Senin, 17 Februari 2014

Dear Diary Part 8





Sudah dua minggu semenjak kepergian Gadis bernama Jessica itu ke Paris tapi sampai hari ini, detik ini laki-laki itu belum kunjung juga tau akan hal itu. Memang sudah beberapa kali laki-laki itu berusaha mencari sosok gadis yang iya cintai dalam hati itu. Tapi laki-laki itu tidak lebih berusaha lagi, dia hanya sekedar mencari, tidak bertanya. Justin hanya mencoba mencari gadisnya itu di kelas, kantin, dan perpus, tapi laki-laki itu tidak menemukannya juga. Kejanggalan mulai terasa di hatinya karena gadis itu juga tidak pernah terlihat lagi bersama Steven. Kemana sebenarnya gadi itu? Batin Justin. Justin ingin sekali bertanya kepada Steven atau teman sekelas Jessy untuk menanyakan di mana gadis itu sekarang, tetapi ego dan gengsinya terlalu besar untuk melakukan itu. Laki-laki itu pun tidak sampai berfikir untuk melihat kerumah gadis itu atau sekedar bertanya pada Mom nya. Rasa rindu pada  gadis itu memnbuatnya tidak dapat berfikir dengan jernih. Bahkan sampai detik ini pun otaknya hanya terpenuhi dengan satu nama gadis yang telah hilang sejak dua minggu itu. Lelaki itu memang telah memiliki kekasih yang menurut orang lain jauh lebih cantik dari pada gadis nya, tetapi tetap saja hati Justin mengatakan kalau Jessy lebih cantik dari segalanya. Dia menjalani hubungannya dengan Ruby kekasih dengan setengah hati karena setengah hatinya telah dia berikan pada gadis yang tidak jelas keberadaannya. Rasa menyesal kadang menghantuinya, memintanya untuk meminta maaf pada gadis itu, tapi gengsi lelaki itu mengalahkan segalanya. Lelaki itu terlalu takut kehilangan popularitasnya yang membuat dia menjauh dari gadis itu sejak di sekolah dasar dulu. Ya itu adalah alasan mengapa lelaki itu menjauhi Jessy hingga saat ini. Penampilan gadis itu yang selalu membuat gadis itu di ejek oleh teman-temannya sejajak di sekolah dasar dan membuat Justin yang ingin tetap populer harus menjauh. Didalam fikirannya saat itu hanya mengatakan jika dia tetap berteman dengan Jessy maka dia akan ikut di ejek oleh teman-temannya. Lelaki itu terlalu takut hingga menjauh. Sebenarnya Justin tau kalau Gadis itu tidak sejelek yang teman-temannya katakan. Jessy sangat cantik, bahkan lebih cantik dari gadis populer di sekolahnya jika dia berdandan. Tapi entah kenapa gadis itu tidak melakukan hal yang biasa gadis-gadis lakukan saat beranjak besar, gadis itu justru memilih mengepang rambutnya dan mengenakan pakaian bak gadis kampung. Dulu Justin memang membenci dandanan kampungan gadis itu tapi sekarang lelaki itu justru lebih memilih Jessy untuk tetap berdandan seperti itu, menjauhkannya dari mata para lelaki yang akan menatapnya dengan tatapan memuja di setiap langkah gadis itu, seperti yang terjadi saat itu, saat gadis itu mencoba berdandan dan membuat satu sekolah gempar dalam sehari. Ya hanya sehari karena setelah Justin mencacinya dengan kata-kata yang pedas gadis itu kembali ke dandanan biasanya. Kejam memang, tapi lelaki itu memang tidak bisa menggunakan cara lain untuk menjauhkan gadis itu dari mata para lelaki di sekolahnya itu.


Justin tengah terduduk di kantin bersama kekasihnya Ruby, menyantap makan siang bersama seperti biasanya. Yang berbeda hanyalah tidak adanya Jessy di kantin itu yang biasanya akan makan berdua dengan Steven dan membuat rasa cemburunya akan muncul, dan jika sudah seperti itu dia akan memulai aksinya bermesraan di depan gadis itu seakan mereka jauh lebih mesrah dari pada Gadis itu dan kekasihnya. Tapi aktivitas itu telah hilang sejak dua minggu yang lalu karena gadis itu tidak pernah menampakkan mukanya lagi di hadapan Justin. Yang terlihat sekarang hanya Steven yang makan bersama teman-temannya, tidak ada Jessy di sana. tidak ada. Justin ingin sekali melangkahkan kakinya saat itu menuju lelaki yang tengah duduk bersama teman-temannya itu, menanyakan tenatang keberadaan Jessy. Tapi tentu gengsinya terlalu tinggi untuk melakukan itu. Jadilah Justin hanya bisa duduk terdiam mengaduk-aduk makanannya tanpa ada sedikitpun rasa untuk memakannya. Nafsu makannya telah hilang karena begitu merindukan Jessy. Ruby yang melihat tingkah Justin pun bingung.

“Ada apa?”, tanya gadis cantik itu menghawatirkan tingkah kekasihnya yang berbeda itu.
            Justin yang berada di sebelahnya hanya bisa menarik nafasnya dan menggeleng, “Tidak apa-apa, aku—hanya sedang bosan” dusta lelaki itu.
            “Bosan karena apa? Kamu bisa menceritakannya padaku, ata jangan-jangan kamu bosan padaku?”
            “Bukan! Kamu tidak pernah membuat ku merasa bosan. Dengan keberadaanku di sisiku sekarang Justru membuat sangat bahagia, tapi—aku sedang ada sedikit masalah dan aku belum bisa menceritakannya padamu.” Aku tidak akan pernah bisa menceritakannya padamu. Lanjut Justin dalam batinnya. Justin tidak mungkin mengatakan pada kekasihnya itu kalau dia mencintai Jessy dan dia sangat merindukan gadis itu sekarang, itu sama saja mengatakan kalau dia tidak mecintai Ruby dan hanya menjadikan Ruby sebagai pelampiasan. Ya meskipun memang itulah yang terjadi saat ini.
            Ruby yang mendengar perkataan kekasihnya itu pun hanya bisa terdiam dan kembali melanjutkan aktifitas makannya sedangkan Justin kembali mengaduk-aduk makanannya sambil menarik nafas bosan berkali-kali. Laki-laki ini benera-benar merindukan sosok Jessy dalam hidupnya.

Sedangkan dibelahan bumi lainnya yang bertempat di Paris, Jessy sedang berjalan-jalan dengan teman barunya di kota asing itu. Hari-hari gadis itu benar-benar jauh berbeda saat berada di kanada. Gadis itu memiliki banyak teman disini dan gadis itu pun telah berani untuk mengubah dandanannya atas saran dari teman-teman baru di sekolahnya itu. Gadis itu lebih ceria sekarang, bahkan rasa sedih sepertinya tidak akan pernah datang kepada gadis itu lagi jika gadis itu benar-benar telah melupakan tanah asalnya, tanah asalnya yang penuh dengan kenangan masa kecilnya yang indah dan kenangan pahit tentang cinta yang tak tergapai. Selama dua minggu di kota tempat tinggalnya yang baru ini gadis itu benar-benar telah membuang masa lalunya dan berniat untuk tidak membukanya kembali. Bukan tidak berniat sebenarnya, hanya saja belum ada hal yang membuatnya kembali teringat akan hal itu. Tidak ada Justin di sini yang akan membuatnya kembali mengingat kenangan pahitnya itu. Dan dua minggu ini gadis itu pun belum memiliki waktu untuk menghubungi Steven mantan kekasihnya itu atau pun Mom Pattie yang telah dia anggap seperti ibu keduanya. Bukan malas tapi dia tidak bisa karena perbedaan waktu yang begitu jauh. Jika dia menelfon Steven saat ini pasti laki-laki itu tengah berada di sekolah dan tidak mungkin Jessy mengganggunya dan jika menunggu Steven pulang dari sekolah itu berarti Jessy harus menghubunginya tepat malam hari jika gadis itu belum tertidur. Gadis itu memang telah berjanji akan segera menghubungi, tapi keadaan berkata lain dan gadis itu hanya bisa mencari waktu yang tepat karena kenyataannya gadis itu juga merindukan mantannya itu yang telah di anggap sebagai kakanya yang berada di belahan bumi lainnya.

Jessy tengah duduk di salah satu Cafe yang berada di paris, meminum coklat hangatnya sambil berbincang-bincang dengan tiga teman perempuannya. Mereka baru saja selesai berbelanja dan menghabiskan waktu khusus wanita mereka di deretan pertokoan diparis, hingga akhirnya mereka merasa lelah dan memutuskan untuk bersantai sejenak di Cafe yang berada tidak jauh dari area pertokoan itu. Jessy merasa sangat senang sekarang karena teman-teman barunya itu mau membantunya mencarikan baju-baju dan berbagai barang lainnya yang dia butuhkan untuk merubah penampilannya. Sebenarnya Jessy sudah cukup senang karena teman-temannya di paris mau menerimanya dengan penampilannya yang seperti itu, dan Jessy pun sudah merasa betah dengan penampilan lamanya itu. Tapi apa salahnya mencoba menjadi berbeda, Gadis itu pun juga sebenarnya sudah terbiasa mengenakan baju-baju modis jika berpergian dengan orang tuanya hanya saja dia lebih nyaman menggunakan baju yang di anggap kampungan oleh orang-orang itu. Jessy tau teman-teman barunya itu hanya mau yang terbaik untuknya dan mereka juga tidak memaksa, maka dari itu dengan senang hati jessy menerima tawaran temannya yang ingin merubah dandanannya itu. Jessy merasa sangat senang karena ternyata orang-orang di Pari sangat ramah dan mau menerimanya. Bahkan dihari pertama Jessy masuk ke sekolah barunya dia telah mendapatkan banyak teman dan di antara semua teman-teman barunya itu Jessy telah memiliki tiga teman yang sangat dekat dengannya yang hari ini telah menghabiskan waktu bersamanya. Jessy merasa dia akan sangat betah tinggal di paris meskipun dia merasa juga akan merindukan Kota Kanada yang penuh dengan kenangan masa lalunya.

***

            Sekarang hari sabtu dan Justin hanya menghabiskan waktunya di dalam kamarnya memikirkan gadis yang sangat dia rindukan yang telah menghilang selama beberapa minggu itu. Tidak ada keinginan untuk pergi keluar menemui kekasihnya atau sekedar bermain basket bersama teman-temannya. Sejak pagi hingga malam menjelang laki-laki itu tetap terdiam dirumahnya dan kamarnya, memikirkan Jessy. Tiba-tiba kenginan untuk membuat sebuah lagu terfikirkan oleh lelaki itu. Dengan langkah cepat Justin segera menyambar gitar yang berada di pojokan kamarnya itu. Justin memang senang bernyanyi dan bermain gitar, suara laki-laki itu tidak kalah bagus dengan penyanyi profesional di luar sana. Terkadang saat bosan laki-laki itu juga menghabiskan waktunya membuat sebuah lagu, tapi tidak ada satupun lagu buatannya yang dia perdengarkan pada orang lain. Pernah meski hanya sekali dan itu mungkin sudah lama sekali. Justin pernah sekali mendengarkan salah satu lagu buatannya saat masih kecil khusus di perdengarkan ke sahabat kecilnya Jessy yang sekarang telah menghilang.
            Kata demi kata mulai lelaki itu tulis dalam sebuah kertas kosong yang sekarang mulai terisi denagn rangkaian kata penuh makna. Semua perasaannya saat ini Justin curahkan dalam lagu itu. Sesekali laki-laki itu memetik gitarnya untuk mencari nada yang tepat untuk lagu itu dan mencoret beberapa kata-kata yang ada di atas kertas itu jika tidak sesuai dengan yang dia inginkan. Begitu terus hingga satu buah lagu telah tercipta. Lagu yang di buat khusus untuk sahabat kecilnya dulu dan cinta terpendamnya sekarang, untuk gadis yang membuat otaknya tidak bisa berhenti untuk menyerukan namanya. Gadis yang membuat Justin merasakan rindu setengah mati hingga rasanya dadanya terasa begitu sesak. Justin pun mulai memetik gitarnya, membuat sebuah nada lembut memecah kesunyian ruangan kamar itu. Dan sebuah lagu mulai Justin nyanyikan dengan sangat indah. Sebuah lagu yang mengungkapkan bagaimana dia merindukan Jessica Athena Jhonson, lagu yang menggambarkan seberapa kehilangannya ia akan gadis itu.

“where are you now
  When i need you the most
  Why don’t you take my hand
  I want to be close

  Help me when i am down
  Lift me up off the ground
  Teach me right from wrong
  Help me to stay strong

  Take my hand and walk with me

  I need you to set me free yeah

  Where are you now
  When nothing is going right
  Where are you now
  I can’t see the light

  Where are you now,
  When i need you the most?”

Air mata mulai menetes dari mata Justin, menggambarkan rasa sakit yang begitu dalam saat ini. Lelaki itu begitu merindukan gadisnya. Merindukan senyuman san tawa dari gadis itu yang hanya bisa dia nikmati dari kejauhan saat melihatnya sedang bermain dengan kedua adiknya. Justin benar-benar membutuhkan gadis itu saat ini, memnbutuhkan gadis itu di sekitarnya.

“I Need you
  To need me
  Can’t you see me
  How cold you leave me
  My heart is half empty
  I’m not whole
  When you’re not with me

  I want you
  Here with me
  To guide me
  Hold me
  And love me now

  Why don’t you take my hand?
  I wanna be close.
  Take my hand and walk with me,
  Yeahh.

  Where are you now
  When nothing is going right
  Where are you now
  I can’t see the light

  So take my hand and walk with me.
  Show me what to be, yeah
  I need you to set me free, yeahh.

  Where are you now?
  Now that i’m half-grown.
  Why are we far apart?
  I feel all alone.

  Where are you now
  When nothing is going right
  Where are you now
  I can’t see the light”

            Petikan gitar pun terhenti menandakan lagu yang telah berakhir, menyisakan air mata yang masih mengalir di pipi pemuda itu. Nafasnya menjadi tidak berarturan karena sesak yang dia rasakan saat bernyanyi sambil memikirkan gadis itu. Justin benar-benar mearas lemah sekarang. Tanpa gadis itu di sekitarnya ia seperti kehilangan lilin yang selama ini meneranginya, dan membuatnya masuk kedalam gelap yang nyata. Pemuda itu baru benar-benar menyadari rasa cintanya yang dalam pada gadis itu setelah gadis itu menghilang. Selama ini dia tidak sadar akan rasa itu, mungkin karena jarak yang begitu dekat membuatnya tidak menyadari semua itu. Tapi kini lelaki itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Gadisnya hilang dan berarti dia telah kehilangan setengah hatinya yang ikut terbawa oleh gadis itu. Tinggalah penyesalan yang mendalam dalam diri Justin.

            “Where are you now Jessica Athena Jhonson?”, bisik Justin dengan suara yang lirih.

***

            Setelah Hari sabtu kemarin Justin menghabiskan banyak waktunya di kamar dengan membuat lagu dan memikirkan Jessy, pada hari minggu ini lelaki itu berniat untuk pergi ke rumah Jessy. Tapi sebelumnya dia ingin menanyakan tentang Jessy pada Momnya. Dua minggu kemarin Justin benar-benar terfikir untuk bertanya pada Momnya, padahal lelaki itu tau kalau Moomnya sangat dekat dengan Jessy dan pasti tau keberadaan Jessy. Justin sudah tidak bisa menahan rasa rindunya pada Jessy, dia ingin segera melihat muka gadis itu meski hanya sebentar. Paling tidak setelah melihat wajah gadis itu bisa memberinya semangat untuk menjalani harinya selanjutnya. Justin benar-benar semangat untuk pergi kerumah Jessy yang berada di sebrang rumahnya itu, maka dari itu laki-laki itu bangun pagi dan segera bersiap. Justin turun dari kamarnya yang berada di lantai dua dan langsung menghampiri Mom nya yang sedang berada di dapur.

            “Hi Mom”, sapa Justin ceria. Justin tidak akan seceria ini begitu tau kalau Jessy telah pergi dari Kanada kenegara yang Jauh, yang tidak bisa Justin datangi dengan mudahnya.
            “Selamat pagi sayang. Ada apa? Kamu terlihat bersemangat sekali hari ini?”, jawab Mom Pattie dengan senyumnya begitu melihat wajah ceria anak laki-lakinya yang kemarin sangat murung.
            “Hehe.. Tidak kenapa-kenapa Mom. Hanya sedang bersemangat saja”, Ucap Justin dengan cengiran yang membuat gigi putihnya terpampang. Kemudian Justin pun mulai menyantap Pancake yang telah tersedia di meja makan. Begitu lelaki itu selesai menghabiskan makan paginya ia pun meletakkan bekas piringnya ke bakcuci yang berada di dapur dan pergi menghampiri Mom nya. Ia berniat bertanya tentang Jessy terlebih dahulu pada mom nya sebelum ia benae-benar pergi ke rumah gadis itu.

            “Emmm.. Mom..”, ucap Justin ragu-ragu. Rasa gengsi itu tetap ada pada diri lelaki itu meski dia tau dia harus menanyakan gadis itu sebelum rasa rindunya itu membuatnya semakin gila.
            “Ada apa sayang?”, tanya Mom pattie pada anaknya yang sepertinya menahan sebuah pertanyaan untuk di tanyakan padanya.
            “Apa mom tau kemana Jessy? dia tidak masuk sekolah dua minggu ini dan dia juga tidak pernah datang bermain ke rumah ini lagi, jadi—aku fikir dia sakit? Mungkin kalau dia sakit aku akan menjenguknya ke rumahnya.”, Akhirnya Justin mengeluarkan pertanyaan itu juga. Justin merasa cukup lega karena telah bertanya, paling tidak dia hanya tinggal mendengar jawaban dari mom nya tentang alasan kenapa gadis itu tidak pernah muncul di sekitarnya.
            Mom Pattie terlihat menghembusakan nafas berat membuat Justin semakin bingung dan resah. Ada apa sebenarnya dengan gadis itu, batinnya.

            “Apa kau tidak tau? Jessy tidak memberitahu mu sayang?”, tanya Mom Pattie yang membuat Justin semakin bingung. Memberi tahu apa? Hal apa yang aku Justin lewati tentang gadis itu. Justin bertanya-tanya dalam batinnya. Sunggu dia agak kesal dengan Momnya yang justru membuatnya semakin bingung.
            “Memberi tahu apa Mom? Aku tidak tau apa-apa tentangnya belakangan ini. Aku—kurang dekat dengannya sekarang”, jawab Justin yang suaranya semakin kecil di kalimat terakhir. Mom Pattie tidak tau tentang Jessy yang di bully di sekolah dan Justin yang tidak lagi dekat dengannya semenjak kelas 3 Sekolah Dasar.
            Mom Pattie terlihat kembali membuang nafas berat membuat Justin menyatukan alisnya melihat tingkah Momnya itu yang membuatnya sangat penasaran.

            “Sayang— Mom memang tidak tau apa yang terjadi di antara kalian sehingga Jessy tidak memberitahu hal ini tapi kamu tetap harus tau karena kamu adalah sahabat kecilnya.”, mom Pattie menghentikan kata-katanya sejenak membuat Justin yang sudah penasaran mendengus kesal.
            “Ayolah Mom, jangan buat aku penasaran. Katakan Mom kenapa?”, paksa Justin yang sudah kelewat kesal dengan sikap Mom nya yang sangat bertele-tele. Apa kah Momnya tidak tau kalau anak lelaki di depannya sudah menjadi gila saking rindunya dengan gadis yang sedang mereka bicarakan itu.
            “Sayang, Jessy dan keluarganya telah pindah sejak dua minggu yang lalu. Mom kira kamu sudah tau dari Jessy makanya mom hanya diam saja.”, mata Justin melotot setelah mendengar ucapan Momnya itu. Bagaimana bisa? Jessy pindah?
            “Pi—pi-ndah mom? Tapi—kemana?”, tanya Justin dengan suara yang tak terkontrol saking terkejutnya.
            “Mereka pindah ke paris karena perusahan Dad Jessy sedang bermasalah di sana. Mom benar-benar tidak mengerti mengapa Jes-”, omongan Mom Pattie terpotong karena Justin telah berlari keluar rumah meninggalkan ibunya yang hanya bisa menggeleng bingung dengan sikap anaknya itu. Ada apa dengan kedua anak remaja itu, bati Pattie.


            Justin berlari, terus berlari menuju rumah Jessy. dia masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan Mom nya tadi. Bagaimana bisa Jessy pergi tanpa mengucapkan apa-apa padanya, memberitahu pun tidak. Justin sadar kalau hubungan mereka tidak berjalan baik sejak kelas 3 sekolah dasar tapi dia tidak pernah berfikir kalau Jessy akan merahasiakan berita sepenting ini, dan bodohnya lagi ia tidak mengetahuinya sampai dia bertanya pada Momnya. Laki-laki itu terus meruntuki dirinya yang terlalu bodoh. Apa jadinya kalau dia tidak pernah bertanya pada Momnya tentang gadis itu, mungkin sampai seterusnya ia tidak akan menyadari kepindahan gadis itu.
            Nafas Justin terengah-engah saat sampai di depan rumah Jessy. Ternyata benar apa yang Momnya katakan, gadis itu telah pindah, ketempat yang jauh. Rumah gadis itu terlihat sangat sepi tak berpenghuni, karena nyatanya rumah itu memang telah di tinggalkan. Justin mencoba memutar kenop pintu rumah itu dan mengetuknya beberapa kali seakan menunggu seseorang akan membuka pintu itu. Tentu saja usaha Justin sia-sia karena rumah itu benar-benar telah di tinggalkan oleh pemiliknya. Justin memerosotkan dirinya kelantai, tersusuk bersandar kepintu layaknya orang frustasi. Lelaki itu menbenturkan kepalanya beberapa kali ke pintu meninbulkan bunyi benturan yang cukup keras. Berbagai Kata-kata kotor keluar dari mulut lelaki itu, mencaci maki kebodohan dirinya sendiri. Tak terasa air mata telah membanjiri pipinya. Justin tidak perduli jika ada orang lain yang melihatnya menangis sekarang, atau seseorang yang mengatai ia gila karena tingkahnya saat ini. Yang dia tau sekarang adalah hatinya sakit karena dia telah benar-benar kehilangan gadisnya, cahayanya, cinta nya. Gadis itu telah meninggalkannya yang belum sempat mengatakan isi hati yang sebenarnya. Justin tetap membenturkan kepalanya ke pintu sambil meruntuk sendirian sampai dia teringat jalan rahasia yang pernah dia temukan oleh Jessy menuju taman belakang rumah gadis itu. Taman tempat diamana rumah pohon milik mereka berada. Justin segera melangkahkan kakinya menuju jalan rahasia itu yang tertutup oleh semak belukar dan bunga-bunga cantik milik Mom Jessy. Setelah berhasil masuk kedalam taman belakang itu Justin segera memanjat menuju rumah pohonnya. Rumah pohon kenangannya bersama Jessy yang telah lama tak pernah ia datangi lagi semenjan ia menjauh dari Jessy.
            Justin mendudukan dirinya di pinggiran rumah pohon itu dengan kaki menggantung. Hal pertama yang terlintas di fikiran Justin saat berada di tempat itu adalah kenangannya bersama Jessy ketika masih kecil. Kenangan itu berlalu bak sebuah filem yang berputar.



            “Aku membuat sebuah lagu, kamu mau mendengarnya?”, tanya lelaki berumur 6 tahun itu kepada sahabat perempuan yang seumuran dengannya.
            “Kau membuat lagu? Wah hebat. Ayo cepat nyanyikan, aku yakin pasti lagumu sangat bagus.”, ucap gadis di depan bocah itu terlihat sangat antusias.
            “Ah kau bisa saja, baiklah aku akan menyanyikannya dengan gitarku ini”, bocah laki-laki itu tersipu dengan pujian yang di lontarkan sahabatnya itu. Kemudian ia mulai memetik gitarnya dan menyanyikan lagu ciptaannya itu.

“Oh
  Yeah
  Mmmm

  I’d wait on you forever and a day
  Hand and foot
  Your world is my world
  Yeah
  Ani’t no way you’re ever gon’ get
  Any less than you should
  Cause baby
  You semile i smile (oh)
  Cause whenever
  You semile i smile
  Hey hey hey

  You lips, my biggest weakness
  Shouldn’t have let you know
  I’m always gonna do what they say (hey)
  If you need me
  I’ll come runnin’
  From a thousand miles away
  When you smile i smile (oh whoa)
  You smile i smile
  Hey”

            bocah laki-laki itu tersenyum manis ke arah gadis di depannya sambil menunjuk gadis itu dan membuatnya tersenyum lebar. Jessy sahabatnya itu terlihat sangat menikmati lagu ciptaan Justin yang sepertinya memang di buat khusus untuknya.

“Baby take my open heart and all it offers
  Cause this is as unconditional as it’ll ever get
  You ain’t seen nothing yet
  I won’t ever hesitate to give you more
  Cause baby (hey)
  You smile, i smile (whoa)
  You smile, i smile
  Hey hey hey
  You smile, i smile
  I smile, i smile, i smile
  You smile, i smile
  Make me smile baby

  Baby you won’t ever want for nothing
  You are my ends and my means now
  With you there’s no in between
  I’m all in
  Cause my cards are on the table
  And i’m willing and i’m able
  But i fold to your wish
  Cause it’s my command
  Hey hey hey

  You smile, i smile (whoa)
  You smile, i smile
  Hey hey hey
  You smile, i smile
  I smile, i smile, i smile
  You smile, i smile
  Oh

  You smile, i smile
  You smile, i smile..”

            Justin mengakhiri lagunya dengan suara dan muka yang di buat-buat membuat gadis di depannya tertawa karenanya.
           
            “Itu tadi lagu ku, jadi—bagaimana menurut mu?”, tanaya Justin meminta pendapat pada Jessy.
            “Tidak ada kata lain selain Mengagumkan yang bisa ku katakan padamu Justin. Itu tadi benar-benar lagu yang—Luar Biasa!”, pekik gadi itu di akhir kalimatnya membuat Justin terkaget dan tertawa setelahnya.
“Kau tau? Lagu itu khusus ku ciptakan dan ku perdengarkan untuk mu. I just wanna you to know if you smile, i smile. I love your smile jessy because your smile like angel”, seketika pipi Jessy menjadi merah karena tersipu dengan kata-kata Justin itu.
“ugh you kidding Justin!”, Jessy mencoba menutupi pipinya yang merah seperti tomat itu. Justin tertawa melihat gadis di depannya itu tersipu. Sangat manis batinnya.
“I’m serious Jessy. Remember, if you smile, i smile and if you sad, i sad too”, Justin menatap tepat kemata Jessy sambil tersenyum mebuat Jessy ikut tersenyum.
“Yeah, i will always remember. But if you smile, i smile and if you sad i sad too.”, jawab gadis itu dengan senyuman termanisnya yang seindah senyuman malaikat.



Justin hanya bisa meremas dadanya yang terasa sesak saat kenangan itu menghantam ingatannya. Lalu Justin teringat akan janjinya yang lain kepada Jessy, janji yang telah ia langgar.


“Kamu tidak akan kesepian, masih ada aku yang akan selalu menjadi teman mu. Aku akan datang saat kamu kesepian. Aku berjanji!”

“kalung itu sebagai bukti kalau kamu akan menjadi teman ku selamanya”


Justin kembali meruntuki kebodohan dirinya. Dia benar-benar merasa bersalah karena tidak pernah menepati janji masa kecilnya pada Jessy. Jelas-jelas Justin lah yang membuat janji itu sendiri, tapi justin sendiri pula lah yang mengingkari janji itu. Justin merasa bodoh sekarang. Dia begitu menyesal karena terlalu mengikuti gengsinya dan lebih memilih meninggalkan sahabatnya yang akan selalu ada untuknya demi popularitas dan teman-teman lainnya yang mungkin saja akan meninggalkan Justin suatuhari nanti.
Saat sedang sibuk mencaci maki diri sendiri sudut mata Justin terarah pada sebuah Jendela kamar. Justin dapat melihat isi dari ruangan yang ada di balik jendela itu. Dan Justin sangat tau ruangan apa yang ada di balik jendela itu. Itu adalah bekas kamar Jessy. Justin dapat melihat sebuah meja dan beberapa perabotan dan beberapa kardus masih ada di dalam kamar itu, barang-barang yang memang sengaja di tinggalkan oleh pemiliknya. Sudut mata Justin kembali menangkap sebuah buku yang tergeletak di atas meja, Sebuah buku dengan sampul berwarna merah yang sangat mencolok. Justin segera bangkit dari duduknya dan mencoba memanjat kearah beranda yang tersambung ke kamar tersebut. Tidak begitu sulit karena memang beranda itu berada dekat dengan rumah pohon tempat Justin berada sekarang. Sebuah batang besar mengarah tepat ke beranda itu membuat Justin lebih mudah lagi menuju ke sana. Tanpa waktu yang lama Justin telah sampai ke beranda itu dan mencoba membuka jendela kamar itu yang ternyata tidak tertutup rapat. Sekarang Justin telah berhasil masuk ke dalam kamar itu dan berdiri tepat di depan buku yang tergeletak di atas meja belajar itu. Dengan sangat perlahan Justin mulai menyentuh dan membuka halaman pertama dari buku itu. Kata pertama yang dapat Justin baca dari sana adalah “My Diary” yang di tulis dengan tulisan tangan yang indah dan rapih, kemudian Justin menemukan tulisan “All my feelings inscribed in this book” masih dengan tulisan tangan yang sama yang Justin yakini adalah tulisan milik Jessy. Kemudian Justin membuka halaman kedua buku tersebut dan deretan tulisan panjang di lembar itu. Justin mulai membaca kata demi kata yang ada di sana. Lembar dema lembar yang ada di buku itu dibaca dengan sangat perlahan oleh lelaki itu, seakan tidak mau ketinggalan satu katapun. Air mata mulai membasahi pipi lelaki itu. Nafasnya kembali tidak beraturan, mulutnya terbuka untuk mencari udara lebih untuk masuk ke dalam paru-parunya.

“Damn!”, kata-kata kotor mulai keluar dari mulut pemuda itu di susul dengan air mata yang semakin deras mengalir. Justin benar-benar merasa penyesalan yang sangat mendalam sekarang, Penyesalan yang tak ada gunanya. Dia terlambat, benar benar terlambat jika menyesal sekarang karena gadis itu telah pergi meninggalkannya. Gadis itu pergi dengan membawa luka yang begitu besar karena dirinya. Justin terus meruntuki dirinya yang benar-benar teramat bodoh. Bodoh karena terus mengikuti ego dan gengsinya, membuatnya kehilangan seseorang yang benar-benar dia cintai yang ternyata juga mencintainya. Tangan Justin bergetar hebat ketika membuka halaman terakhir dan menemukan kalung itu, kalung pemberiannya untuk Jessy yang terselip di akhir dari halaman buku itu. Dengan tangan gemetaran Justin menyentuh kalung itu, menariknya kedalam genggaman tangannya. Kaki laki-laki itu melamas mebuat tubuhnya merosot jatuh kelantai.


“Semuanya terlambat, semuanya telah terlambat..”, bisik lelaki itu dengan suara paraunya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar