercanda dan meledek. Aku dan teman-teman ku tidak merasa canggung meskipun teman-teman Ruby adalah seorang kaka kelas. Yah kami juga memang sudah terbiasa berteman dengan kaka kelas apa lagi dengan posisiku yang populer ini.
            Ketika kami sedang asyik bercanda bel masuk kelas berbunyi memecah keramaian kantin. Muri-murid terlihat langsung meninggalkan kantin menuju kelas mereka masing-masing. Begitu juga dengan aku, teman-teman ku, dan Ruby dengan teman-temannya, kami langsung berpamitan dan pergi ke kelas masing-masing. Aku pun pergi ke kelas bersama Ruby dan teman-temannya karena meng kami searah, tapi di tengah jalan teman-teman ruby memisahkan diri untuk pergi ke toilet terlebih dahulu meninggalkan aku dan Ruby berdua.

            “Mau pulang bersamaku nanti?”, tanyaku memecah keheningan yang terjadi beberapa saat tadi.
            “Boleh saja”, jawab Ruby dengan senyum yang terus terkembang dari bibir mungilnya itu.
            “Tapi mungkin aku tidak akan langsung mengatarmu ke rumah. Aku mau mengajakmu jalan-jalan terlebih dahulu. Tidak apa kan?”
            “Kamu mau mengajakku ke mana memangnya?”
            “Rahasia..”, Ruby pun hanya terdiam lalu mengangguk menandakan dia setuju dengan ajakkanku. Begitu sampai di persimpangan aku pun berpisa dengan Ruby dan pergi pergi menuju kelas masing-masing.

           
            Bel pulang telah berbunyi 15 menit yang lalu dan sekarang aku telah berdiri di samping motor ku menunggu Ruby. Tadi dia mengirim pesan padaku kalau dia akan agak terlambat keluar kelas karena harus piket terlebih dahulu. Aku pun menduduki diriku di atas motor sambil kemudian mengutak-atik iphone ku hingga akhirnya aku memutuskan untuk mendengaran musik. Ketika aku baru saja akan memasang Hedphone ku aku melihat Jessy keluar menuju parkiran sendirian. “Dimana Steven?”, pikirku tapi hanya tetap terdiam sambil sesekali memperhatikannya yang masih berdiri tampak sedang menunggu. Tidak lama kemudian aku melihat Ruby berjalan keluar gedung sekolah bersama—Steven. Mereka sedang berrbicara berdua hingga akhirnya Ruby terlihat berpamitan dan segera pergi menghampiiriku denngan senyuman yang tetap terkembang di bibirnya. Steven pun terliht menghampiri Jessy dan pergi menuju motornya.

            “Keluar bersama Steven?”, tanyaku dengan nada tidak suka. Ya aku memang tidak suka dengan laki-laki itu, terlihat ingin merebut semua gadis yang dekat dengan ku.
            “Ya, tadi kami kebetulan bertemu di lorong dan dia juga mau ke parkiran jadi kami jalan bersama. Kenapa memangnya?”, tanya Ruby tampak aneh dengan nada bertanyaku.
            “Tidak, aku hanya bertanya. Ah! ayo kita jalan-jalan.”, dustaku kemudian segera mengganti topik, aku malas membahas tentang Steven itu. Aku pun memberikan Helm pada Ruby dan kemudian dia pun naik ke atas motorku.
            “Pegangan yang erat!”, perintahku pada Ruby dan dia pun langsung memelukku erat dan aku segera menacapkan gas motorku dengan kecepatan yang lumayan tinggi.

            Setelah perjalanan yang cukup lama kami pun sampai di sebuah danau yang Indah. Aku sering sekali datang ke Danau ini di saat aku sedang suntuk atau kesal, danau ini seperti memiliki kekuatan yang bisa menghapus rasa kesal dan sedih. Yah danau ini memang bukan tempat yang sepi karena letaknya yang strategis membuat orang dengan gampangnya menemukan danau ini, tapi danau ini berada cukup jauh dari rumahku, bahkan mungkin sudah kelua dari perbatasan kota. Aku sengaja membawa Ruby ke danau ini untuk menunjuukan keindahan pemandangan yang ada di sekeliling danau ini, aku yakin kalau Ruby pasti akan menyukainya. Dan seperti dugaanku dia langsung memasang tampang terkagum-kagum begitu turun dari motor dan melihat sekeliling danau. Sebenarnya aku memiliki harapan untuk membawa orng yang sangat aku cintai ke danau ini, menghabiskan waktu bersama orang itu. Tapi sayang teryata orang yang aku sua tidak menyukaiku dan malah beracaran dengan orang lain, ya siapa lagi kalau bukan Jessy. Tapi sekarang aku telah memiliki penggantinya, gadis yang jauh lebih cantik dari dia. Mungkin aku belum jatuh cinta terlalu dalam pada Ruby tapi aku yakin perasaan itu akan semakin bertumbuh jika selalu bersama. Ah tapi aku belum memiliki rencana untuk menembak Ruby, entahlah itu belum terfikir kan olehku. Mungkin aku akan mencari waktu yang tepat, tapi tidak sekarang, mungkin secepatnya.
            Aku pun menghabiskan waktu ku di danau bersama Ruby, mengelilingin danau, bermain sampan, dan masih banyak lagi. Hingga tidak terasa hari mulai gelap. Aku pun mengajak Ruby untuk pulang, tentu saja aku mengantar Ruby ke rumahnya. Aku pun menacap gas motor ku tidak sekencang ketika berangkat karena aku tidak mau membuat Ruby kedinginan karena angin malam, apa lagi angin musim dingin masih belum sepenuhnya menghilang. Sebelum sampai di rumah Ruby aku melewati sebuah taman yang lumayan besar dan tidak segaja mataku menatap seorang pasangan kekasih yang tengah berciuman di bawah pohon yang tidak jauh dari pinggir jalan. Tunggu dulu! Itu kan Jessy! Aku bisa langsung mengenali sosoknya yang memang sudah sangat lama ku kenal. Dadaku kembali berdesis, rasa kesal kembali memuncak dalam diriku. Bagaimana bisa hari yang sudah sangat indah ini dihancurkan hanya karena melihat Jessy dan Steven berciuman. Aku keasa, aku cemburu, tapi aku tidak bisa beruat apa-apa. Aku pun langsung menacapkan gasku kencang membuat Ruby terlonjak kaget dan langsung memelukku dengan erat.

            “Oh My god Justin, kamu mengagetkan ku. Seharusnya kamu bilang dahulu jika ingin mengebut, kau tau kalau aku bisa saja jatuh jika tidak langsung berpegangan erat padamu”, omelnya tapi tidak menghilangkan sisi lembut yang ada pada dirinya. Aku pun mencoba menariik nafasku dalam-dalam dan kembali membuangnya. Begitu seterusnya hingga aku mulai merasa tenang.
            “Maaf, aku tidak sengaja”, ucapku meminta maaf pada Ruby dan Ruby yang baik hati pun tentu saja memaafkan ku.

            tidak butuh waktu yang lama aku pun telah sampai di depn Rumah Ruby. Rub ypun segera turun dari motor dan melepas helmnya, memberikannya padaku.
            “Terimakasih atas hari ini Justin”, ucap Ruby denngan senyum manisnya.
            “Ya sama-sama. Kapan-kapan aku akan mengajakmu pergi ke danau itu lagi”

            “Aku sangat menuggu hari itu. Emm.. aku masuk ya”, Ruby pamit padaku dan baru saja melangkahkahkan kakinya satu langkah sampai aku kembali menarik tangannya dan menciunya tepat di bibir. Dia sedikit kaget dengan perbuatanku ini, tapi kemudian dia pun membalas ciumanku. Bukan ciuman yang cukup lama karena kemudian aku melepas ciuman kami dan langsung pamit pada Ruby, menancapkan gasku dengan cepat menuju ke rumah. Entahlah, tapi rasa kesal itu masih ada. Bagaimana cara untuk menghilangkannya? Hanya ada satu cara.



Justin With Ruby

Danau yang Justin datangi bersama Ruby

Tidak ada komentar:

Posting Komentar