Sudah dua
minggu semenjak kepergian Gadis bernama Jessica itu ke Paris tapi sampai hari
ini, detik ini laki-laki itu belum kunjung juga tau akan hal itu. Memang sudah
beberapa kali laki-laki itu berusaha mencari sosok gadis yang iya cintai dalam
hati itu. Tapi laki-laki itu tidak lebih berusaha lagi, dia hanya sekedar
mencari, tidak bertanya. Justin hanya mencoba mencari gadisnya itu di kelas,
kantin, dan perpus, tapi laki-laki itu tidak menemukannya juga. Kejanggalan
mulai terasa di hatinya karena gadis itu juga tidak pernah terlihat lagi
bersama Steven. Kemana sebenarnya gadi itu? Batin Justin. Justin ingin sekali
bertanya kepada Steven atau teman sekelas Jessy untuk menanyakan di mana gadis
itu sekarang, tetapi ego dan gengsinya terlalu besar untuk melakukan itu.
Laki-laki itu pun tidak sampai berfikir untuk melihat kerumah gadis itu atau
sekedar bertanya pada Mom nya. Rasa rindu pada
gadis itu memnbuatnya tidak dapat berfikir dengan jernih. Bahkan sampai
detik ini pun otaknya hanya terpenuhi dengan satu nama gadis yang telah hilang
sejak dua minggu itu. Lelaki itu memang telah memiliki kekasih yang menurut
orang lain jauh lebih cantik dari pada gadis nya, tetapi tetap saja hati Justin
mengatakan kalau Jessy lebih cantik dari segalanya. Dia menjalani hubungannya
dengan Ruby kekasih dengan setengah hati karena setengah hatinya telah dia
berikan pada gadis yang tidak jelas keberadaannya. Rasa menyesal kadang
menghantuinya, memintanya untuk meminta maaf pada gadis itu, tapi gengsi lelaki
itu mengalahkan segalanya. Lelaki itu terlalu takut kehilangan popularitasnya
yang membuat dia menjauh dari gadis itu sejak di sekolah dasar dulu. Ya itu
adalah alasan mengapa lelaki itu menjauhi Jessy hingga saat ini. Penampilan
gadis itu yang selalu membuat gadis itu di ejek oleh teman-temannya sejajak di
sekolah dasar dan membuat Justin yang ingin tetap populer harus menjauh.
Didalam fikirannya saat itu hanya mengatakan jika dia tetap berteman dengan
Jessy maka dia akan ikut di ejek oleh teman-temannya. Lelaki itu terlalu takut
hingga menjauh. Sebenarnya Justin tau kalau Gadis itu tidak sejelek yang
teman-temannya katakan. Jessy sangat cantik, bahkan lebih cantik dari gadis
populer di sekolahnya jika dia berdandan. Tapi entah kenapa gadis itu tidak
melakukan hal yang biasa gadis-gadis lakukan saat beranjak besar, gadis itu
justru memilih mengepang rambutnya dan mengenakan pakaian bak gadis kampung.
Dulu Justin memang membenci dandanan kampungan gadis itu tapi sekarang lelaki
itu justru lebih memilih Jessy untuk tetap berdandan seperti itu, menjauhkannya
dari mata para lelaki yang akan menatapnya dengan tatapan memuja di setiap
langkah gadis itu, seperti yang terjadi saat itu, saat gadis itu mencoba
berdandan dan membuat satu sekolah gempar dalam sehari. Ya hanya sehari karena
setelah Justin mencacinya dengan kata-kata yang pedas gadis itu kembali ke
dandanan biasanya. Kejam memang, tapi lelaki itu memang tidak bisa menggunakan
cara lain untuk menjauhkan gadis itu dari mata para lelaki di sekolahnya itu.
Justin tengah
terduduk di kantin bersama kekasihnya Ruby, menyantap makan siang bersama
seperti biasanya. Yang berbeda hanyalah tidak adanya Jessy di kantin itu yang
biasanya akan makan berdua dengan Steven dan membuat rasa cemburunya akan
muncul, dan jika sudah seperti itu dia akan memulai aksinya bermesraan di depan
gadis itu seakan mereka jauh lebih mesrah dari pada Gadis itu dan kekasihnya.
Tapi aktivitas itu telah hilang sejak dua minggu yang lalu karena gadis itu
tidak pernah menampakkan mukanya lagi di hadapan Justin. Yang terlihat sekarang
hanya Steven yang makan bersama teman-temannya, tidak ada Jessy di sana. tidak
ada. Justin ingin sekali melangkahkan kakinya saat itu menuju lelaki yang
tengah duduk bersama teman-temannya itu, menanyakan tenatang keberadaan Jessy.
Tapi tentu gengsinya terlalu tinggi untuk melakukan itu. Jadilah Justin hanya
bisa duduk terdiam mengaduk-aduk makanannya tanpa ada sedikitpun rasa untuk
memakannya. Nafsu makannya telah hilang karena begitu merindukan Jessy. Ruby
yang melihat tingkah Justin pun bingung.
“Ada apa?”,
tanya gadis cantik itu menghawatirkan tingkah kekasihnya yang berbeda itu.
Justin yang berada di sebelahnya hanya bisa menarik
nafasnya dan menggeleng, “Tidak apa-apa, aku—hanya sedang bosan” dusta lelaki
itu.
“Bosan karena apa? Kamu bisa menceritakannya padaku, ata
jangan-jangan kamu bosan padaku?”
“Bukan! Kamu tidak pernah membuat ku merasa bosan. Dengan
keberadaanku di sisiku sekarang Justru membuat sangat bahagia, tapi—aku sedang
ada sedikit masalah dan aku belum bisa menceritakannya padamu.” Aku tidak akan pernah bisa menceritakannya
padamu. Lanjut Justin dalam batinnya. Justin tidak mungkin mengatakan pada
kekasihnya itu kalau dia mencintai Jessy dan dia sangat merindukan gadis itu
sekarang, itu sama saja mengatakan kalau dia tidak mecintai Ruby dan hanya
menjadikan Ruby sebagai pelampiasan. Ya meskipun memang itulah yang terjadi
saat ini.
Ruby yang mendengar perkataan kekasihnya itu pun hanya
bisa terdiam dan kembali melanjutkan aktifitas makannya sedangkan Justin kembali
mengaduk-aduk makanannya sambil menarik nafas bosan berkali-kali. Laki-laki ini
benera-benar merindukan sosok Jessy dalam hidupnya.
Sedangkan
dibelahan bumi lainnya yang bertempat di Paris, Jessy sedang berjalan-jalan
dengan teman barunya di kota asing itu. Hari-hari gadis itu benar-benar jauh
berbeda saat berada di kanada. Gadis itu memiliki banyak teman disini dan gadis
itu pun telah berani untuk mengubah dandanannya atas saran dari teman-teman
baru di sekolahnya itu. Gadis itu lebih ceria sekarang, bahkan rasa sedih
sepertinya tidak akan pernah datang kepada gadis itu lagi jika gadis itu
benar-benar telah melupakan tanah asalnya, tanah asalnya yang penuh dengan
kenangan masa kecilnya yang indah dan kenangan pahit tentang cinta yang tak
tergapai. Selama dua minggu di kota tempat tinggalnya yang baru ini gadis itu
benar-benar telah membuang masa lalunya dan berniat untuk tidak membukanya
kembali. Bukan tidak berniat sebenarnya, hanya saja belum ada hal yang
membuatnya kembali teringat akan hal itu. Tidak ada Justin di sini yang akan
membuatnya kembali mengingat kenangan pahitnya itu. Dan dua minggu ini gadis
itu pun belum memiliki waktu untuk menghubungi Steven mantan kekasihnya itu
atau pun Mom Pattie yang telah dia anggap seperti ibu keduanya. Bukan malas
tapi dia tidak bisa karena perbedaan waktu yang begitu jauh. Jika dia menelfon
Steven saat ini pasti laki-laki itu tengah berada di sekolah dan tidak mungkin
Jessy mengganggunya dan jika menunggu Steven pulang dari sekolah itu berarti
Jessy harus menghubunginya tepat malam hari jika gadis itu belum tertidur.
Gadis itu memang telah berjanji akan segera menghubungi, tapi keadaan berkata
lain dan gadis itu hanya bisa mencari waktu yang tepat karena kenyataannya
gadis itu juga merindukan mantannya itu yang telah di anggap sebagai kakanya
yang berada di belahan bumi lainnya.
Jessy tengah
duduk di salah satu Cafe yang berada di paris, meminum coklat hangatnya sambil
berbincang-bincang dengan tiga teman perempuannya. Mereka baru saja selesai
berbelanja dan menghabiskan waktu khusus wanita mereka di deretan pertokoan
diparis, hingga akhirnya mereka merasa lelah dan memutuskan untuk bersantai
sejenak di Cafe yang berada tidak jauh dari area pertokoan itu. Jessy merasa
sangat senang sekarang karena teman-teman barunya itu mau membantunya
mencarikan baju-baju dan berbagai barang lainnya yang dia butuhkan untuk
merubah penampilannya. Sebenarnya Jessy sudah cukup senang karena
teman-temannya di paris mau menerimanya dengan penampilannya yang seperti itu,
dan Jessy pun sudah merasa betah dengan penampilan lamanya itu. Tapi apa
salahnya mencoba menjadi berbeda, Gadis itu pun juga sebenarnya sudah terbiasa
mengenakan baju-baju modis jika berpergian dengan orang tuanya hanya saja dia
lebih nyaman menggunakan baju yang di anggap kampungan oleh orang-orang itu.
Jessy tau teman-teman barunya itu hanya mau yang terbaik untuknya dan mereka
juga tidak memaksa, maka dari itu dengan senang hati jessy menerima tawaran
temannya yang ingin merubah dandanannya itu. Jessy merasa sangat senang karena
ternyata orang-orang di Pari sangat ramah dan mau menerimanya. Bahkan dihari
pertama Jessy masuk ke sekolah barunya dia telah mendapatkan banyak teman dan
di antara semua teman-teman barunya itu Jessy telah memiliki tiga teman yang
sangat dekat dengannya yang hari ini telah menghabiskan waktu bersamanya. Jessy
merasa dia akan sangat betah tinggal di paris meskipun dia merasa juga akan
merindukan Kota Kanada yang penuh dengan kenangan masa lalunya.
***
Sekarang hari sabtu dan Justin hanya menghabiskan
waktunya di dalam kamarnya memikirkan gadis yang sangat dia rindukan yang telah
menghilang selama beberapa minggu itu. Tidak ada keinginan untuk pergi keluar
menemui kekasihnya atau sekedar bermain basket bersama teman-temannya. Sejak
pagi hingga malam menjelang laki-laki itu tetap terdiam dirumahnya dan
kamarnya, memikirkan Jessy. Tiba-tiba kenginan untuk membuat sebuah lagu
terfikirkan oleh lelaki itu. Dengan langkah cepat Justin segera menyambar gitar
yang berada di pojokan kamarnya itu. Justin memang senang bernyanyi dan bermain
gitar, suara laki-laki itu tidak kalah bagus dengan penyanyi profesional di
luar sana. Terkadang saat bosan laki-laki itu juga menghabiskan waktunya
membuat sebuah lagu, tapi tidak ada satupun lagu buatannya yang dia perdengarkan
pada orang lain. Pernah meski hanya sekali dan itu mungkin sudah lama sekali.
Justin pernah sekali mendengarkan salah satu lagu buatannya saat masih kecil
khusus di perdengarkan ke sahabat kecilnya Jessy yang sekarang telah
menghilang.
Kata demi kata mulai lelaki itu tulis dalam sebuah kertas
kosong yang sekarang mulai terisi denagn rangkaian kata penuh makna. Semua
perasaannya saat ini Justin curahkan dalam lagu itu. Sesekali laki-laki itu
memetik gitarnya untuk mencari nada yang tepat untuk lagu itu dan mencoret
beberapa kata-kata yang ada di atas kertas itu jika tidak sesuai dengan yang
dia inginkan. Begitu terus hingga satu buah lagu telah tercipta. Lagu yang di
buat khusus untuk sahabat kecilnya dulu dan cinta terpendamnya sekarang, untuk gadis
yang membuat otaknya tidak bisa berhenti untuk menyerukan namanya. Gadis yang
membuat Justin merasakan rindu setengah mati hingga rasanya dadanya terasa
begitu sesak. Justin pun mulai memetik gitarnya, membuat sebuah nada lembut
memecah kesunyian ruangan kamar itu. Dan sebuah lagu mulai Justin nyanyikan
dengan sangat indah. Sebuah lagu yang mengungkapkan bagaimana dia merindukan Jessica Athena Jhonson, lagu yang menggambarkan seberapa
kehilangannya ia akan gadis itu.
“where are you
now
When i need you the most
Why don’t you take my hand
I want to be close
Help me when i am down
Lift me up off the ground
Teach me right from wrong
Help me to stay strong
Take my hand and walk with me
I need you to set me free yeah
Where are you now
When nothing is going right
Where are you now
I can’t see the light
Where are you now,
When i need you the most?”
Air mata mulai menetes dari mata Justin, menggambarkan
rasa sakit yang begitu dalam saat ini. Lelaki itu begitu merindukan gadisnya.
Merindukan senyuman san tawa dari gadis itu yang hanya bisa dia nikmati dari
kejauhan saat melihatnya sedang bermain dengan kedua adiknya. Justin
benar-benar membutuhkan gadis itu saat ini, memnbutuhkan gadis itu di
sekitarnya.
“I Need you
To need me
Can’t you see me
How cold you leave me
My heart is half empty
I’m not whole
When you’re not with me
I want you
Here with me
To guide me
Hold me
And love me now
Why don’t you take my hand?
I wanna be close.
Take my hand and walk with me,
Yeahh.
Where are you now
When nothing is going right
Where are you now
I can’t see the light
So take my hand and walk with me.
Show me what to be, yeah
I need you to set me free, yeahh.
Where are you now?
Now that i’m half-grown.
Why are we far apart?
I feel all alone.
Where are you now
When nothing is going right
Where are you now
I can’t see the light”
Petikan
gitar pun terhenti menandakan lagu yang telah berakhir, menyisakan air mata
yang masih mengalir di pipi pemuda itu. Nafasnya menjadi tidak berarturan
karena sesak yang dia rasakan saat bernyanyi sambil memikirkan gadis itu.
Justin benar-benar mearas lemah sekarang. Tanpa gadis itu di sekitarnya ia
seperti kehilangan lilin yang selama ini meneranginya, dan membuatnya masuk
kedalam gelap yang nyata. Pemuda itu baru benar-benar menyadari rasa cintanya
yang dalam pada gadis itu setelah gadis itu menghilang. Selama ini dia tidak
sadar akan rasa itu, mungkin karena jarak yang begitu dekat membuatnya tidak
menyadari semua itu. Tapi kini lelaki itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Gadisnya hilang dan berarti dia telah kehilangan setengah hatinya yang ikut
terbawa oleh gadis itu. Tinggalah penyesalan yang mendalam dalam diri Justin.
“Where
are you now Jessica Athena Jhonson?”, bisik Justin dengan suara yang lirih.
***
Setelah
Hari sabtu kemarin Justin menghabiskan banyak waktunya di kamar dengan membuat
lagu dan memikirkan Jessy, pada hari minggu ini lelaki itu berniat untuk pergi
ke rumah Jessy. Tapi sebelumnya dia ingin menanyakan tentang Jessy pada Momnya.
Dua minggu kemarin Justin benar-benar terfikir untuk bertanya pada Momnya,
padahal lelaki itu tau kalau Moomnya sangat dekat dengan Jessy dan pasti tau
keberadaan Jessy. Justin sudah tidak bisa menahan rasa rindunya pada Jessy, dia
ingin segera melihat muka gadis itu meski hanya sebentar. Paling tidak setelah
melihat wajah gadis itu bisa memberinya semangat untuk menjalani harinya
selanjutnya. Justin benar-benar semangat untuk pergi kerumah Jessy yang berada
di sebrang rumahnya itu, maka dari itu laki-laki itu bangun pagi dan segera
bersiap. Justin turun dari kamarnya yang berada di lantai dua dan langsung
menghampiri Mom nya yang sedang berada di dapur.
“Hi
Mom”, sapa Justin ceria. Justin tidak akan seceria ini begitu tau kalau Jessy
telah pergi dari Kanada kenegara yang Jauh, yang tidak bisa Justin datangi
dengan mudahnya.
“Selamat
pagi sayang. Ada apa? Kamu terlihat bersemangat sekali hari ini?”, jawab Mom
Pattie dengan senyumnya begitu melihat wajah ceria anak laki-lakinya yang
kemarin sangat murung.
“Hehe..
Tidak kenapa-kenapa Mom. Hanya sedang bersemangat saja”, Ucap Justin dengan
cengiran yang membuat gigi putihnya terpampang. Kemudian Justin pun mulai menyantap
Pancake yang telah tersedia di meja makan. Begitu lelaki itu selesai
menghabiskan makan paginya ia pun meletakkan bekas piringnya ke bakcuci yang
berada di dapur dan pergi menghampiri Mom nya. Ia berniat bertanya tentang
Jessy terlebih dahulu pada mom nya sebelum ia benae-benar pergi ke rumah gadis
itu.
“Emmm..
Mom..”, ucap Justin ragu-ragu. Rasa gengsi itu tetap ada pada diri lelaki itu
meski dia tau dia harus menanyakan gadis itu sebelum rasa rindunya itu
membuatnya semakin gila.
“Ada apa
sayang?”, tanya Mom pattie pada anaknya yang sepertinya menahan sebuah
pertanyaan untuk di tanyakan padanya.
“Apa mom
tau kemana Jessy? dia tidak masuk sekolah dua minggu ini dan dia juga tidak
pernah datang bermain ke rumah ini lagi, jadi—aku fikir dia sakit? Mungkin
kalau dia sakit aku akan menjenguknya ke rumahnya.”, Akhirnya Justin
mengeluarkan pertanyaan itu juga. Justin merasa cukup lega karena telah
bertanya, paling tidak dia hanya tinggal mendengar jawaban dari mom nya tentang
alasan kenapa gadis itu tidak pernah muncul di sekitarnya.
Mom
Pattie terlihat menghembusakan nafas berat membuat Justin semakin bingung dan
resah. Ada apa sebenarnya dengan gadis itu, batinnya.
“Apa kau
tidak tau? Jessy tidak memberitahu mu sayang?”, tanya Mom Pattie yang membuat
Justin semakin bingung. Memberi tahu apa?
Hal apa yang aku Justin lewati tentang gadis itu. Justin bertanya-tanya
dalam batinnya. Sunggu dia agak kesal dengan Momnya yang justru membuatnya
semakin bingung.
“Memberi
tahu apa Mom? Aku tidak tau apa-apa tentangnya belakangan ini. Aku—kurang dekat
dengannya sekarang”, jawab Justin yang suaranya semakin kecil di kalimat
terakhir. Mom Pattie tidak tau tentang Jessy yang di bully di sekolah dan
Justin yang tidak lagi dekat dengannya semenjak kelas 3 Sekolah Dasar.
Mom
Pattie terlihat kembali membuang nafas berat membuat Justin menyatukan alisnya
melihat tingkah Momnya itu yang membuatnya sangat penasaran.
“Sayang—
Mom memang tidak tau apa yang terjadi di antara kalian sehingga Jessy tidak
memberitahu hal ini tapi kamu tetap harus tau karena kamu adalah sahabat
kecilnya.”, mom Pattie menghentikan kata-katanya sejenak membuat Justin yang
sudah penasaran mendengus kesal.
“Ayolah
Mom, jangan buat aku penasaran. Katakan Mom kenapa?”, paksa Justin yang sudah
kelewat kesal dengan sikap Mom nya yang sangat bertele-tele. Apa kah Momnya
tidak tau kalau anak lelaki di depannya sudah menjadi gila saking rindunya
dengan gadis yang sedang mereka bicarakan itu.
“Sayang,
Jessy dan keluarganya telah pindah sejak dua minggu yang lalu. Mom kira kamu
sudah tau dari Jessy makanya mom hanya diam saja.”, mata Justin melotot setelah
mendengar ucapan Momnya itu. Bagaimana bisa? Jessy pindah?
“Pi—pi-ndah
mom? Tapi—kemana?”, tanya Justin dengan suara yang tak terkontrol saking terkejutnya.
“Mereka
pindah ke paris karena perusahan Dad Jessy sedang bermasalah di sana. Mom
benar-benar tidak mengerti mengapa Jes-”, omongan Mom Pattie terpotong karena
Justin telah berlari keluar rumah meninggalkan ibunya yang hanya bisa
menggeleng bingung dengan sikap anaknya itu. Ada apa dengan kedua anak remaja
itu, bati Pattie.
Justin
berlari, terus berlari menuju rumah Jessy. dia masih tidak percaya dengan apa
yang dikatakan Mom nya tadi. Bagaimana bisa Jessy pergi tanpa mengucapkan
apa-apa padanya, memberitahu pun tidak. Justin sadar kalau hubungan mereka
tidak berjalan baik sejak kelas 3 sekolah dasar tapi dia tidak pernah berfikir
kalau Jessy akan merahasiakan berita sepenting ini, dan bodohnya lagi ia tidak
mengetahuinya sampai dia bertanya pada Momnya. Laki-laki itu terus meruntuki
dirinya yang terlalu bodoh. Apa jadinya kalau dia tidak pernah bertanya pada
Momnya tentang gadis itu, mungkin sampai seterusnya ia tidak akan menyadari
kepindahan gadis itu.
Nafas
Justin terengah-engah saat sampai di depan rumah Jessy. Ternyata benar apa yang
Momnya katakan, gadis itu telah pindah, ketempat yang jauh. Rumah gadis itu
terlihat sangat sepi tak berpenghuni, karena nyatanya rumah itu memang telah di
tinggalkan. Justin mencoba memutar kenop pintu rumah itu dan mengetuknya
beberapa kali seakan menunggu seseorang akan membuka pintu itu. Tentu saja
usaha Justin sia-sia karena rumah itu benar-benar telah di tinggalkan oleh
pemiliknya. Justin memerosotkan dirinya kelantai, tersusuk bersandar kepintu
layaknya orang frustasi. Lelaki itu menbenturkan kepalanya beberapa kali ke
pintu meninbulkan bunyi benturan yang cukup keras. Berbagai Kata-kata kotor
keluar dari mulut lelaki itu, mencaci maki kebodohan dirinya sendiri. Tak
terasa air mata telah membanjiri pipinya. Justin tidak perduli jika ada orang
lain yang melihatnya menangis sekarang, atau seseorang yang mengatai ia gila
karena tingkahnya saat ini. Yang dia tau sekarang adalah hatinya sakit karena
dia telah benar-benar kehilangan gadisnya, cahayanya, cinta nya. Gadis itu
telah meninggalkannya yang belum sempat mengatakan isi hati yang sebenarnya.
Justin tetap membenturkan kepalanya ke pintu sambil meruntuk sendirian sampai
dia teringat jalan rahasia yang pernah dia temukan oleh Jessy menuju taman
belakang rumah gadis itu. Taman tempat diamana rumah pohon milik mereka berada.
Justin segera melangkahkan kakinya menuju jalan rahasia itu yang tertutup oleh
semak belukar dan bunga-bunga cantik milik Mom Jessy. Setelah berhasil masuk
kedalam taman belakang itu Justin segera memanjat menuju rumah pohonnya. Rumah
pohon kenangannya bersama Jessy yang telah lama tak pernah ia datangi lagi
semenjan ia menjauh dari Jessy.
Justin
mendudukan dirinya di pinggiran rumah pohon itu dengan kaki menggantung. Hal
pertama yang terlintas di fikiran Justin saat berada di tempat itu adalah
kenangannya bersama Jessy ketika masih kecil. Kenangan itu berlalu bak sebuah
filem yang berputar.
“Aku membuat sebuah lagu, kamu mau
mendengarnya?”, tanya lelaki berumur 6 tahun itu kepada sahabat perempuan yang
seumuran dengannya.
“Kau membuat lagu? Wah hebat. Ayo
cepat nyanyikan, aku yakin pasti lagumu sangat bagus.”, ucap gadis di depan
bocah itu terlihat sangat antusias.
“Ah kau bisa saja, baiklah aku akan
menyanyikannya dengan gitarku ini”, bocah laki-laki itu tersipu dengan pujian
yang di lontarkan sahabatnya itu. Kemudian ia mulai memetik gitarnya dan
menyanyikan lagu ciptaannya itu.
“Oh
Yeah
Mmmm
I’d wait on you forever and a day
Hand and foot
Your world is my world
Yeah
Ani’t no way you’re ever gon’ get
Any less than you should
Cause baby
You semile i smile (oh)
Cause whenever
You semile i smile
Hey hey hey
You lips, my biggest weakness
Shouldn’t have let you know
I’m always gonna do what they say (hey)
If you need me
I’ll come runnin’
From a thousand miles away
When you smile i smile (oh whoa)
You smile i smile
Hey”
bocah laki-laki itu tersenyum manis ke arah
gadis di depannya sambil menunjuk gadis itu dan membuatnya tersenyum lebar.
Jessy sahabatnya itu terlihat sangat menikmati lagu ciptaan Justin yang
sepertinya memang di buat khusus untuknya.
“Baby take my
open heart and all it offers
Cause this is as unconditional as it’ll ever
get
You ain’t seen nothing yet
I won’t ever hesitate to give you more
Cause baby (hey)
You smile, i smile (whoa)
You smile, i smile
Hey hey hey
You smile, i smile
I smile, i smile, i smile
You smile, i smile
Make me smile baby
Baby you won’t ever want for nothing
You are my ends and my means now
With you there’s no in between
I’m all in
Cause my cards are on the table
And i’m willing and i’m able
But i fold to your wish
Cause it’s my command
Hey hey hey
You smile, i smile (whoa)
You smile, i smile
Hey hey hey
You smile, i smile
I smile, i smile, i smile
You smile, i smile
Oh
You smile, i smile
You smile, i smile..”
Justin mengakhiri lagunya dengan suara dan
muka yang di buat-buat membuat gadis di depannya tertawa karenanya.
“Itu tadi lagu ku, jadi—bagaimana
menurut mu?”, tanaya Justin meminta pendapat pada Jessy.
“Tidak ada kata lain selain
Mengagumkan yang bisa ku katakan padamu Justin. Itu tadi benar-benar lagu
yang—Luar Biasa!”, pekik gadi itu di akhir kalimatnya membuat Justin terkaget
dan tertawa setelahnya.
“Kau
tau? Lagu itu khusus ku ciptakan dan ku perdengarkan untuk mu. I just wanna you
to know if you smile, i smile. I love your smile jessy because your smile like
angel”, seketika pipi Jessy menjadi merah karena tersipu dengan kata-kata
Justin itu.
“ugh
you kidding Justin!”, Jessy mencoba menutupi pipinya yang merah seperti tomat
itu. Justin tertawa melihat gadis di depannya itu tersipu. Sangat manis
batinnya.
“I’m
serious Jessy. Remember, if you smile, i smile and if you sad, i sad too”,
Justin menatap tepat kemata Jessy sambil tersenyum mebuat Jessy ikut tersenyum.
“Yeah,
i will always remember. But if you smile, i smile and if you sad i sad too.”,
jawab gadis itu dengan senyuman termanisnya yang seindah senyuman malaikat.
Justin hanya bisa meremas dadanya yang terasa sesak saat
kenangan itu menghantam ingatannya. Lalu Justin teringat akan janjinya yang
lain kepada Jessy, janji yang telah ia langgar.
“Kamu tidak akan kesepian, masih ada aku yang akan selalu
menjadi teman mu. Aku akan datang saat kamu kesepian. Aku berjanji!”
“kalung itu sebagai bukti kalau kamu akan menjadi teman
ku selamanya”
Justin kembali
meruntuki kebodohan dirinya. Dia benar-benar merasa bersalah karena tidak
pernah menepati janji masa kecilnya pada Jessy. Jelas-jelas Justin lah yang
membuat janji itu sendiri, tapi justin sendiri pula lah yang mengingkari janji
itu. Justin merasa bodoh sekarang. Dia begitu menyesal karena terlalu mengikuti
gengsinya dan lebih memilih meninggalkan sahabatnya yang akan selalu ada
untuknya demi popularitas dan teman-teman lainnya yang mungkin saja akan
meninggalkan Justin suatuhari nanti.
Saat sedang
sibuk mencaci maki diri sendiri sudut mata Justin terarah pada sebuah Jendela
kamar. Justin dapat melihat isi dari ruangan yang ada di balik jendela itu. Dan
Justin sangat tau ruangan apa yang ada di balik jendela itu. Itu adalah bekas
kamar Jessy. Justin dapat melihat sebuah meja dan beberapa perabotan dan
beberapa kardus masih ada di dalam kamar itu, barang-barang yang memang sengaja
di tinggalkan oleh pemiliknya. Sudut mata Justin kembali menangkap sebuah buku
yang tergeletak di atas meja, Sebuah buku dengan sampul berwarna merah yang
sangat mencolok. Justin segera bangkit dari duduknya dan mencoba memanjat
kearah beranda yang tersambung ke kamar tersebut. Tidak begitu sulit karena
memang beranda itu berada dekat dengan rumah pohon tempat Justin berada
sekarang. Sebuah batang besar mengarah tepat ke beranda itu membuat Justin
lebih mudah lagi menuju ke sana. Tanpa waktu yang lama Justin telah sampai ke
beranda itu dan mencoba membuka jendela kamar itu yang ternyata tidak tertutup
rapat. Sekarang Justin telah berhasil masuk ke dalam kamar itu dan berdiri
tepat di depan buku yang tergeletak di atas meja belajar itu. Dengan sangat
perlahan Justin mulai menyentuh dan membuka halaman pertama dari buku itu. Kata
pertama yang dapat Justin baca dari sana adalah “My Diary” yang di tulis dengan
tulisan tangan yang indah dan rapih, kemudian Justin menemukan tulisan “All my
feelings inscribed in this book” masih dengan tulisan tangan yang sama yang
Justin yakini adalah tulisan milik Jessy. Kemudian Justin membuka halaman kedua
buku tersebut dan deretan tulisan panjang di lembar itu. Justin mulai membaca
kata demi kata yang ada di sana. Lembar dema lembar yang ada di buku itu dibaca
dengan sangat perlahan oleh lelaki itu, seakan tidak mau ketinggalan satu
katapun. Air mata mulai membasahi pipi lelaki itu. Nafasnya kembali tidak
beraturan, mulutnya terbuka untuk mencari udara lebih untuk masuk ke dalam
paru-parunya.
“Damn!”,
kata-kata kotor mulai keluar dari mulut pemuda itu di susul dengan air mata
yang semakin deras mengalir. Justin benar-benar merasa penyesalan yang sangat
mendalam sekarang, Penyesalan yang tak ada gunanya. Dia terlambat, benar benar
terlambat jika menyesal sekarang karena gadis itu telah pergi meninggalkannya.
Gadis itu pergi dengan membawa luka yang begitu besar karena dirinya. Justin
terus meruntuki dirinya yang benar-benar teramat bodoh. Bodoh karena terus
mengikuti ego dan gengsinya, membuatnya kehilangan seseorang yang benar-benar
dia cintai yang ternyata juga mencintainya. Tangan Justin bergetar hebat ketika
membuka halaman terakhir dan menemukan kalung itu, kalung pemberiannya untuk
Jessy yang terselip di akhir dari halaman buku itu. Dengan tangan gemetaran
Justin menyentuh kalung itu, menariknya kedalam genggaman tangannya. Kaki
laki-laki itu melamas mebuat tubuhnya merosot jatuh kelantai.
“Semuanya
terlambat, semuanya telah terlambat..”, bisik lelaki itu dengan suara paraunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar